RIAK RIAK DALAM PROYEK REKLAMASI
Â
Â
Pemerintah Mencabut Moratorium Reklamasi
Kamis, tanggal 05 Oktober 2017 pemerintah mencabut moratorium pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta, kepastian tersebut disampaikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) DKI Jakarta Tuty Kusumawati. Beliau menyebutkan berdasarkan Surat Menko Kemaritiman Nomor 5-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017, pencabutan moratorium berlaku untuk 17 pulau reklamasi. Pembuatan di pulau buatan tersebut dapat dilanjutkan dengan persetujuan DPRD DKI.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa pada tanggal 19 April 2016 Menteri kemaritiman saat itu Rizal Ramli mengeluarkan keputusan moratorium reklamasi dengan alasan sebagai berikut :
- Amdal bermasalah
- Pengelolaan tumpang tindih
- KLHK beri sanksi pengembang
- Terjadi kasus suap pengembang ke DPRD DKI
Adapun pencabutan moratorium reklamasi ini dikarenakan pengembang dianggap telah menyelesaikan point satu dari apa yang disampaikan oleh Rizal Ramli tersebut di atas, pengembang juga telah memenuhi sejumlah syarat yang diminta oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga sanksi administrasi bisa dicabut.Menteri Kemaritiman saat ini menjelaskan bahwa masalah amdal telah selesai, 11 syarat KLHK telah dipenuhi pengembang dan hal tersebut menjadikan KLHK mencabut sanksi admisnitrasi pulau C,D dan G.
Berkaitan dengan hal ini pemerintah menyatakan tidak ada alasan lagi untuk menunda reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, kajian teknis menghasilkan tidak ada masalah dengan proyek tersebut dan pendapatan dari proyek tersebut sebagian akan digunakan untuk memodali pembangunan tanggul raksasa (giant sea wall).
Di sisi lain keputusan pemerintah mencabut moratorium reklamasi di Teluk Jakrta disambut positif oleh kalangan pengusaha . Pencabutan moratorium ini dinilai akan memberikan sentimen positif bagi perekonomian di tanah air. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Haryadi Sukamdani menyatakan, berjalannya kembali proyek reklamasi bakal menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi yang baru.
Namun demikian tim sinkronisasi pasangan gubernur--wakil gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno menyatakan tak akan mengubah sikap terkait reklamasi Teluk Jakarta, seperti diketahui bahwa saat kampanye gubernur- wakil gubernur Jakarta terpilih menyatakan menolak reklamasi.
Senada dengan tim sinkronisasi pasangan gubernur terpilih, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) menyesalkan pencabutan moratorium reklamasi oleh Mentri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. "KSTJ sejak awal telah mencurigai kehadiran Luhut Panjaitan sebagai Menko Kemaritiman akan memuluskan kembali kelangsungan reklamasi," kata Deputi hukum dan Kebijakan KIARA Tigor Hutapea yang menjadi bagian KSTJ. Tigor mengatakan, hal ini ditunjukkan dengan tertutup rapatnya seluruh informasi pembahasan reklamasi. Pemerintah tidak pernah melibatkan pihak-pihak yang menolak reklamasi dalam kajian selama proses moratorium.
KSTJ yang terdiri atas organisasi nelayan, akademisi, mahasiwa, perempuan, dan aktivis lingkungan hidup. Selama proses moratorium KSTJ tidak pernah didengar pendapatnya, berbagai surat penolakan reklamasi dan berbagai upaya informasi publik tidak pernah direspon, ini adalah sikap negatif dari pemerintah kepada masyarakat, demikian Tigor memaparkan. KSTJ, lanjut Tigor mempertanyakan alasan Luhut mencabut moratorium. Sikap ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada tanggal 30 Juni 2016. Saat itu Menko Kemaritiman Rizal Ramli mengumumkan ke publik telah terjadi pelanggaran berat atas pembangunan pulau reklamasi, khususnya pulau G.
Dampak Pencabutan Moratorium Reklamasi
Dampak buruk dari dicabutnya moratorium ini, KSTJ mengingatkan pada pemerintah bahwa dampaknya tidak hanya dirasakan di daerah reklamasi, akan tetapi juga di daerah asal pengambilan material. Diperkirakan, akan muncul konflik agraria, kerusakan lingkungan dan krisis iklim.
Saat moratorium reklamasi, kata Tigor, KSTJ menemukan fakta terjadi peningkatan jumlah tangkapan, baik ikan maupun kerang hijau, yang tentunya berdampak pada kehidupan nelayan.
Intinya, pencabutan moratorium reklamasi ini hanya terkait dengan administrasi tanpa melibatkan secara partisipatif stakeholder masyarakat. Seperti misalnya di lapangan para nelayan merasa dirugikan, dan hanya menguntungkan para pengusaha besar.
Reklamasi Dalam Sudut Pandang Islam
Dalam memandang masalah reklamasi, Islam mempunyai sudut pandang tersendiri jauh sebelum adanya undang-undang yang berlaku dan pelaksanaan reklamasi dibelahan bumi manapun.
Reklamasi memiliki kesamaan makna dengan istilah Al Islahat Al Aradhi Al bahriyah atau memperbaiki tanah yang ada di laut. Adapun kitab yang membahas hal ini adalah kitab Al Kharaj karya Abu Yusuf yang hidup di jaman Kahilafah Umar bin Khattab dan Al Amwal karya Abu Ubaid di jaman Khalifah Harun Al rasyid dengan menggunakan istilah Ihya Al-Mawat.
Ihya Al-Mawat secara etimologi memiliki arti menghidupkan yang mati, namun maksud sebenarnya adalah menghidupkan tanah yang mati (Ihya Al-arddh al-mawat). Istilah ini memiliki perluasan makna, yaitu tak hanya tanah mati berupa hutan belantara saja yang menjadi objek, namun laut, sungai bahkan  kutub sekalipun masuk ke dalamnya.
Setidaknya ada tiga sudut pandang Abu Ubaid mengenai Ihya al-mawatyang dibahas ke-33 dalam karyanya, antara lain :
- Seseorang mendatangai wilayah mati, kemudian menghidupkan sampai muncul aktivitas kehidupan di situ. Sehingga dia berhak atas tempat itu.
- Pemerintah memberikan wilayah yang tidak terurus kepada perorangan atau swasta untuk dikeloladan dihidupkan dikenal dengan istilah iqtha. Maka pemerintah tidak berhak atas tempat itu lagi dan menjadi kepemilikan orang yang menghidupkan tempat tersebut.
- Seseorang yang membuat patok/batas tanah kemudian dia mengklaim bahwa itu miliknya dan melarang orang lain mengakui kepemilikan atas tanah tersebut.
Abu Ubaid melandaskan hal ini pada hadist Rasululloh Saw :
"Siapa saja yang memakmurkan (mengelola) sebidang tanah yang tidak dimilki seorangpun, maka dialah yang lebih berkah (atas tanah tersebut)." (HR. Bukhari dari aisyah RA).
Merujuk dalil di atas, maka Islam memandang proses reklamasi boleh dilaksanakan, apalagi bersandar pada kaidah ushul dalam muamalah yakni asal dalan muamlah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya.Islam adalah Rahmatan lil alamin yang tujuannya untuk mencapai kemashlahatan masyarat secara luas, untuk itulah Rasululloh Saw membolehkan Ihya Al-Mawat, karena disana terdapat kemaslahatan.
Namun, lain hal nya dengan reklamasi yang kini sedang ramai diperbincangkan di negeri kita ini. Disatu sisi ada segolongan orang yang bersikeras untuk melanjutkan reklamasi ini karena memandang bahwa reklamasi ini mendatangkan banyak manfaat diantaranya untuk perluasan lahan di Jakarta, karena memang daratan di Jakarta sedikit, dan juga mereka memandang bahwa reklamsi tersebut bisa meningkatkan paja dan perekonomian.
Namun, perlu diperhatikan pula dampak negatifnya, terutama terhadap lingkungan dan terhadap mata pencaharian nelayan. Beberpa kejanggaln proyek reklamasi Teluk Jakarta : AMDAL baru sebatas adminstrasi, tidak melibatkan masyarakat sekitar, bahkan reklamasi tersebut menyalahi konsep tata ruang, menggunakan tanah dan batu urugan yang diambi dari berbagai kota dengan kreteria tertentu yang bisa merugikan kota tersebut. Menutup akses publik, merusak mata pencaharian nelayan, ekosistem, biota laut,water catchmentdan lain sebagainya.
Moratorium reklamasi di Teluk Jakarta ini menegaskan bahwa kemenangan ada di tangan para pengembang. Dan pembangunan ala kapitalis lebih memenagkan kepeningan pengusaha dibandingkan kepentingan publik/rakyat kebanyakan. Bila pada awalnya reklamasi dimaksudkan unuk menguarangi rob/dampak climate change dan mencegah amblesnya Jakarta, maka semestinya tidak diperlukan pemukinan baru karena Indonesia memilki wilayah yang luas untuk pemukiman. Dari sini nampak jelas, untuk siapa sebetulnya reklamasi ini.
Dalam pandangan Islam, pesisir laut adalah milik umum yang harus dikelola dan diproteksi oleh negara. Dan Islam menurut Islam reklamasi boleh dilaksanakan sepanjang untuk kepentingan umum dan terlarang jika disalahgunakan untuk kepentingan bisnis serta keuntungan pihak-pihak tertentu (swasta) apalagi bila muncul penolakan dari berbagai masyarakat..
Said bin Zaid RA berkata : Rasululloh Saw bersabda:
"Barangsiapa yang merampas sejengkal tanah dibumi ini dengan cara aniaya, maka ALLAH akan mengalungkan tanah yang dirampasnya itu ke lehernya di hari kiamat, dan ketujuh petala bumi " (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Ushul Fiqh, dikenal kaidah "adhdararu yuzalu" yang artinya kerusakan harus dihilangkan dan kaidah lain "adhdharar ala dhirar" yang maknanya kemudharatan/kerusakan tidak boleh dihilangkan dengan melahirkan kemudharatan yang lain.
Melihat begitu banyaknya kemadharatan yang kelak akan dituai akibat pencabutan maratorium ini, pemerintah hendaknya menimbang kembali keputusannya dalam mencabut moratorium reklamasi ini. Jangan sampai penduduk asli (pribumi) tersingkirkan dan mempersilahkan tamu asing masukuntuk menjadi tuan rumah baru.
wallohualambishowab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H