Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Writerpreneur dan Social Worker, --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Para Ayah Mengambil Rapor

23 Desember 2023   13:07 Diperbarui: 25 Desember 2023   12:21 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ayah ambil rapor anak | sumber: shutetrstock

Hari ini pengambilan rapor di sekolah anak saya. Ternyata banyak para ayah yang kali ini mengambil rapor anak-anaknya.

Anak saya, kelas 5 sekolah dasar (SD) saat ini, entah kenapa kali ini mamaksa ayahnya buat mengambil rapornya. Bahkan awalnya tak membolehkan saya, ibunya buat turut serta datang ke sekolah. Dia juga mensyaratkan ayahnya harus berpakaian rapi menghadap gurunya dan jangan terlalu banyak bertanya hal nggak penting ke ibu guru, hehe. 

Sampai sekarang belum terkuak, kenapa anak saya begitu memaksa sang ayah buat ketemu ibu guru di semester awal di kelas 5 ini.

Namun akhirnya, karena suami memaksa saya juga ikut, akirnya saya juga ikut serta ke sekolah. Itupun anak saya sedikit ngomel dan bilang kalau ibunya tunggu di luar saja, biar ayah sendiri yang masuk ke dalam kelas dan bertemu bu guru.

Sudah terlanjur ke sekolah juga, akhirnya saya juga ikut masuk ke dalam kelas dan antri buat ambil rapor anak saya. Yang mengejutkan, ternyata saya bertemu 3 ayah lainnya (tanpa istrinya) yang masing-masing mengambil rapor anaknya. Saya jadi merasa agak tidak enak, karena saya sendiri yang ibu-ibu hahaha.

Apakah memang guru sudah memberi pengarahan buat ayah yang ambil rapor? Ternyata tidak juga.

Saya berulang kali membaca WA grup kelas anak saya, yang berisi pengumuman mengambil rapor. Tidak ada kata-kata harus diambil ayah. Cuma, ada keterangan rapor diambil orang tua murid atau walinya bila memang berhalangan. Artinya standar saja.

Ayah pertama, tampak sangat serius mendengarkan penjelasan bu guru tentang prestasi anaknya sambil sesekali bertanya. Menariknya ibu wali kelas terlihat sangat mengetahui anak-anak secara personal.

Saya mendengar detail percakapan mereka karena duduk kebetulan agak kedepan. Dan diantara keempat orang tua yang mengambil rapor tersebut, kami memang urutan kedatangan yang terakhir.

Ayah yang kedua, saya dengar juga ibu wali menjelaskan kelebihan anaknya dan tidak berbicara kekurangan. Dan yang menarik beliau juga bertanya apa kabar ibu si anak dan usaha sang ibu yang berbisnis kain sasirangan (kain khas Kalsel) yang mereka jalankan. 

Sang ayah menjelaskan secara ringkasnya, istrinya tidak bisa ikut berhadir karena sedang banyak pesanan dan membimbing para pekerja di home industry mereka. Sang ayah juga bercerita cara penjualan mereka yang hanya dari rumah saja menjalankan bisnisnya. Wah, menarik juga ibu guru sampai bertanya soal hal ini.

Ayah ketiga lain lagi. Dia tampak repot karena membawa anaknya yang kira-kira masih berusia 2 tahunan. Walaupun ada sang kakak, teman sekelas anak saya yang juga ikut mengambil rapornya, yang ikut menjaga sang adik. Setelah menjelaskan tentag prestasi sang anak, ibu guru menanyakan kondisi kesehatan ibu si anak.

Ayah ikut berperan dalam pengasuhan anak (foto: kompas.com)
Ayah ikut berperan dalam pengasuhan anak (foto: kompas.com)

Wah jujur saya aja baru tahu kalau ibu temen anak saya ini sakit. Mungkin ya karena memang saya jarang ke sekolah dan tidak banyak bergaul sama ibu-ibu di sekolahan anak.

Hebat juga pikir saya ibu guru tahu banyak dan terlihat sangat berempati. Ternyata ibu si anak mengalami stroke dan sudah mulai belajar jalan lagi dan dalam masa pemulihan. Terjawab sudah mengapa anak dua tahunnya juga ikut dibawa sang ayah mengambil rapor kakaknya. Ya mungkin karena nggak ada yang bisa jagain di rumah juga.

Tiba giliran kami dalam mengambil rapor.

Tidak hanya suami, saya juga ikut maju kedepan. Rapor anak saya sih biasa saja. Ibu guru tidak menyebut-nyebut soal peringkat di kelas dan kami juga tidak bertanya. 

Yang jelas, kata dia anak saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik, berprilaku sopan di kelas dan bisa bergaul dengan baik di kalangan teman-temannya. Tentu bagi kami itu sudah cukup. 

Kami sempat berdiskusi banyak soal pembelajaran matematika di kelas dan minimnya literasi anak-anak saat ini, padahal soal matematika kelas 5 kebanyakan sudah soal cerita. 

Oh iya, karena maju kedepannya berdua, suami saya jadi nggak banyak bicara. Pembicaraan dan pertanyaan ke guru soal anak di dominasi istrinya ini, hahaha. Agak menyesal juga tadi ikut ambil rapor dan terlalu banyak bicara.

AYAH HARUS TAHU PERKEMBANGAN ANAK

Mengapa mengambil rapor identik dengan para ibu? 

Saya juga tidak tahu darimana asalnya. Tapi, ketika saya masih SD dulu, almarhum ayah saya sih yang sering datang urusan sekolah (ikut mengantar membeli seragam dan buku) termasuk ambil rapor anaknya.

Nah sekarang, peran tersebut banyak yang dibebankan kepada ibu. Lihat saja kalau ada rapat orang tua murid di sekolah, rata-rata yang datang ya ibu-ibu. Ada sih beberapa bapak-bapak. Begitu juga dengan grup WA wali murid (yang biasanya ada guru juga). Rata-rata isinya ya ibu-ibu. Ada beberapa juga bapak-bapak. Tapi ya mendominasi ya para ibu.

Padahal kita tentu sepakat, pendidikan anak-anak tak hanya tanggung jawab ibu tapi lebih besar tanggung jawab para ayah. 

Psikolog anak dan remaja, Ari Pratiwi dari Universitas Brawijaya Malang juga mengatakan bahwa keterlibatan ayah bukan hanya sekadar pelengkap, melainkan sebuah kontribusi berharga yang membentuk dasar kuat bagi masa depan anak. 

Menurutnya kebanyakan ayah di Indonesia tidak berkontribusi aktif dalam perkembangan anak, mereka cenderung memberikan peran besar ini kepada sang Ibu. 

Padahal hal ini justru salah kaprah, sebab seorang ayah juga berdampak besar dalam mengasuh anak. Terlebih, keterlibatan ayah dalam mengasuh anak, akan membuat sang anak merasa lengkap karena mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya (kompas.com yang dilansir dari laman Univ Airlangga 17/11/2023).

Pentingnya peran ayah bukan hanya dalam mencari uang buat kebutuhan anak-anak belaka, tapi yang lebih penting adalah keterlibatan secara langsung, hadir secara fisik dan emosional dan bersedia membantu anak dalam perkembangannya. Termasuk di dalamnya adalah soal pendidikan.

Tidak ada salahnya kan ayah ikut mengajari anak matematika, ikut dalam rapat-rapat kelas, antar jemput anak sekolah sampai ikut terlibat memikirkan ekskul apa yang cocok buat anak-anak mereka. 

Semoga kedepannya makin banyak lagi ayah-ayah yang peduli pada pendidikan anak-anak Indonesia sehingga anak-anak Indonesia tidak pernah krisis kasih sayang ayah.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun