Kini giliran saya masuk. cukup sempit ruangan tersebut, ada 3 buah meja dan banku yang bersilang, dan di masing-masing meja bertumpuk berkas juga kertas-kertas lumayan banyak.
aneh pertanyaan si Bapak, saya ditanyakan kapan menikah, berikut tanggalnya dan berpesan jangan sampai lupa tanggal pernikahan karena bisa gawat!!
Terus dia bertanya lagi tentang anak saya, tidak cukup banyak pertanyaan tentang anak saya.
Dia juga menyinggung tentang saudari saya yang nama hampir serupa "kalian tidak kembarkan" sayang tebakannya salah, saya kembar.
Setelah itu dia menyinggung soal gaji, dia bilang kenapa saya tulis standard perusahaan, yah saya menjelaskan takut perusahaan tidak sanggup membayar sesuai UMR maka saya tulis seperti itu. Yah memang tidak UMR, saya bilang tidak apa, Kalau kecil? Tidak apa juga asal cukup, Kalau tidak cukup? Saya cukup-cukupkan, saya hanya membantu suami mencari tambahan.
Dan si Bapak bertingkah salah tingkah, menggosokan tangannya, membenarkan posisi duduknya berkali-kali sambil bilang "gimana yah" persis orang yang gugup ingin menyatakan cintanya...
Dan akhirnya ingatan saya kembali ke kantin, omongan ibu kantin, perjalanan di lift, juga ID card si ibu paruh baya.
OH MY GOD!!!
Saya lah akhirnya yang membuka percakapan kembali karena si Bapak tidak juga bicara, "kenapa pak? jilbab saya yah". Si Bapak menjelaskan pada akhirnya dengan perasaan yang bersalah, salah tingkah juga mimik muka sedih.
Dengan penuh sopan saya menjelaskan saya mengerti dan ini bukan yang pertama kali jadi tidak terlalu menyakitkan, saya menyalaminya dan keluar dengan perasaan hancur.
Sebelum melanjutkan perjalanan pulang saya sempat menelfon suami dan menjelaskan, di dalam angkot saya seperti orang hilang arah, kecewa berat dan kadang mata saya berkaca-kaca.