Mohon tunggu...
Eni Susanti
Eni Susanti Mohon Tunggu... Guru - Guru PAUD di salah satu sekolah swasta di kabupaten Pemalang, Jawa Tengah

Wanita lahir di Pemalang, 13 Agustus 1986. Menikah dengan Gusdianto, 1 November 2007 dengan dikaruniai empat orang anak. Mulai mengajar pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Nonformal di Kelompok Bermain Nisa Al-Hidayah tahun 2010-2013. Terjun di dunia marketing perbukuan pada 2013-2014. Kembali mengajar pada PAUD formal di salah satu TK swasta tahun 2014-sekarang. Lulus S1 Universitas Ivet Semarang jurusan PG-PAUD tahun 2019 angkatan ke-1 yang sebelumnya bernama IKIP Veteran Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rapat Sidang Paripurna, DPR Lupa Etika Berdemokrasi?

12 Oktober 2020   22:33 Diperbarui: 12 Oktober 2020   22:44 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi Undang-Undang Cipta Kerja melalui rapat sidang paripurna  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 5 Oktober 2020,pekan lalu. 

Rapat penting yang dilaksanakan ditengah masa pandemi Covid-19 tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, menuai kontroversi dari berbagai kalangan. 

Demonstrasi terjadi di beberapa daerah hingga ke Gedung DPR sebagai akibat disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Cipta Kerja. 

Rapat paripurna yang dihadiri langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, dihadiri oleh sembilan Fraksi di DPR. Fraksi-fraksi tersebut adalah Fraksi PDI-P, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi NasDem, Fraksi Demokrat, Fraksi PKS dan PAN. Pihak pemerintah yang hadir diwakili oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. 

Dalam pelaksanaannya, rapat terlihat tidak berjalan dengan kondusif. Hal ini tampak dari adanya peristiwa perdebatan yang mewarnai jalannya sidang. Interupsi dari anggota Fraksi Demokrat Benny K Herman dengan ketua rapat yaitu Aziz Syamsuddin berujung pada walk out anggota Fraksi Demokrat. 

Berikut sepenggal dialog yang diambil dari sumber rekaman jalannya rapat sidang paripurna di Gedung DPR antara Benny K Herman dengan ketua rapat;

"Interupsi Ketua, Ketua tadi sudah mengambil keputusan,... "

" Ya "

"Setelah itu nanti pemerintah, kami ingin menyampaikan... (pembicaraan dipotong)"

"Makanya, nanti setelah pandangan dari pemerintah, saya berikan kesempatan kepada Pak Benny"

"Tunggu Pak, tunggu Pak Ketua, sebelum pemerintah dikasih kesempatan... (pembicaraan dipotong) "

"Tidak! saya yang mengatur"

"Tidak, saya dulu...(mikrofon dimatikan)"

Pada tayangan rekaman jalannya rapat tersebut tampak beberapa kali terjadi pemotongan pembicaraan. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak. Terutama mengenai moral toleransi dan apresiasi ketika berbicara menyampaikan pendapat dalam suatu rapat penting. 

Anggota DPR merupakan orang-orang pilihan yang terpercaya mampu menyampaikan aspirasi rakyatnya secara santun. Sangat disayangkan jika dalam melaksanakan hak berpendapat dalam musyawarah sesuai pasal 28 UUD 1945,tidak mengindahkan kaidah atau etika dalam berdemokrasi. 

Seyogyanya para elite politik mengingat dan mengevaluasi kembali wawasan terhadap nilai-nilai Pancasila dan asas berdemokrasi, berpendapat, serta mengeluarkan pikirannya dengan lebih santun, agar tidak terjadi lagi peristiwa yang tidak atau kurang etis dihadapan publik pada sidang-sidang berikutnya. 

Beberapa asas Demokrasi untuk melawan lupa para elite politik, antara lain:

1. Asas Kerakyatan

Asas kesadaran untuk cinta kepada rakyat, memiliki semangat kerakyatan, berintegrasi kepada rakyat untuk mencapai satu tujuan yang sama dengan rakyat. 

2. Asas Musyawarah

Asas musyawarah merupakan asas yang memperhatikan aspirasi dan kehendak seluruh rakyat melalui forum konsultasi bersama didasari rasa kasih sayang untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan. 

Dalam bermusyawarah, saat menyampaikan pendapat untuk mencegah terjadinya konflik akibat perbedaan pendapat, terdapat etika atau tata krama yang perlu diperhatikan. Sehingga dibutuhkan cara yang tepat agar suasana musyawarah pun berjalan dengan kondusif. Etika berpendapat tersebut, yakni;

1. Menyampaikan pendapat dengan bahasa yang baik

2. Mengetahui kapasitas pemahaman yang cukup tentang tema pendapat yang hendak disampaikan. 

3. Memiliki dasar berpendapat yang kuat dan jelas

4. Tidak memotong pembicaraan lawan bicara

5. Toleransi/ saling menghormati pendapat orang lain

6. Tidak menyerang pribadi lawan bicara. 

Etika dalam menyampaikan pendapat sangat diperlukan. Apalagi untuk mencapai sebuah keputusan yang bijak. Sehingga dapat mencapai tujuan dengan baik, dapat membina dan tetap terjaga hubungan baik dengan orang lain. 

Dewan Perwakilan Rakyat adalah orang-orang pilihan yang dipercaya rakyatnya mampu membawa aspirasi rakyat dan menjadi contoh/ tauladan dalam setiap sikap dan kebijakannya. Sehingga etika dalam berdemokrasi harus selalu ditegakkan agar benar-benar menjadi pemimpin rakyat yang elite, santun dan bijaksana. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun