Ekonomi Inklusif bagi Perempuan, Pemuda, dan Penyandang Disabilitas merupakan isu menarik yang bukan hanya menjadi isu di Indonesia tetapi juga menjadi isu global.
Hingga saat ini perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas bisa dkategorikan sebagai kaum "pinggiran". Peran mereka dianggap amat sedikit bahkan kadang-kadang tidak diangap memiliki perananan apapun.
Intinya, mereka terpinggirkan dalam banyak hal. Termasuk dalam hal ekonomi. Padahal di tahun 2030, sesuai dengan tujuan (goal) 8 target ke-6 Pembangunanan Berkelanjutan (SDGs), Indonesia sudah mencanangkan untuk mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang disabilitas. Tentu dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Ini artinya indonesia memang berkomitmen mendukung kesetaraan terhadap ketiga golongan ini termasuk peluang dan kesempatan dalam pekerjaan.
Kesetaraan dalam pemberdayaan kerja bagi semua pihak sebenarnya memang sudah cukup lama menjadi perhatian dunia internasional.Â
Untuk mencapai tujuan ke 8 SDGs tersebut, Indonesia tidak sendirian. Indonesia merupakan bagian dari komunitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara global.
Salah satu upaya yang sudah dilakukan misalnya mewujudkan keuangan inklusif berbasis kepedulian terhadap kelompok masyarakat yang sebagian besar diantaranya belum terakses pembiayaan bank.
Kelompok masyarakat ini mencakup mereka yang mendapat pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak memiliki dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran. Mereka merupakan kelompok terbesar dan terbawah dalam piramida tenaga kerja.
Secara global, berdasarkan catatan Bank Dunia dalam Global Financial Inclusion, memang ada sekitar 1,7 miliar orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank, namun dua pertiganya memiliki ponsel untuk membantu mengakses layanan keuangan. Uniknya, mayoritas diantara mereka ini adalah perempuan, pemuda, dan UMKM.
Itu sebabnya, sejak tahun 2009 dalam pertemuan G20 di  Pittsbugh yang dilanjutkan pada Pertemuan G20 di Toronto tahun berikutnya yang menghasilkan 9 Prinsip Inisiatif Keuangan Inklusif, perhatian masyarakat internasional yang tergabung di G20 terhadap kelompok ini semakin mengerucut.Â
Ada 9 Prinsip Inisiatif Keuangan Inklusif yang menjadi pedoman pengembangan inklusi keuangan. Prinsip tersebut meliputi leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality, dan framework.
Kini dengan Presidensi G20 Indonesia  2022, target pengembangan ekonomi inklusif bagi perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas menjadi bagian penting kegiatan tersebut.Â
Persoalan kesetaraan gender, memang mendapat perhatian yang sangat serius bagi masyarakat global. Itu sebabnya, terkait gender khususnya mengenai kesetaraan perempuan dan laki-laki, Â di tahun 2014 dalam KTT G20 di Brisbane, terbentuklah Women 20 (W20). Ini merupakan engagement group yang memberikan perhatian terhadap isu-isu gender dalam pembahasan G20.
Tetapi gender tak hanya soal kesetaraan laki-laki dan perempuan. Sesuai dengan target ke 6 SDGs tujuan ke 8, seperti yang dijelaskan diatas tadi ada konsekuensi kesetaraan, yaitu upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya..
Dalam Presidensi G20 Indonesia, transformasi digital, menjadi salah satu dari tiga isu prioritas. Transformasi digital dinilai menjadi salah satu solusi untuk mendorong peningkatan akses keuangan untuk dapat menjangkau kaum perempuan, kaum muda, disabilitas dan UMKM.
Dengan demikian, dapat mendorong tewujudnya pertumbuhan inklusif sekaligus untuk mendorong pemulihan ekonomi global pasca pandemi.
Digitalisasi UMKM Berwawasan Gender
Digitalisasi UMKM merupakan salah satu langkah untuk menjadikan UMKM sebagai perisai utama menghadapi ancaman krisis global. UMKM berkali-kali menjadi "pahlawan" bagi bangsa ini mengatasi ancaman krisis.
Di tahun 1997/1998 saat krisis ekonomi dan moneter yang hampir melumpuhkan perekonomian Indonesia, UMKM tampil sebagai penyelamat. Sekitar 60% PDB waktu itu berasal dari kontribusi UMKM. Demikian juga ketika intaian krisis menghampiri ekonomi Indonesia pada 2008 dan 2018, kembali UMKM menjadi penyelamat.
Krisis moneter di tahun 1998 memang menyisakan beragam kisah. Waktu itu ada sekitar 20 juta orang menjadi penggangguran. Banyak orang yang sudah nyaman bekerja dan berada dalam posisi medium income, turun menjadi low income karena di PHK.
Sebagian diantara mereka membuka usaha sendiri menjadi bagian dari UMKM. Hingga sekarang dalam perkembangannya banyak orang mendirikan usaha baru, start up company memanfaatkan teknologi digital. Berkontribusi bagi pembangunan ekonomi di negeri ini.
Pengalaman inilah yang akan disharing pemerintah dalam Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Bagaimana upaya mendorong peningkatan akses keuangan untuk dapat menjangkau kaum perempuan, kaum muda, disabilitas dan UMKM melalui transformasi digital.
Sebagai bagian dari Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, Bank Indonesia secara rutin mendukung kegiatan side event W20 yang terkait pemberdayaan perempuan dan UMKM Â untuk memperkuat ketahanan ekonomi Nasional.
Pada akhirnya, perempuan, pemuda dan disabilitas harus semakin diberdayakan melalui peran mereka di UMKM.
Berdasarkan data Wajib Lapor Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja pada 2021, baru sekitar 4.554 disabitas yang bekerja di perusahaan. Jumlah itu hanya sekitar 0,03% dari total disabilitas di Indonesia yang mencapai 16,5 juta. Sedangkan untuk perempuan, kesetaraan gender masih menjadi tantangan untuk bekerja di perusahaan.
Harapannya, melalui transformasi digital, perempuan, disabilitas, serta pemuda yang berada dalam angkatan kerja namun minim kesempatan kerja di sektor formal, dapat semakin berdaya dengan terjun sebagai pelaku UMKM. Pemanfaatan internet, semakin memperluas upaya tersebut.
Bank Indonesia tentu ikut berperan melakukan pengembangan UMKM ini. Â Tentu kaitannya dalam rangka meningkatkan fungsi intermediasi dan akses keuangan, sesuai peran BI dalam melaksanakan kebijakan makroprudensial serta sebagai otoritas sistem pembayaran.
Diantaranya mencakup korporatisasi UMKM, peningkatan kapasitas produksi, keuangan hingga pemasaran nasional dan global, serta penggunaan platform digital (e-catalogue), juga  penyediaan kanal pembayaran QRIS.
Saat ini, BI telah menyusun peta jalan (road map) UMKM yang meliputi 4 tahapan. Masing-masing meliputi:UMKM potensial, UMKM success/link to market and finance, UMKM go digital, serta UMKM go export. Tentu saja pemberdayaan UMKM berwawasan gender, merupakan sebagian diantara upaya BI tersebut.
Pembiayaan Inklusif Makroprudensial UMKM
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, ada sebanyak 65,47 juta unit UMKM di Indonesia saat ini.
Melansir keterangan dari website Kementerian Keuangan (10/01/2022) pada level  usaha mikro ada sekitar 52% pelaku UMKM perempuan dari total 63,9 juta pelaku usaha mikro di Indonesia. Sedangkan di level  usaha kecil, ada 56 %-nya merupakan perempuan  dari total 193 ribu usaha kecil. Dan, pada usaha menengah, sekitar 34% persen dari toral 44,7 ribu merupakan kaum perempuan.
Dari jumlah tersebut, sebagian diantaranya masih banyak yang belum terakses perbankan, khususnya pada level usaha mikro. Tentu saja hal ini menjadi tantangan untuk meningkatkan peran UMKM ke depan.
Untuk mempercepat akses pembiayaan UMKM ke perbankan, Bank Indonesia menerbitkan PBI No.23/13/PBI/2021 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah.
Dalam website BI, dinyatakan pembiayaan inklusif merupakan penyediaan dana bank bagi UMKM, Korporasi UMKM, dan/atau perorangan berpenghasilan rendah (PBR) dalam rupiah dan valuta asing.
Pembiayaan Inklusif yang diberikan oleh bank dalam melakukan pemenuhan RPIM, berupa pemberian kredit atau pembiayaan secara langsung dan rantai pasok, pemberian kredit atau pembiayaan melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum, dan/atau badan usaha; pembelian surat berharga Pembiayaan Inklusif; dan/atau Pembiayaan Inklusif lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Melalui ketentuan tersebut, BI menetapkan kewajiban pemenuhan RPIM dilakukan secara bertahap, yaitu: paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen) pada posisi akhir bulan Juni 2022 dan posisi akhir bulan Desember 2022; paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen) pada posisi akhir bulan Juni 2023 dan posisi akhir bulan Desember 2023; dan paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) sejak posisi akhir bulan Juni 2024.
Akan ada sangsi bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan dalam PBI tersebut. Tentu saja, diharapkan, dukungan pemberdayaan UMKM ini akan membuat UMKM semakin berdaya.
Pastinya langkah ini diharapkan dapat semakin menguatkan peran UMKM sebagai tameng kuat menahan ancaman krisis maupun potensi resesi keuangan global.
Melalui Presidensi G20 Indonesia tahun ini, Bank Indonesia sebagai bagian Presidensi G20, dapat berperan mendorong penguatan peran UMKM berwawasan gender, sebagai kekuatan utama mengantisipasi krisis.Â
Fenomena ancaman resesi dan krisis keuangan global sekarang, terutama dipicu potensi krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina, diharapkan semakin memperkuat kesadaran negara-negara di G20 untuk mendorong peran UMKM yang melibatkan secara aktif kaum perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas. Tentu harapan jangka panjangnya adalah terwujudnya ekonomi inklusif bagi ketiga golongan ini. Semoga .#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H