Kedua, soal akses air bersih. Bila pemerintah memang mengeluarkan aturan perizinan soal penggunaan air tanah dan menyarankan masyarakat untuk berpindah menggunakan jasa perusahaan air minum, perlu dikaji juga, apakah akses perusahaan air minum sudah merata? Bila di komplek kami saja baru sekitar 3 tahun terakhir ada akses PAM-nya (walau kabarnya pipanya sudah lama), bisa diperkirakan bagaimana daerah lain yang lebih "pedalaman" di Jabodetabek.
Ketiga, soal perizinan. Sudah jadi rahasia umum juga, perizinan seringkali berdampingan dengan persoalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Apakah perizinan soal penggunaan air tanah ini akan membuka celah baru soal KKN tersebut? Bagaimana bila akhirnya yang mendapat izin justru malah instansi dan perusahaan besar yang berhasil "bermain" dengan orang dalam?
Tiga hal tentu harus menjadi kajian lebih lanjut. Sekali lagi, kita tentu sepakat penggunaan air tanah secara berlebihan bisa merusak lingkungan.
Namun cara terbaik tampaknya bukan soal perizinan, tetapi perlu edukasi dan sosialiasi yang baik ke masyarakat tentang dampaknya dan tentu solusi buat masyarakat yang sudah bertahun-tahun menggunakan sumur bor/air tanah ini.
Semoga bermanfaat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H