Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Writerpreneur, social worker, suka baca, bersih2 rumah dan jalan pagi --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Belajar Pendidikan Karakter di Film "Budi Pekerti"

10 November 2023   15:35 Diperbarui: 11 November 2023   16:36 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau dunia terlalu berisik, tutup telinga kita sebentar saja, lalu dengarkan detak jantung kita. Pejamkan mata sebentar, tarik nafas yang dalam dan berterima kasih untuk hari ini." (Ibu Prani -- Film Budi Pekerti)

Memutuskan menonton film ini karena review seorang teman baik dan membaca banyak review di media sosial, Film Budi Pekerti ternyata memang luar biasa. 

Seperti sudah banyak diulas, film ini berkisah tentang kehidupan seorang guru yang berubah drastis hanya karena video berdurasi 20 detik  viral di media sosial.

Adalah ibu Prani (Sha Ine Febriyanti),  guru  Bimbingan Konseling (BK) yang sempat hampir di promosikan jadi wakil kepala sekolah, suatu hari ingin membeli kue putu legendaris di Yogyakarta buat sang suami yang mengalami depresi. 

Tapi kemudian dia harus bertengkar dengan pembeli lain hanya soal sepele : soal  antrian pembelian kue putu. 

Kemarahan dan emosi yang meledak-ledak dari ibu Prani kemudian diam-diam di video oleh seorang netizen (warga internet)  dan viral dalam sekejap. 

Viralnya video ini ternyata berimbas pada banyak hal. Apalagi banyak komentar negatif netizen yang menyangka bu Prani mengucapkan kata kasar " asu" (anjing) padahal sebenarnya mengucapkan kata "ah suwi" (lama-bahasa Jawa).  

Akhirnya, video bukan hanya diketahui kepala sekolah, guru-guru, murid bahkan orang tua murid yang juga turut terusik dan "menghakimi" bu Prani dan keluarganya.

Pengaruh lebih besar juga terjadi kepada keluarga besar bu Prani. Ditengah konsentrasi pengobatan kepada sang suami yang sedang depresi, masalah ini juga turut memusingkan dua anaknya, Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Aldi Yunanda). Tita yang berprofesi sebagai anggota band independen sekaligus usaha jualan pakaian bekas sangat terpengaruh atas kasus sang ibu. 

Apalagi, Muklas yang berprofesi sebagai content creator juga sempat dihujat netizen. Sebelumnya dia empat mengaku tak mengenali sang ibu yang memakai masker di tempat kejadian. Tentu saja Muklas berbohong. Kebohongannya sangat gampang terlacak oleh netizen yang memang sangat pintar mencari informasi dan celah dalam sebuah peristiwa.

Namun, Kedua anak ini  yang kemudian banyak membantu dalam penyelesaian permasalahan walau kendala demi kendala terus dihadapi. 

Sang bapak  bernama Didit (Dwi Sasono) diharapkan tidak mengetahui permasalahan tersebut karena sedang mengidap depresi. Walau pada akhirnya mengetahui juga permasalahan ini.

Kisah dalam film Budi Pekerti, jelas-jelas menyindir sikap kita barangkali khusunya  sikap nitizen dalam memperlakukan media sosial.  Film ini terasa sangat relate (memiliki hubungan) dengan kondisi bagaimana orang bisa menyebarkan hoaks dengan semena-mena tanpa check and ricek terlebih dahulu di era kebebasan medsos saat ini.

Namun demikian, film ini sekaligus memberi banyak pelajaran soal bagaimana keluarga sebenarnya menjadi benteng terakhir ketika seseorang tertimpa sebuah permasalahan. Bu Prani dan keluarga berhasil membuktikan kekompakan keluarganya walau seringkali terjadi perselisihan "internal".

Salah satu adegan menarik ketika Tita membeli sebungkus bakso di tengah derasnya hujan dan  kemudian mendatangi bapak,ibu dan adiknya hanya untuk diberikan masing-masing sebutir bakso saja. Mengharukan !

**

Selain pelajaran tentang bagaimana bermedia sosial yang tepat dan pentingnya menyaring segala informasi, film karya  Wregas Bhanuteja ini juga menghadirkan banyak pelajaran ,khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang pendidikan.

Pertama, Bu Prani sebagai guru BK, terlihat memang sangat totalitas dalam mengajar. Bahkan bisa dikatakan sangat personal. 

Dia mengenal dengan baik semua muridnya dan anti memberikan hukuman kepada muridnya. Hukuman diganti dengan dengan sebuah kata yaitu : refleksi. Hal yang kemudian dikenang muridnya hingga mereka dewasa.

Salah satu refleksi diberikan kepada muridnya yang suka berantem di sekolah dan terancam di DO. Murid tersebut, yang benama Gora (diperankan Omara Esteghlal) diharuskannya untuk membantu orang menguburkan mayat di pekuburan selama dua bulan. 

Refleksi ini dimaksudkannya agar Gora lebih menghargai kehidupan  dengan mengetahui bahwa umur manusia ada batasnya, jangan sampai dimanfaatkan untuk hal tak berguna.

Walaupun di kemudian hari, kasus refleksi kepada Gora ini  menjadi viral (lagi) dan banyak orang tua murid yang protes karena takut anak-anaknya mendapatkan refleksi yang tidak tepat dari Bu Prani.

Namun dari sini kita belajar, kemampuan Bu Prani melihat muridnya sebagai individu yang unik membuatnya  bisa memberikan refleksi yang tidak sama kepada setiap murid. Bahkan hal ini sudah dipikirkannya dalam-dalam. Salah satu muridnya misalnya, diharuskan menanan dua pot kecambah.

Satu pot harus dirawat dibisikkan kata-kata positif setiap hari.Sedangkan satu pot lagi dipenuhi kata-kata cacian setiap harinya. Apa hasilnya? mungkin penonton akan mengira, yang diberikan pujianlah yang akan bertumbuh dengan baik.

Namun faktanya, kedua kecambah tersebut tumbuh sama tingginya ketika dilakukan pengecekan di hari yang ditentukan. Memang, tidak dijelaskan lebih lanjut, apa kesimpulan dari refleksi kecambah ini.

Tetapi, sebagai penonton,  kalau boleh menebak, ini merefleksikan apapun yang terjadi dalam hidup, baik buruk, sesuatu akan terus dan tetap bertumbuh dengan caranya sendiri-sendiri. Tidak usah banyak peduli dengan omongan atau 'semangat" dari orang lain. Tentu semua orang bisa punya persepsi masing-masing.

 "Kalau dituduh salah masa diam saja, " ujar Tita dalam sebuah adegan di film ini. Pelajaran karakter kedua ini, menggambarkan, jangan mau digiring opini oleh media sosial. Yang benar harus tetap disuarakan walau bu prani dan anak-anaknya juga sangat sadar bahwa  siapa paling banyak bicara dianggap yang paling benar. 

Tita yang mati-matian membantu agar ibunya pulih nama baiknya bahkan kemudian harus mengorbankan persahabatannya dengan teman-teman di band-nya.

Ketiga, walaupun jalan pintas selalu tersedia, pikirkan baik-baik sebelum  menempuh jalan itu. Meskipun bu Prani, banyak disarankan untuk meminta maaf dan megaku bersalah, bahkan juga disarankan oleh Muklas sang anak, bu Prani berpikir sangat panjang untuk melakukan jalan pintas tersebut.

Walaupun video sudah sempat dibuat dan diedit, upload akhirnya tak jadi dilakukan karena bu Prani enggan meminta maaf dan mengakui apa yang tidak dilakukannya. Kejujuran menjadi poin kunci dari semuanya, dan jangan tergoda dengan jalan pintas.

Berlatar pandemi dan setting film di Yogyakarta, film ini juga sarat dengan plot twist. Menghadirkan alur cerita yang tak terduga-duga, mengecoh penonton dan memberi banyak kejutan cukup memuaskan bagi para penonton. Tentu ditambah musik pendukungnya mampu menghadirkan haru sekaligus kegembiran yang silih berganti buat penonton.

Pada akhirnya, berdurasi 1 jam 51 menit ini mengajarkan banyak hal. 

Juga soal hidup, yang bagi banyak orang sudah sangat membingungkan akibat pengaruh media sosial yang sangat masif. 

Sejatinya, hidup memang seharusnya tidak selalu mendengarkan "keberisikan" yang terjadi di luar sana. Hidup juga sebaiknya punya prinsip yang kuat,walaupun itu berbeda dengan pendapat orang kebanyakan. Tak apa-apa.

Jangan lupa : berterima kasihlah untuk hari ini.. 

Semoga bermanfaat.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun