Sang ayah menjelaskan secara ringkasnya, istrinya tidak bisa ikut berhadir karena sedang banyak pesanan dan membimbing para pekerja di home industry mereka. Sang ayah juga bercerita cara penjualan mereka yang hanya dari rumah saja menjalankan bisnisnya. Wah, menarik juga ibu guru sampai bertanya soal hal ini.
Ayah ketiga lain lagi. Dia tampak repot karena membawa anaknya yang kira-kira masih berusia 2 tahunan. Walaupun ada sang kakak, teman sekelas anak saya yang juga ikut mengambil rapornya, yang ikut menjaga sang adik. Setelah menjelaskan tentag prestasi sang anak, ibu guru menanyakan kondisi kesehatan ibu si anak.
Wah jujur saya aja baru tahu kalau ibu temen anak saya ini sakit. Mungkin ya karena memang saya jarang ke sekolah dan tidak banyak bergaul sama ibu-ibu di sekolahan anak.
Hebat juga pikir saya ibu guru tahu banyak dan terlihat sangat berempati. Ternyata ibu si anak mengalami stroke dan sudah mulai belajar jalan lagi dan dalam masa pemulihan. Terjawab sudah mengapa anak dua tahunnya juga ikut dibawa sang ayah mengambil rapor kakaknya. Ya mungkin karena nggak ada yang bisa jagain di rumah juga.
Tiba giliran kami dalam mengambil rapor.
Tidak hanya suami, saya juga ikut maju kedepan. Rapor anak saya sih biasa saja. Ibu guru tidak menyebut-nyebut soal peringkat di kelas dan kami juga tidak bertanya.Â
Yang jelas, kata dia anak saya bisa mengikuti pelajaran dengan baik, berprilaku sopan di kelas dan bisa bergaul dengan baik di kalangan teman-temannya. Tentu bagi kami itu sudah cukup.Â
Kami sempat berdiskusi banyak soal pembelajaran matematika di kelas dan minimnya literasi anak-anak saat ini, padahal soal matematika kelas 5 kebanyakan sudah soal cerita.Â
Oh iya, karena maju kedepannya berdua, suami saya jadi nggak banyak bicara. Pembicaraan dan pertanyaan ke guru soal anak di dominasi istrinya ini, hahaha. Agak menyesal juga tadi ikut ambil rapor dan terlalu banyak bicara.
AYAH HARUS TAHU PERKEMBANGAN ANAK
Mengapa mengambil rapor identik dengan para ibu?Â