Mohon tunggu...
Enny Ratnawati A.
Enny Ratnawati A. Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Enny Ratnawati A. -- Suka menulis --- Tulisan lain juga ada di https://www.ennyratnawati.com/ --- Contact me : ennyra23@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus ACT, Media Sosial dan Lunturnya Kepercayaan Masyarakat

9 Juli 2022   16:17 Diperbarui: 12 Juli 2022   23:18 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini mengamati kasus ACT dan melihat dampaknya terhadap lembaga donasi lainnya. Termasuk yang sering beriklan di media sosial.

Kita semua barangkali sudah mendengar kasus yang menimpa Aksi Cepat Tanggap (ACT). Kasus penyelewengan dana yang dilakukan oleh ACT diungkap pertama kali oleh majalah Tempo edisi Sabtu, 2 Juli 2022. Dengan judul "Bocoran Kantong Dana Rakyat".

Selanjutnya, Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT pada 2022. Pencabutan ini dilakukan karena adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan Yayasan.

ACT selama ini memotong 13,7 persen dana donasi per tahunnya. Pemotongan dilakukan untuk operasional lembaga, termasuk menggaji para pegawai dan petinggi.

Melihat persentasenya, jumlah potongan yang dilakukan ACT terbilang sangat besar. Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10 persen. Sedangkan untuk zakat, infak, dan sedekah maksimal 12,5%. (Kompas.com 6/7)

Kasus ACT juga mencuat di media sosial.Di twitter misalnya. Tagar #AksiCepatTilap sempat menjadi trending topic dan mendapat banyak komentar nitizen. Apalagi setelah mengetahui gaji petinggi ACT sangat besar dan diluar nalar. Padahal uang yang digunakan jelas-jelas uang donasi.

Ahyudin menjabat Presiden ACT sampai awal 2022  bahkan memperoleh gaji Rp250 juta setiap bulan, sementara posisi di bawahnya seperti senior vice president digaji Rp200 juta per bulan, vice president Rp80 juta, dan direktur eksekutif Rp50 juta.

Mereka juga mendapat fasilitas mewah. Di antaranya adalah Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Sport, dan Honda CRV.

Dampak ke Lembaga Donasi Lain

Ternyata kasus ini tak hanya berdampak pada ACT belaka. Lembaga-lembaga donasi lainnya juga terdampak.

Di media sosia Facebook misalnya. Hampir semua iklan donasi berbagai lembaga kemanusiaan, baik donasi rutin mapun donasi qurban Idul Adha, dikomentari nyinyir oleh nitizen.

Terlihat sangat jelas ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga donasi online akibat dari kasus ACT.

Lembaga seperti qurban ke pelosok negeri misalnya, yang memang hampir setiap  tahun beriklan, dengan metode pembayaran qurban ditransfer dan harga hewan qurban lebih murah, dianggap nitizen sebagai penipuan belaka. Bahkan dianggap modus penipuan atas nama agama. Padahal jelas-jelas belum terbukti, qurban di dalam iklan ini penipuan atau bukan.

Walaupun memang harga yang ditawarkan relatif lebih murah dari harga kebanyakan hewan qurban offline dan mereka mengaku menyebarkan nya ke pelosok. Sedangkan yang berqurban nantinya akan mendapat foto dan sertifikatnya.

Padahal kalau berqurban dekat rumah, tentu harganya lebih mahal dan biasanya orang yang berqurban juga mendapatkan bagian daging hewan qurban dengan jumlah tertentu.   

Yang juga menjadi sorotan adalah artis-artis  yang biasanya juga ikut mengiklankan lembaga tersebut. Lembaga donasi seperti ACT dan lainnya dianggap membuang-buang duit dengan memasang iklan dan membayar selebritis untuk mempromosikan lembaganya.

Kita tidak tahu kedepannya seperti apa kepercayaan masyarakat apakah bisa pulih kepada kepada lembaga-lembaga donasi yang sifatnya online ini. Namun barangkali, ketegasan dari pemerintah, untuk penanganan kasus ACT ini akan memberi banyak pelajaran kepada lembaga donasi.

Pelajaran pertama, berhati-hati dalam menggunakan uang donasi masyarakat. Dan kalaupun mengambil untuk operasional tentu secukupnya saja atau sesuai aturan.

Kedua, mungkin perlu semacam ada "sertifikasi / jaminan" dan "audit keuangan" resmi sehingga kepercayaan masyarakat kembali pulih lagi kepda lembaga-lembaga seperti ini.

Sedekah Kepada yang Dekat Saja?

Saat ini banyak sekali komentar bahwa memang lebih baik sedekah ke orang terdekat saja. Bukan hanya ke kerabat dekat namun juga ke tetangga-tetangga dekat dan lingkungan terdekat. Tak perlu lagi ke lembaga-lembaga yang memang kita tak tahu kemana penyalurannya.

Memang dalam Islam, ada hadist Rasulullah yang menyebutkan perihal keutamaan sedekah terhadap kerabat dekat dengan nilai pahala yang lebih besar.

Tentu ini benar-benar, umat Islam yakini sebagai sebuah keutamaan. Namun barangkali apabila uang berlebih atau lingkupnya yang mau bersedekat/CSR adalah sebuah perusahaan, mungkin tak ada salahnya ke lembaga donasi. Tentu harus diseleksi lagi yang benar-benar kredibel.

Apalagi lembaga donasi tentu saja lingkup penyalurannya lebih luas.Khususnya sedekah perusahan/lembaga (dalam bentuk dana CSR) yang besar. Tentu kalau donasi tersebut benar-benar disalurkan ke pelosok, kepada daerah yang  masyarakatnya benar-benar miskin, ini tentu sebuah kebaikan lagi.

Akhirnya sebuah lembaga donasi seperti ACT dan lainnya, harus belajar kepada tokoh Muhamadiyah, KH Ahmad Dahlan dengan ucapannya yang sangat terkenal..

"Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah". Ujarnya kepada para muridnya saat mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta #

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun