PR-PR yang sangat sulit diberikan kepada anak seperti ini sangat membingungkan. Saya tak tahu apa sebenarnya motif guru memberikan PR-PR susah seperti ini. Yang bukan hanya tak mampu dikerjakan anak kecil, bahkan orang dewasa-pun sangat sulit untuk membuatnya.
Memang sih tak ada standar khusus tentang kualitas pekerjaan anak, namun buat saya tetap saja memberatkan. Apalagi buat anak-anak tentu saja terbebani apabila tak mengumpulkan PR yang diberikan gurunya.
PR yang mendidik
PR buat saya sebagai orang tua tentu saja masih sangat positif. Contohnya PR matematika yang diberikan guru anak saya baru-baru ini. Temanya tentang KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil). Anak saya rupanya hanya paham sedikit-sedikit saja penjelasan di sekolah.
Ketika ada PR kan otomotis belajar lagi di rumah dengan lebih mendalam. Sampai akhirnya dia paham sekali dengan konsep dasar KPK, berupa kelipatan yang paling kecil dari sebuah bilangan.
Anak bukan hanya akan bisa mengerjakan PR-nya tersebut tapi yang paling penting bisa memahami konsep dasarnya sehingga bisa ingat sampai kapanpun, kan?
PR, menurut saya ya memang tetap perlu. Seperti saya katakan di atas, PR semata-mata agar anak kembali belajar di rumah. Apalagi jika mereka tak ada ikut les-les tambahan. Tentu saja PR yang diberikan gurunya akan sangat membantu untuk mengulang pelajaran dan memahami pelajaran lebih lanjut.
Tapi kalaupun ada kota dan sekolah yang memang meniadakan PR, mungkin ada pertimbangan tersendiri. Salah satunya agar anak-anak tak terbebani lagi selama di rumah kan?
Beberapa sekolah full day bahkan sudah lama siswa dibebaskan PR buat anak-anak di rumah karena mereka beranggapan anak-anak sudah belajar full day di sekolah.
Apapun pilihan, harapannya PR tak sampai membuat anak-anak terbebani. Bahkan sampai merepotkan orang tua di rumah juga untuk ikut membantu yang tak sesuai kemampuan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H