PR, tentu saja tetap diperlukan buat anak. Tentu tujuannya buat pengayaan saja. Jangan sampai juga memberatkan bahkan  membuat repot orang tua!
Menarik menonton kartun Jadoo. Sebuah serial animasi Hello Jadoo yang sebenarnya bercerita tentang anak tomboy yang lucu dan sayang keluarganya bernama Choi Jadoo.
Di Indonesia, serial ini ditayangkan perdana di SCTV dan NET. Pada akhir 2020, kartun yang populer di kalangan anak-anak maupun dewasa ini, menurut saya juga mengajarkan banyak hal. Selain banyak cerita pendidikan ala Korea sana juga menawarkan banyak kelucuan dalam kehidupan sehari-hari.
Yang menarik, hampir dalam setiap serialnya, ibunya Jadoo, selalu memaksa anak-anaknya buat mengerjakan PR mereka. Dan anak-anak tampaknya patuh dan sangat terbiasa dengan PR. Bahkan guru juga selalu memeriksa PR anak-anak ketika di sekolah.
Kartun ini juga menggambarkan anak-anak Korea rupanya sangat familiar dengan PR dan menjadi hal biasa ketika orang tua menyuruh anak mengerjakan PR. Bahkan dengan sedikit pemaksaan dengan alasan kedisiplinan. Luar biasa. Mungkin ini budaya anak sekolah di sana.
Di Indonesia, PR buat apa? Suatu hari anak saya yang masih duduk di kelas 4 SD mendapat pekerjaan rumah (PR) dari sekolahnya. PR-nya berupa membuat kincir angin dari botol bekas dan sebilah kawat. Panduan yang diberikan guru adalah buku LKS dan buku paket untuk pembuatannya.
Apakah anak saya bisa mengerjakannya? Tentu saja tidak, saudara-saudara. PR seperti ini tentu sangat rumit buat anak kelas 4 SD. Ujung-ujungnya ya pasti orang tua juga yang turun tangan.
Nah, apesnya agi, saya bukan termasuk para orang tua yang kreatif kalau sudah bikin kerajinan tangan macam ini. Walaupun sudah membaca buku paketnya dan membuka tutorialnya di YouTube, tetap saja kincirnya tak mau berputar kena angin. Hehe. Untunglah besoknya anak saya tetap mau membawa hasil PR-nya tersebut walau mungkin ada yang salah.
Sebelumnya lebih rumit lagi, anak diberi PR membuat boneka dari kulit jagung. Sama seperti cerita sebelumnya, tentu saja anak-anak sangat sulit untuk membuatnya.Â
Saya pun tak mampu membantu membuatnya juga karena sangat sulit. Untunglah, akhirnya tetangga yang cekatan bisa membantu membuat dengan mudah!
PR-PR yang sangat sulit diberikan kepada anak seperti ini sangat membingungkan. Saya tak tahu apa sebenarnya motif guru memberikan PR-PR susah seperti ini. Yang bukan hanya tak mampu dikerjakan anak kecil, bahkan orang dewasa-pun sangat sulit untuk membuatnya.
Memang sih tak ada standar khusus tentang kualitas pekerjaan anak, namun buat saya tetap saja memberatkan. Apalagi buat anak-anak tentu saja terbebani apabila tak mengumpulkan PR yang diberikan gurunya.
PR yang mendidik
PR buat saya sebagai orang tua tentu saja masih sangat positif. Contohnya PR matematika yang diberikan guru anak saya baru-baru ini. Temanya tentang KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil). Anak saya rupanya hanya paham sedikit-sedikit saja penjelasan di sekolah.
Ketika ada PR kan otomotis belajar lagi di rumah dengan lebih mendalam. Sampai akhirnya dia paham sekali dengan konsep dasar KPK, berupa kelipatan yang paling kecil dari sebuah bilangan.
Anak bukan hanya akan bisa mengerjakan PR-nya tersebut tapi yang paling penting bisa memahami konsep dasarnya sehingga bisa ingat sampai kapanpun, kan?
PR, menurut saya ya memang tetap perlu. Seperti saya katakan di atas, PR semata-mata agar anak kembali belajar di rumah. Apalagi jika mereka tak ada ikut les-les tambahan. Tentu saja PR yang diberikan gurunya akan sangat membantu untuk mengulang pelajaran dan memahami pelajaran lebih lanjut.
Tapi kalaupun ada kota dan sekolah yang memang meniadakan PR, mungkin ada pertimbangan tersendiri. Salah satunya agar anak-anak tak terbebani lagi selama di rumah kan?
Beberapa sekolah full day bahkan sudah lama siswa dibebaskan PR buat anak-anak di rumah karena mereka beranggapan anak-anak sudah belajar full day di sekolah.
Apapun pilihan, harapannya PR tak sampai membuat anak-anak terbebani. Bahkan sampai merepotkan orang tua di rumah juga untuk ikut membantu yang tak sesuai kemampuan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H