Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Writerpreneur, social worker, suka baca, bersih2 rumah dan jalan pagi --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

3 Persiapan Bila Ingin Meniadakan Soal Pilihan Ganda

22 September 2023   17:34 Diperbarui: 1 Oktober 2023   10:25 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak sekolah dasar (foto : Hai Bunda)

Pilihan ganda, menurut pengamatan saya sebagai orang tua, kadang-kadang membuat anak sedikit malas belajar lebih giat. Karena memang jawabannya ada pilihannya. Namun siapkah anak-anak Indonesia jika memang soal dalam bentuk uraian (esai)?

Salah seorang kerabat bercerita tentang anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 1. Saat ini  memang anak nya membacanya masih terbata-bata alias belum lancar. tetapi mau tidak mau harus menghadapi penilaian tengah semester (PTS), minggu lalu di sekolahnya. 

Yang unik, pas hasil ulangan dibagikan, ternyata jawaban sang anaknya hanya di huruf "C" semua dalam soal pilihan ganda. Lumayan ternyata, dari sejumlah jawaban "C" yang dia pilih, ada kira-kira 50 persennya benar. Lumayan.

Kerabat ini menyimpulkan, kemungkinan memang anaknya ini tak membaca soal sama sekali dan langsung menjawab di lembar jawaban dengan "C" semuanya. 

Selain faktor tak lancar membaca tadi, kemungkinan lain dia malas berpikir jawaban yang tepat dan ingin cepat-cepat menyelesaikan ulangannya. Hehehe.

Anak saya yang saat ini duduk di kelas 5 SD lain lagi. Menghadapi PTS lalu, salah satu metode belajarnya dengan lembaran LKS dan soal-soal yang diberikan gurunya. 

Nah malamnya minta tes-in tentang materi ulangan tersebut. Biasanya saya membacakan solanya dan dia yang menjawabnya.

Namun, kalau saya bacakan sebuah soal dan diminta menjawab, biasanya malah tak mau jawab sebelum dibacakan berbagai pilihan jawaban yang ada di LKS atau lembaran soal latihan. 

Bisa jadi  dia memang menghapal jawaban-jawaban tersebut karena biasanya sampai ingat pilihan hurufnya (bukan sekedar jawabannya saja). 

Nah, biar tidak menghapal kesannya, maka ketika membacakan soal tersebut, jawaban a,b,c,d-nya saya acak lagi. Biar dia agak bingung sedikit dan tidak menghapal pilihan hurufnya saja. Begitulah...

**

Sedikit kilas balik, ketika saya di SMA dulu meskipun ada soal pilihan ganda, saya termasuk yang menyukai soal -soal berbentuk uraian.Tetapi karena saya di kelas IPA, sangat sedikit pelajaran yang bisa dengan bebas menguraikan sesuatu.Beda dengan kelas IPS pastinya. 

Momen ketika ujian akhir sampai sekarang masih teringat. Karena soalnya pilihan ganda, entah bagaimana saat itu dan idenya siapa, satu kelas bisa bekerjasama menjawabnya. 

Terutama anak-anak yang pintar di kelas, menjadi andalan untuk menjawabnya. Karena jawabannya hanya a,b,c,d saja, dengan mudah jawaban di distribusikan ke seluruh kelas. 

Hasilnya memang luar biasa, rata-rata nilai anak sekelas bagus tapi kejujuran tentu saja ternodai. Sayang sekali kan?

Ketika kuliah, bersyukur sekali, soal-soalnya kebanyakan berupa sesuatu yang harus dijawab dnegan analisa. Mau tidak mau kembali menguraikan sesuatu tentu dihubungkan dengan teori.

Nah, wacana yang dilemparkan oleh Aktris Maudy Ayunda tentang  menghapus soal dengan pilihan ganda seandainya dia menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia, saya kira memang ada benarnya dengan kondisi saat ini, dimana anak-anak Indonesia memang dituntut menyesuaikan zamannya dan tentu, menjadi lebih kritis, salah satunya bisa dnegan cara menjawab soal dengan uraian.

 Maudy memang mengatakan ingin mengubah assessment atau evaluasi pendidikan yang menurutnya sebagai proses penting dalam sistem pendidikan. 

Assessment yang open ended question dan bukan multiple choice, menurut Maudy, akan membuat murid belajarnya beda. (kompas.com)

Sebagai gambaran, seorang teman Indonesia yang saat ini menyekolahkan anaknya setingkat SD di Selandia Baru (New Zealand), ternyata disana pun masih ada pilihan ganda. 

Khususnya di reading test, dimana anak-anak akan diberikan bahan bacaan kemudian disuruh menjawab pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda dan uraian. 

Sedangkan untuk soal writing, tentu tidak ada pilihan gandanya hanya berupa sebuah projek penulisan. 

Begitu pula dengan pelajaran matematika. Tidak ada pilihan ganda-nya. Anak-anak hanya diberikan soal untuk menjawabnya. Jadi soal pilihan ganda memang hanya untuk belajaran yang sifatnya bacaan (reading).

Kembali pada pertanyaan diatas, apakah anak-anak Indonesia memang sudah siap dengan bentuk soal uraian? Memang ada beberapa yang harus disiapkan tampaknya.

Memperkaya Literasi Anak  

Tentu saja anak-anak sekolah tak akan bisa menguraikan sesuatu jawaban tanpa mereka membaca dengan detail materi, memahaminya dan kemudian akan mampu menguraikannya dalam jawaban. 

Memperkaya literasi anak ini tentu harus ada lagi kerjasama dengan segala pihak. Khususnya di sekolah misalnya dengan mengaktifkan perpustakaan sekolah dan di rumah, dimana anak-anak lebih di dorong untuk rajin membaca. Orang tua tentu harus menjadi contoh yang baik. 

Menghargai Proses

Memang kita semua tahu, jawaban sebuah matematika tentu saja harus benar adanya. Dengan pilihan ganda, kadang, walaupun tak menemukan jawaban sebenarnya,bisa ditebak jawaban terdekatnya. 

Nah, dengan meniadakan soal pilihan ganda, tentu anak harus berupaya keras menemukan jawaban dari soal yang diberikan. Kadang memang ada ketidaktelitian. Ini sebenarnya harus tetap mendapat penghargaan walaupun jawabannya salah dan perlu kesabaran guru untuk pendampingan mencari jawaban yang benar untuk soal tersebut.  Dan tentu menghargai proses yang sudah dilakukan si anak tersebut.  

Soal uraian buat tingkatan sekolah yang mana

Karena soal dengan jawaban uraian bisa melatih berpikir kritis , maka ada baiknya dipikirkan untuk tingkatan mana sebaiknya diberlakukan. 

Kalau menurut pendapat saya, untuk SD kelas bawah, memang agak sulit dilakukan apalagi masih banyak yang punya keterbatasan,misal belum bisa membaca dengan lancar. Sedangkan kelas atas (4-6) sudah bisa mulai diberlakukan. TIngkat SMP dan selanjutnya apalagi. 

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun