Mohon tunggu...
Eny Choi
Eny Choi Mohon Tunggu... Relawan - Ganbatte Bushido

Social Worker, Community Development

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pangeran Virtual

9 Juni 2020   21:37 Diperbarui: 9 Juni 2020   21:29 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iya sayang. Aku akan segera melamarmu. Doakan agar aku bisa mengurus kepindahanku ke kotamu. Agar kita bisa bersama." Jawab mas Rama di seberang telpon sana. 

"Kapan mas pindah kesini? Bener ya Mas. Jadi mas bisa segera melamar dan kita segera menikah." Ucapku penuh bahagia. 

"Yaela makanya doakan. Emang mudah minta pindah tugas kayak membolak-balik tangan ajah." Balas Mas Rama agak jengkel mungkin dengan serbuan pertanyaanku.

"Hehe iya maaf Mas. Itu karena aku bahagia Mas." Jawabku malu-malu.

Aduh meski Mas Rama jelas tak akan bisa melihat tetap saja aku merasakan panas mukaku seperti terbakar karena malu. Ampyunnn Duwiiiii kenapa ganjen banget sich jadi cewek. Mbokya yang sabar dan kalem, jangan terlalu memperlihatkan perasaan jaga gengsi dong akh, aku mengutuk atas keterlepasanku barusan.

"Sayang ... sudah ya, aku dipanggil atasanku. Doakan selalu. OK?" Bisik Mas Rama di telpon. Terasa terdengar merdu di telingaku.

"Iya Mas semoga lancar usaha untuk bisa pindah tugasnya." Jawabku. Lalu aku menutup telpon Mas Rama setelah memberi salam.

Ya, Mas Rama cowok yang aku kenal dari facebook. Seorang polisi asal Kediri yang bertugas di Kalimantan. Gagah, ganteng dan penuh perhatian yang aku kenal selama setahun ini. Awalnya aku tidak percaya cowok segagah dan seganteng dia belum punya pacar. Tapi seiring berjalannya waktu perhatian Mas Rama yang selalu membuatku meleleh dan akhirnya takluk untuk mau menjadi pacarnya. 

Long Distance Relationship (LDR), hubungan jarak jauh selama setahun ini menjadi ujian buat kami. Kesetiaan Mas Rama selama setahun itulah yang akhirnya seperti serta mengirimkan kado ulang tahun bukti ketulusan Mas Rama, menurutku. Karena aku haus kasih sayang dan juga dikejar deadline menikah oleh orangtua. Bahkan Mas Rama berjanji akan mengajukan mutasi ke kotaku demi menunjukkan cintanya padaku. Seperti di awan-awan rasanya.

Aku sendiri sudah menjomblo selama dua tahun. Sempat menunggu dilamar cowok yang dekat denganku. Seorang teman kantor. Tapi sayangnya, ternyata dia laki-laki yang tidak mau berkomitmen. Usiaku sudah 26 tahun. Di daerahku termasuk perawan tua. 

Orangtua terutama ibu sudah berkali-kali menanyakan dan berusaha menjodohkanku. Tapi aku ingin menikah dengan orang pilihanku sendiri. Aku tidak mau menjadi Siti Nurbaya. Eh kalau Siti Nurbaya dipaksa menikah bukan karena usia perawan tua ya hihihi...Pokoknya aku ingin menikah dengan pilihanku. Titik.

Pagi ini aku malas sekali bangun. Ranjangku seakan begitu posesif menarik membetot tubuhku untuk tetap pada posisinya.  Ah... Seandainya aku sudah menjadi istri Mas Rama pasti aku sudah bangun subuh dan menyiapkan segala keperluan Mas Rama sebelum aku sendiri berangkat ke Dinas Tenaga Kerja tempatku bekerja. Lamunanku buyar ketika terdengar suara gedoran di pintu kamar dari adikku Dudi.

Jdorrr! Jdooorrr!!!

"Kak Duwiii bangun kak...ini handphone kakak di meja makan daritadi bunyi terus akh...berisik tau!" Suara Dudi dibalik pintu kamar.

Aku langsung meloncat dari kasurku. Ya, semalam habis chat dengan temanku, aku merasa haus. Lalu aku mengambil minuman dari kulkas dan lupa membawa handphoneku karena ngantuk banget. Buru-buru aku buka pintu kamarku, dan menyambar handphone yang disodorkan Dudi.

"Busyet dah... Kalem dikit kenapa sich...Bilang makasih kek...Maen sambar ajjah." Umpat Dudi sewot.

"Hehehe... iya maaf Dudi sayang, makasih ya... kunyuk." Balasku senyum menggoda.

"Ya sayang maaf handphone tertinggal di meja makan semala. Gimana ada kabar apa pagi-pagi sudah menelepon." Jawabku tergesa takut membuat Mas Rama bosan menunggu.

"Alhamdulillah aku takut ada apa-apa terjadi padamu cantik... calling tiga kali kok gak diangkat." Balas Mas Rama dengan nada khawatir. Tentu ini yang selalu membuatku merasa melambung di awang-awang. Perhatian kecil dari Mas Rama yang membuatku kangen untuk menunggu telepon dan kata-kata manisnya.

"Sayang...Masih disitu kan? Halooo ?"

"Ops iya Mas Rama maaf-maaf hehehe, baik-baik saja aku Mas. Aku senang mendengar suara Mas Rama jadi ingin segera bertemu." Jawabku buru-buru kaget karena ditegur Mas Rama. Tapi aduhhh mulai dah ganjenku kumat, kenapa ini mulut gak bisa dijaga sebentar saja sih.

"Hehe iya cantik aku juga ingin segera bertemu denganmu sayang."  Lembut suara Mas Rama. Akh tidak seperti bisaanya kalau aku menunjukkan ketidaksabaran pasti Mas Rama terdengar jengah. Ini kok justru menjawab senada dengan rasaku. Akh tentu karena Mas Rama sebetulnya juga memendam rasa kangen dan ingin bertemu juga cuma jaim. Hihiihhi...

"Ah Mas Rama. Ada apa pagi-pagi sudah telepon?"

"Haduch iya ini gara-gara kangen kamu jadi terbawa suasana. Hehehe gini sayang kemarin kan aku bilang mengurus kepindahanku ke Kediri. Mumpung lagi ada mutasi besar-besaran. Ya tahulah segala sesuatu sekarang itu tidak mulus-mulus saja. Harus pakai pelicin. Paham kan?"

"Iya Mas Rama. Hari gini juga. Apalagi ini mutasi antar propinsi." Jawabku cepat.

"Nah itulah, pinter kamu sayang. Kemarin aku sudah transfer ternyata Masih kurang limabelas juta rupiah. Aku diberi waktu sehari untuk melunasinya. Kalau tidak hilang sudah kesempatanku untuk bisa ikut mutasi kali ini sayang. Aku bingung, aku panik. Aku sudah habis uang banyak ini sayang." Keluh Mas Rama.

Aku kaget namun segera berpikir cepat apa yang bisa aku lakukan untuk membantu Mas Ramaku ini agar bisa segera mutasi dengan melunasi tanggungan Mas Rama. Aku ada tabungan sepuluh juta tinggal mencari uang yang lima juta.

"Ehm...aku ada Mas tabungan sepuluh juta. Sebentar aku nanti cari pinjaman yang lima juta kalau tidak ke orangtua ya ke temanku." Jawabku menenangkan Mas Rama supaya tidak panik.

"Aduh sayang terimakasih banyak ya... tapi... jangan ke orangtua dong...kan malu sayang. Masak aku mau melamar kamu eh sudah hutang duluan. Janganlah kalau ke orangtua. Please ya cantik? Janji dah ini aku cuma pinjam sayang. Ketika sudah sampai Kediri nanti aku ganti sekalian aku datang melamarmu."

Betul juga apa kata Mas Rama. Tentu kurang tepat rasanya kalau aku pinjam orangtua, apa kata dunia. Bisa-bisa nanti  Mas Rama bakal mendapat kesan kurang bagus dari orangtua. Apalagi kalau sama kunyuk Dudi jadi bahan ledekan. Ampun dah ogah aku menghadapi mulut nyinyir Dudi.

"Baiklah Mas. Nanti aku pinjam teman saja." Jawabku pelan takut terdengar orang rumah.

"Alhamdulillah terimakasih ya cantik. Eh nanti jangan sampai pukul tiga ya... Deadline jam 3 sore cantik. Kalau lewat itu sia-sialah sudah usahaku, dan uangku yang Masuk juga bakal hangus. Ini hanya pinjam saja kok. " Jelas Mas Rama.

"Iya Mas Rama. Sudah tenang saja. Paling juga tidak lama aku nanti sudah transfer. Ada beberapa teman yang baik dan seperti saudara denganku. Kecil itu. Sudah ditutup dulu ya telponny,  aku mau menelepon teman-temanku supaya segera dapat pinjaman yang lima juta itu." Jawabku cepat karena aku juga gambling nanti teman-teman apakah ada yang bisa memberi pinjaman padaku dengan segera.

Hanya sekali telepon dan benar saja aku langsung mendapat jawaban dari temanku Neni untuk uang lima juta itu. Dia sanggup transfer padaku bahkan langsung pakai Mobile Banking. Yess aku bersorak rasanya sudah tidak sabar lagi segera mentransfer uang yang sangat dibutuhkan Mas Rama. 

Menjadi berarti dan membantu orang yang kita cintai tentu itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Aku segera berlari ke mesin ATM terdekat, karena aku tidak mempunyai Mobile Banking. Setelah aku transfer uang limabelas juta rupiah aku telepon Mas Rama. Tak lama teleponku diangkat Mas Rama.

"Iya sayang gimana? Dapat pinjaman uangnya?" Sergah Mas Rama dengan suara galaunya.

"Alhamdulillah sudah Mas. Barusan saja aku transfer coba Mas Rama cek." Jawabku dengan gembira.

"Ok cantik makasih sebelumnya ya. Alhamdulillah akhirnya aku bisa segera pulang dan melamarmu sayang." Jawab Mas Rama dan menutup telepon setelah memberikan salam.

Tidak sampai setengah jam aku mendapat sms dari Mas Rama kalau transfer sudah Masuk dan ucapan terimakasihnya. Aku bahagia dan bermaksud untuk mengetahui selanjutnya bagaimana dan kapan dia akan pulang serta segala sesuatu tentang janji indahnya selama ini. Dering pertama kedua ketiga tidak diangkat. 

Ah sudahlah mungkin Mas Rama sedang sibuk mengurusi berkas administrasi dan segala sesuatu untuk mutasinya. Keesokan harinya handphone yang aku hubungi tidak bisa, sepertinya dimatikan atau sedang dicharge. Tiga hari berturut tidak bisa aku menghubungi Mas Rama. Dan duniaku serasa runtuh menghilang bersama bayangan Mas Rama. Aku tertipu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun