Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kelola Limbah Organik Dapur, Wujudkan Warga Mengonsumsi Secara Bertanggungjawab

10 Januari 2024   15:23 Diperbarui: 11 Januari 2024   16:47 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi-Pengolahan limbah organik dapur jadi kompos.

Suatu kali, ketika akan berangkat kerja, saya dan suami berpapasan dengan pemulung botol plastik PET (Polietilena Tereftalat) di sekitar tempat tinggal saya. Saya mengutarakan pikiran saya dengan membandingkan apakah mungkin hal yang sama dapat dilakukan untuk limbah organik dari dapur?

Kata saya, bagaimana ya jika seandainya satu kompleks perumahan ini bisa memilah sampah organiknya. Jadi sampah organik yang dihasilkan tidak perlu diangkut ke tempat pembuangan sementara atau tempat pembuangan akhir tetapi sampah organik tersebut disatukan di area pengolahan sampah yang terdapat pada kompleks tersebut.

Selama ini pemilahan sampah di perumahan dimana saya tinggal belum dikelola secara baik. Sementara untuk memudahkan proses daur ulang, seharusnya setiap sampah dipisahkan.

Kita tahu bahwa menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, pada tahun 2022 timbulan sampah nasional mencapai 70 juta ton. Data ini diperoleh dari 309 Kabupaten/Kota se-Indonesia. Berdasarkan sumber sampah, empat penghasil sampah terbesar berasal dari sampah rumah tangga (38,4%), pasar tradisional (27,6%) dan pusat perniagaan (14,5%), dan kawasan (6,2%).

Berdasarkan jenis sampah, sampah kategori empat terbesar yaitu sisa makanan (40,2%), plastik (18,1%), kayu/ranting/daun (12,9%), dan kertas/karton (11,3%). Sebanyak 36,48% sampah tidak terkelola.

Bayangkan, limbah rumah tangga menjadi sumber sampah nasional terbesar dan sisa makanan kita menjadi penyumbang terbesar jumlah sampah!

Dokumentasi Pribadi-Limbah organik dapur.
Dokumentasi Pribadi-Limbah organik dapur.

Saya coba membandingkan antara limbah organik dapur yang kelihatan tidak bernilai dengan botol PET yang bernilai. Seperti pada halnya botol PET yang dapat ditukar dengan rupiah, sistem simbiosis mutualisme juga dapat dilakukan bagi pemilahan sampah organik. Dimana warga yang memisahkan dan menyetor sampah organik dapat menukarkannya dalam bentuk poin, koin atau kompos.

Apakah hal ini mungkin dilakukan oleh warga? Sangat mungkin. Limbah organik dapur sangat mudah terdegradasi oleh mikroorganisme di sekitar sehingga dapat diolah dengan metode sederhana. Lagipula ada banyak metode pengelolaan sampah yang bersih.

Limbah organik dapur misalnya dapat dikomposkan menggunakan larva maggot yang sudah bisa dipanen sekitar delapan minggu. Pengomposan metode lain seperti biopori juga sudah dapat dipanen dalam waktu singkat. Pengelolaan limbah organik rumah tangga pun tergolong skala kecil.

Pengalaman saya berkebun di rumah yang pernah saya lakukan sendiri, limbah organik dapur dapat dikomposkan dengan cara sederhana serta dapat dipanen dalam waktu singkat.

Limbah organik yang saya hasilkan saya campurkan dengan tanah. Penguraiannya dibantu oleh larva lalat black soldier fly yang datang dengan sendirinya, limbah organik dapur tersebut sudah terdegradasi dan menjadi kompos dalam beberapa minggu. Setelah beberapa waktu kompos tersebut sudah dapat dipanen dan dipakai untuk tanaman saya. Seringkali, saya malah kekurangan limbah organik dapur untuk dikelola.

Dokumentasi Pribadi-kompos dari limbah organik dapur.
Dokumentasi Pribadi-kompos dari limbah organik dapur.

Selama berkebun, kompos dari sampah organik yang saya olah dari limbah organik saya sama bagusnya dari kompos yang saya beli. Kompos organik tersebut biasanya saya campurkan dengan pupuk kandang untuk memperkaya nutrisi bagi tanaman.

Tanaman saya bisa bertumbuh dan berkembang sangat bagus hingga akhirnya bisa dipanen. Saya pun lebih leluasa membuat jus sayuran untuk dikonsumsi karena saya sendiri yang menanamnya. Saya tidak menggunakan pestisida. Bumbu daun bawang dan cadangan sayuran untuk dikonsumsi sendiri pun selalu sedia.

Dokumentasi pribadi-tanaman sayuran hijau bertumbuh bagus 
Dokumentasi pribadi-tanaman sayuran hijau bertumbuh bagus 

Mengolah limbah organik dapur sendiri memang memiliki tantangan tersendiri. Beberapa warga tidak bisa mengelola limbah organik dari dapurnya karena faktor terbatasnya ruang atau tempat pengelolaan limbah organik dapur di rumah masing-masing.

Faktor lain karena tidak punya waktu karena sibuk bekerja dan mengurus rumah tangga. Tempat pengelolaan limbah organik dapur ini cocok menjadi wadah bagi warga yang tidak mampu mengelola limbahnya sendiri.

Dengan melibatkan semua pihak mulai dari pemilik, pengelola kawasan, ketua RW dan ketua RW, petugas pengelola limbah, dan warga sekitar, pengolahan limbah organik dapur ini dapat dilakukan dengan cara menghimbau semua warga oleh Ketua RW atau RT masing-masing untuk memisahkan sampah organik (sisa nasi, sayuran, dan dedaunan) seperti para warga dihimbau agar memasukkan sampah ke dalam plastik untuk memudahkan dalam proses pengangkutannya.

Sampah organik tersebut dapat dikumpulkan pada titik kumpul atau dijemput oleh petugas pengelola sampah untuk dikelola di pengelolaan limbah organik dapur. Sampah hasil kelolaan ini dapat dijadikan sebagai kompos yang bisa digunakan oleh warga lagi. Saya melihat rata-rata warga memiliki tanaman hias di teras atau tanaman sayuran di pekarangan rumah masing-masing. Sudah pastilah warga membutuhkan pupuk.

Ada beberapa manfaat apabila warga mengelola limbah dapur organik:

Pertama, meningkatkan kesadaran dan rasa tanggungjawab dalam menjaga lingkungan dari limbah domestik terutama limbah organik dapur. Melalui data sampah nasional di atas, sudah menjadi tanggungjawab kita mengolah sampah yang kita hasilkan terutama limbah organik dapur kita. Mengolah limbah organik dapur akan meningkatkan kesadaran tiap keluarga dalam menjalankan konsumsi yang bertanggungjawab.

Kedua, menggalakkan pemanfaatan pekarangan rumah untuk mencapai ketahanan pangan. Pengolahan limbah organik dapur meningkatkan daya tarik warga bercocok tanam di rumahnya. Bercocok tanam tanaman produktif dapat menjadi tambahan untuk mencukupi pangan sehari-hari.

Dengan berkebun di rumah, kita bisa menyediakan asupan sayur yang segar dan bumbu dapur untuk keluarga. Sayur sawi-sawian, kacang panjang, sereh, cabai, tomat, bawang prei dan banyak lainnya. 

Menurut pengalaman saya, ada beberapa tanaman yang mudah tumbuh. Tanaman kemangi, sayur kale, kailan menghasilkan daun yang lebat. Tanaman serai, bawang prei dan kunyit mudah selalu bertunas.

Dokumentasi pribadi-sayuran selalu sedia hanya dengan perawatan sederhana
Dokumentasi pribadi-sayuran selalu sedia hanya dengan perawatan sederhana

Selain dapat menambah asupan sayuran, menurut Kementerian Kesehatan, bercocok tanam dapat meningkatkan kesehatan mental dan fisik kita. Bercocok tanam di pekarangan rumah dapat meningkatkan asupan vitamin D dari paparan sinar matahari saat berkebun, meningkatkan kualitas tidur dan berat badan, meningkatkan suasana hati dan harga diri, meningkatkan fokus, menjadi aktivitas fisik, mendorong adanya ikatan sosial hingga bisa mengatasi kecanduan.

Manfaat lain yang saya peroleh dari berkebun ialah meningkatkan pengetahuan saya tentang bercocok tanam. Saat berkebun, keinginan saya belajar tentang pembibitan, perawatan tanaman, pemupukan, pemangkasan semakin besar.

Suatu kali ketika tanaman saya diserang hama, saya pun berusaha mencari tahu di media cara menangkal hama tanaman, saya juga belajar cara membuat pupuk cair organik dan membuat ecoenzyme.

Dokumentasi Pribadi-Mencoba membuat pupuk organik cair dengan memanfaatkan limbah kulit buah mangga. Aromanya wangi hasil fermentasi.
Dokumentasi Pribadi-Mencoba membuat pupuk organik cair dengan memanfaatkan limbah kulit buah mangga. Aromanya wangi hasil fermentasi.

Ternyata dunia tanaman itu sangat luas yang mendorong kita belajar lebih banyak lagi.

Ketiga, mengurangi limbah yang masuk ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Jika kita hanya mengandalkan tempat pengolahan sampah terpadu sebagai pilihan satu-satunya maka bahaya dan pencemaran lingkungan akan semakin tinggi.

Mengutip dari berita Kompas, TPST Bantargebang, Kota Bekasi menerima lebih dari 7.500 ton sampah per hari dari Jakarta yang diangkut menggunakan lebih dari 1.200 truk pengangkut.

Tidak semua daerah dekat dengan  tempat pengelolaan sampah terpadu. Jika semua limbah kita kirim ke pengelolaan sampah terpadu akan semakin banyak usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk mengelola sampah kita dari proses 

pengumpulan, pengiriman hingga pengolahan di tempat pengolahan sampah terpadu.

Rantai pengolahan limbah akan semakin panjang, petugas yang dibutuhkan akan semakin banyak, transportasi untuk mengangkut dari wilayah kita ke tempat pengolahan sampah terpadu.

Saat ini telah diluncurkan Refuse-Derived Fuel (RDF) Plant dan landfill mining di Bantargebang. Mengutip dari dprd-dkijakartaprov.go.id (21/07/2023), RDF Plant merupakan tempat pengolahan sampah terpadu menjadi bahan bakar setelah dilakukan pencacahan dan pengeringan. Tujuannya untuk mengurangi kebutuhan lahan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. Kapasitas pengolahan sampah RDF plant TPST Bantargebang diperkirakan 3.000 ton sampah per hari.

Dilansir dari Kompas.id (27/07/2023) RDF plant dapat mengolah 2.000 ton sampah menjadi 700 ton RDF per hari.

Namun pada kenyataannya, dilansir dari dprd-dkijakartaprov.go.id (21/07/2023), RDF Plant yang sudah beroperasi sejak 27 Juni 2023 ini baru mampu memproduksi 100 ton RDF per hari. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menyatakan ia akan melakukan penambahan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memenuhi target kontrak yakni 700 ton per hari.

Mengolah limbah organik dapur akan mengurangi limbah yang masuk ke tempat pengolahan sampah terpadu seperti Bantar Gebang.

Keempat, memudahkan proses daur ulang di hilir. Adanya pengolahan limbah organik dapur akan membuat masyarakat terbiasa memilah sampah. Pemilahan sampah dapat memudahkan proses daur ulang. Sampah non organik seperti botol-botol plastik lebih kecil kemungkinannya tercampur dengan limbah organik dapur kita.

Tahun lalu ketika saya memiliki kesempatan berkunjung ke plant daur ulang plastik PET di kawasan industri Cikarang, saya mengetahui bahwa ternyata tidak semua botol PET yang masuk dapat didaur ulang menjadi resin PET daur ulang.

Pada kenyataannya ada beberapa botol PET yang sudah tercemar oleh benda asing misalnya detergent, kecap, saos, potongan plastik, cairan kimia dan bahan pencemar lainnya. Membuat botol-botol plastik yang sudah tercemar ini tidak bisa masuk ke dalam proses daur ulang.

Dokumentasi Pribadi-Berkunjung ke salah satu plant daur ulang di Cikarang
Dokumentasi Pribadi-Berkunjung ke salah satu plant daur ulang di Cikarang

Ini merupakan gambaran buruknya cara kita dalam menangani limbah kita. Limbah yang seharusnya masih bisa didaur ulang  menjadi bahan baku menjadi produk yang sama jadinya tidak dapat lagi didaur ulang. Limbah botol PET reject ini akan didaur ulang menjadi produk lain atau dimusnahkan. Limbah yang seharusnya lebih mudah didaur ulang membutuhkan usaha yang lebih untuk mendaur ulangnya apabila dapat didaur ulang.

Kelima, warga memiliki akses yang mudah mendapatkan kompos. Memiliki pengolahan limbah organik akan bermanfaat sebagai sumber cadangan kompos yang mudah dicapai oleh warga. Secara harga pun akan lebih murah.

Dan masih banyak manfaat lainnya jika kita mengolah limbah organik dapur kita dari awal. Secara tidak langsung pun bisa mengurangi jumlah sampah nasional serta menjaga lingkungan dari limbah domestik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun