Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pengalaman Menggunakan Sumur Bor, Air PAM dan Soal Perizinan

5 November 2023   07:06 Diperbarui: 7 November 2023   10:53 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru sekitar tiga tahun terakhir, masuk PAM di komplek dan hampir semua beralih ke PAM

Ketika membeli rumah di Depok pada 2004, salah satu yang ditawarkan penjualnya adalah airnya bagus. Dan ternyata memang benar adanya.

Kami menggunakan sumur bor untuk berbagai keperluan di rumah. Kalau buat keperluan memasak dan minum memang menggunakan air mineral langganan. Tapi buat keperluan lain, jelas-jelas menggunakan air tanah. Sumur bor kami tak dalam banget, hanya 9 meteran saja. Itupun sepanjang tinggal di Depok hanya sekali diperdalam karena saat itu kemarau panjang.

Untuk menyalurkan airnya, kami memakai mesin air yang akan menyalurkan airnya ke sebuah toren besar di atas rumah untuk kemudian disalurkan ke keran-keran dalam rumah.

Mesin air yang bisa dikatakan awet banget, karena sejak 2004 tidak pernah diganti. Bahkan ada hingga saat ini, walau tak pernah digunakan lagi. Kalaupun ada kerusakan, misal air tidak mengalir, cukup memanggil tukang yang bisa memperbaiki mesin air tersebut. 

Secara umum, kualitas air sumur bor di rumah kami ini sangat bagus. Airnya jernih bening, tidak berwarna dan tidak berbau juga.

Hanya bila kami pulang kampung agak lama misalnya dan menyalakan lagi mesin air, biasanya airnya akan tidak jernih seperti biasanya alias butek terlebih dahulu. Cukup dinyalakan beberapa menit dan airnya dibuang dahulu, air akan jernih seperti sedia kala lagi.

Hal berbeda banget ketika suatu hari berkunjung ke rumah salah satu saudara di Balaraja, Tanggerang Banten. 

Saat itu menumpang ke kamar mandinya dan saya kaget banget karena air dalam bak mandinya warnanya kuning dan bau tanahnya juga tercium jelas. Untungnya hanya numpang cuci tangan dan bebersih secukupnya saja.

Dari penjelasan tuan rumah, ternyata dari tahun ke tahun air sumur bor di wialayah tersebut memang berwarna kuning. 

Salah satu efeknya katanya, tidak bisa digunakan buat mencuci baju,khususnya berwarna putih. Untuk keperluan mencuci dan makan minum, mereka harus membeli lagi air yang biasanya dijajakan pedagang keliling. 

Kemungkinan air tanah mereka demikian karena wialayah sekitarnya banyak pabrik-pabrik besar (wilayah industri) sehingga airnya bisa dikatakan tercemar.

Saat itu, saya bersyukur sekali, air di rumah Depok, jernih dan sama sekali tak bermasalah buat berbagai keperluan.

Secara umum, memang menggunakan sumur bor banyak sekali keuntungan yang didapatkan, salah satunya tentu saja tak perlu membayar biaya air langganan alias gratis. Listrik yang digunakan mesin air pun, walau digunakan dari pagi hingga malam juga tidak terjadi pembengkakan berlebihan ketika pembayaran (kami menggunakan listrik pasca bayar).

Hanya saja, seperti saya jelaskan diatas, biaya buat perbaikan pompa memang ada sesekali. Atau mungkin biaya memperdalam sumur, itu baru sekali kami lakukan.

Keuntungan lainnya, air sumur bor atau air tanah ini bisa disimpan dalam toren. Karena memiliki toren yang lumayan besar tentu saja bisa buat cadangan juga bila sesekali mati listrik dan tentu mesin air juga mati bila tak ada listrik.  

Keuntungan lainnya, air tanah yang masih belum tercemar, katanya banyak  mengandung  mineral yang penting bagi kesehatan dan kulit bila digunakan buat mandi misalnya. Air tanah yang dimasak sampai mendidih juga tak masalah buat digunakan untuk keperluan sehari-hari.

Namun periode penggunaan air sumur bor di rumah ini akhirnya berakhir dengan ada kebijakan baru di komplek kami yang menyarankan warga untuk berlangganan air perusahaan air minum (PAM). 

Walau tidak ada paksaan, mayoritas mengambil peluang ini. Apalagi saat itu, biaya pemasangan gratis saja dan kemudian tentu saja membayar biaya bulanan yang tergantung pemakaian masing-masing keluarga.

Bagaimana review saya setelah ikut berlangganan di perusahaan daerah air minum (PDAM)/ PAM? 

Menurut saya sih bagus banget.Selain tidak lagi menggunakan air tanah yang katanya merusak lingkungan, airnya juga terjamin dari sisi kualitasnya.

Alhamdulillahnya lagi, selama berlangganan, airnya cukup lancar mengalir bahkan bisa dikatakan tak pernah mati dan bermasalah.

Cuma memang ada tetangga yang mengeluh soal pembayarannya yang tidak bisa diprediksi. Misal bulan ini terlihat murah, tetapi bulan dengan depan tiba-tiba tagihan pembayaran melonjak berkali lipat padahal tetangga ini merasa pemakaiannya biasa saja.  Hal seperti ini mungkin saja terjadi, namun bisa dikomunikasikan dengan pihak PAM-nya mengapa bisa terjadi.

**

Perihal aturan tentang izin air tanah, mungkin memang perlu dikaji lebih lanjut.

Seperti yang kita sudah ketahui bersama, baru-baru ini menteri ESDM mewajibkan masyarakat yang memakai air tanah untuk mendapatkan izin dari Kementerian ESDM. 

Ketentuan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Aturan ini ditandatangani Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 14 September 2023. Pada aturan tersebut disebutkan bahwa baik instansi pemerintah, badan hukum, lembaga sosial, maupun masyarakat perlu mengurus izin penggunaan air tanah dari sumur bor atau gali. (kompas.tv 27/10).

Aturan ini barangkali memang positif. Pemerintah artinya lebih sadar lagi bahwa penggunaan air tanah saat ini sudah sedemikian masif dan sudah masuk dalam kategori membahayakan lingkungan. Konservasi air menjadi titik penting dalam aturan ini. Hal ini tentu juga kita sepakati bersama. 

Namun demikian, mengapa perlu dikaji lebih lanjut? 

Pertama, tentu harus jelas, masyarakat mana yang dilarang menggunakan air tanah dan mengurus izin tersebut. Apakah hanya wilayah tentu ataukah perlu di seluruh Indonesia langsung? Dalam aturan memang disebutkan peraturan perizinan ini buat instansi pemerintah, badan hukum, lembaga sosial, maupun masyarakat. 

Isi aturan memang juga menyebutkan, penggunaanair tanah paling sedikit 100 meter kubik per bulan per kepala keluarga, atau penggunaan air secara berkelompok dengan ketentuan lebih dari 100 meter kubik per bulan per kelompok, perlu mengajukan izin ke Kementerian ESDM.

Pertanyaannya lagi, bagaimana pemerintah bisa melakukan pengecekan berapa penggunaan air tanah yang digunakan masyarakat/instansi? apa indikator/alat pengukuran pemakaiannya sehingga bisa tahu diatas 100 meter kubik per bulan? 

Untuk Jabodebek misalnya penggunaan air tanah memang tidak recommended lagi. Selain kualitas air sudah tidak terlalu bagus lagi juga penduduk sudah sangat padat. Bisa dipastikan persoalan konservasi air jadi taruhannya.

Kedua, soal akses air bersih. Bila pemerintah memang mengeluarkan aturan perizinan soal penggunaan air tanah dan menyarankan masyarakat untuk berpindah menggunakan jasa perusahaan air minum, perlu dikaji juga, apakah akses perusahaan air minum sudah merata? Bila di komplek kami saja baru sekitar 3 tahun terakhir ada akses PAM-nya (walau kabarnya pipanya sudah lama), bisa diperkirakan bagaimana daerah lain yang lebih "pedalaman" di Jabodetabek.

Ketiga, soal perizinan. Sudah jadi rahasia umum juga, perizinan seringkali berdampingan dengan persoalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Apakah perizinan soal penggunaan air tanah ini akan membuka celah baru soal KKN tersebut? Bagaimana bila akhirnya yang mendapat izin justru malah instansi dan perusahaan besar yang berhasil "bermain" dengan orang dalam?

Tiga hal tentu harus menjadi kajian lebih lanjut. Sekali lagi, kita tentu sepakat penggunaan air tanah secara berlebihan bisa merusak lingkungan.

Namun cara terbaik tampaknya bukan soal perizinan, tetapi perlu edukasi dan sosialiasi yang baik ke masyarakat tentang dampaknya dan tentu solusi buat masyarakat yang sudah bertahun-tahun menggunakan sumur bor/air tanah ini.

Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun