Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Writerpreneur dan Social Worker, --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Masih Banyak PR Kolaborasi Guru dan Orang Tua

21 November 2023   22:18 Diperbarui: 22 November 2023   07:50 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru mengajar di sekolah (sumber foto : kompas.com)

Kolaborasi guru dan orang tua dipercaya menjadi kunci salah keberhasilan pendidikan anak-anak di sekolah.

Saat itu anak laki-laki saya masih kelas 3 sekolah dasar (SD). Hari itu mereka belajar di perpustakaan sekolah. Tentu harapannya, selain mereka belajar literasi dengan berbagai bacaan yang tersedia, namun juga menikmati fasilitas perpustakaan sekolah yang sangat friendly. Saya sebut friendly karena memang saat itu baru selesai renovasi dan perpustakaannya dirancang dengan sangat bagus.

Ruangan dan dinding perpustakaan diberi wallpaper yang menarik. Demikian pula kursi dan meja-meja dirancang sesuai usia anak-anak. Meja dan kursi warna-warni tentu menambah daya tarik perpustakaan ini.

Namun ternyata disinilah awal masalahnya. Belajar di perpustakaan yang harusnya positif, justru dimanfaatkan anak-anak buat berlari-larian termasuk anak saya yang saat itu masih aktif-aktifnya.

Bersama seorang temannya, bukan hanya berlari-larian biasa tetapi sampai naik ke atas-atas meja perpustakaan yang memang pendek saja dan terjangkau buat main. Dan, tanpa disangka, patahlah meja yang relatif baru tersebut. Kelakuan anak saya dan salah seorang temannya ini tentu saja menimbulkan kehebohan. 

Siangnya, wali kelas anak saya menghubungi dan menceritakan permasalahan yang terjadi. Dia juga meminta, orang tua ke sekolah secepatnya untuk melihat meja yang rusak dan mendiskusikan langkah selanjutnya yang harus diambil.

Siang itu juga saya meluncur ke sekolah. Bersama wali kelas "meninjau" langsung ke lokasi perpustakaan sekolah dan melihat meja yang patah tersebut. Akhirnya kesimpulannya meja harus diganti atau diperbaiki kembali, dan anak/orang tua diminta bertanggung jawab. Saya juga diberikan nomer handphone orang tua teman anak saya.

Atas kesepakatan bersama dengan orang tua teman anak saya, kami patungan sejumlah uang untuk memperbaiki meja yang rusak. Kebetulan orang tua anak teman saya tersebut punya kenalan untuk memperbaiki kaki meja.

Yang menarik dari kasus ini, guru bukan hanya bekoordinasi dengan orang tua untuk mengganti meja yang dirusak tapi juga dengan anak-anak yang telah melakukan pengrusakan. Mereka memang tidak di hukum sesuatu pada kasus tersebut tetapi diminta untuk meminta maaf khususnya kepada orang tua yang cukup direpotkan karena ulah mereka.

Koordinasi dan kolaborasi guru dan orang tua memang sangat nyata dalam kasus ini. Guru menyampaikan dnegan baik permasalahannya dan orang tua juga tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Anak pun tetap dilibatkan dan diberi tahu di bagian mana kesalahannya, meskipun barangkali belum paham sepenuhnya. Tetapi sudah diberikan pemahaman sesuai usianya, saat itu.

**

Sebagai orang tua dari anak-anak yang masih sekolah dan kuliah, saya paham sekali tugas guru tentu tak mudah. Guru SD misalnya, dimana anak-anak masih di usia yang relatif muda saat ini tentu berhadapan dengan banyak tantangan.

Mulai "kenakalan" ala anak-anak SD sampai kasus bullying. meningkat masa SMP dan SMA tentu permasalahan lebih kompleks lagi. 

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah kasus yang juga viral di media sosial. Dalam video terlihat, seorang siswa yang lepas baju di sekolah dan menantang gurunya berkelahi. 

Remaja yang kemudian diketahui berinisial HK (16), siswa sebuah SMA di Kalimantan Tengah mengajak guru berkelahi karena HK tak terima ditegur oleh gurunya. Dia ditegur karena berpakaian tak rapi. Kasus siswa menantang guru berkelahi ini disikapi tegas oleh pihak sekolah. HK mendapatkan sanksi berat seusai menantang gurunya berkelahi. HK dikeluarkan dari sekolah dan disarankan mengikuti paket C untuk mendapatkan ijazah SMA. (detik.com,27/10)

Ini tentu salah satu contoh saja bagaimana guru harus berhadapan dengan murid zaman sekarang yang karakternya sangat berbeda dengan murid-murid di masa lalu. 

Belum lagi soal up grade skill yang mengharuskan guru harus mempunyai bekal skill mengajar mumpuni (bersaing dengan dunia digital) tapi sekaligus dibebani dengan mendidik, bersaing dengan anak-anak yang sudah terkontaminasi dengan gadget. Tentu bukan pekerjaan mudah. Namun bersyukurnya, semakin hari, semakin banyak kita lihat guru-guru dengan kualitas yang semakin baik.

Menyerahkan pendidikan ke guru dan sekolah tentu bukan hal yang bijak. Orang tua tetap dituntut untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sekolah. Salah satu yang sudah banyak sekarang dilakukan saat ini adalah orang tua tergabung dalam grup WA kelas sehingga memang lebih gampang meng-update berbagai aktivitas anak di sekolah.

Kemudian dari sekolah juga memang harus mau melibatkan orang tua secara lebih baik dengan memperbanyak pertemuan sekolah,guru dan orang tua dalam berbagai bentuk. 

Baik dalam bentuk seminar parenting, keterlibatan dalam berbagai kegiatan sekolah sampai pemecahan masalah bersama, seperti contoh yang saya ceritakan di awal tulisan ini. 

Pekerjaan rumah (PR) sekolah saat ini juga mungkin akan bertambah dengan mengetahui lebih jauh bagaimana pendidikan anak di rumah, apalagi untuk siswa yang bermasalah. Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin konsistensi pendidikan. Dalam artian, apa yang sudah dilakukan sekolah sejalan dengan pendidikan yang diberikan di rumah. Ini tentu tidak mudah apalagi bila pihak orang tua tidak terbuka dan enggan bekerja sama. 

PR kolaborasi sekolah dan orang tua tentu masih banyak lagi. Apalagi dengan semakin banyaknya murid di sekolah memang akan semakin sulit menciptakan kondisi yang ideal dalam kolaborasi ini, walau bukan berarti tidak mungkin.

Semoga bermanfaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun