Walaupun di kemudian hari, kasus refleksi kepada Gora ini  menjadi viral (lagi) dan banyak orang tua murid yang protes karena takut anak-anaknya mendapatkan refleksi yang tidak tepat dari Bu Prani.
Namun dari sini kita belajar, kemampuan Bu Prani melihat muridnya sebagai individu yang unik membuatnya  bisa memberikan refleksi yang tidak sama kepada setiap murid. Bahkan hal ini sudah dipikirkannya dalam-dalam. Salah satu muridnya misalnya, diharuskan menanan dua pot kecambah.
Satu pot harus dirawat dibisikkan kata-kata positif setiap hari.Sedangkan satu pot lagi dipenuhi kata-kata cacian setiap harinya. Apa hasilnya? mungkin penonton akan mengira, yang diberikan pujianlah yang akan bertumbuh dengan baik.
Namun faktanya, kedua kecambah tersebut tumbuh sama tingginya ketika dilakukan pengecekan di hari yang ditentukan. Memang, tidak dijelaskan lebih lanjut, apa kesimpulan dari refleksi kecambah ini.
Tetapi, sebagai penonton, Â kalau boleh menebak, ini merefleksikan apapun yang terjadi dalam hidup, baik buruk, sesuatu akan terus dan tetap bertumbuh dengan caranya sendiri-sendiri. Tidak usah banyak peduli dengan omongan atau 'semangat" dari orang lain. Tentu semua orang bisa punya persepsi masing-masing.
 "Kalau dituduh salah masa diam saja, " ujar Tita dalam sebuah adegan di film ini. Pelajaran karakter kedua ini, menggambarkan, jangan mau digiring opini oleh media sosial. Yang benar harus tetap disuarakan walau bu prani dan anak-anaknya juga sangat sadar bahwa  siapa paling banyak bicara dianggap yang paling benar.Â
Tita yang mati-matian membantu agar ibunya pulih nama baiknya bahkan kemudian harus mengorbankan persahabatannya dengan teman-teman di band-nya.
Ketiga, walaupun jalan pintas selalu tersedia, pikirkan baik-baik sebelum  menempuh jalan itu. Meskipun bu Prani, banyak disarankan untuk meminta maaf dan megaku bersalah, bahkan juga disarankan oleh Muklas sang anak, bu Prani berpikir sangat panjang untuk melakukan jalan pintas tersebut.
Walaupun video sudah sempat dibuat dan diedit, upload akhirnya tak jadi dilakukan karena bu Prani enggan meminta maaf dan mengakui apa yang tidak dilakukannya. Kejujuran menjadi poin kunci dari semuanya, dan jangan tergoda dengan jalan pintas.
Berlatar pandemi dan setting film di Yogyakarta, film ini juga sarat dengan plot twist. Menghadirkan alur cerita yang tak terduga-duga, mengecoh penonton dan memberi banyak kejutan cukup memuaskan bagi para penonton. Tentu ditambah musik pendukungnya mampu menghadirkan haru sekaligus kegembiran yang silih berganti buat penonton.
Pada akhirnya, berdurasi 1 jam 51 menit ini mengajarkan banyak hal.Â