Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dear Bapak Kos, Terima Kasih

7 September 2019   17:37 Diperbarui: 9 September 2019   16:09 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Traveloka/Rumah Kost Sakinah

Harus keluar dari rumah demi menuntut ilmu atau belajar mandiri, setiap orang memiliki kebebasan memilih tempat tinggal yang sesuai dengan kriterianya. Sebagai perantau yang pernah tinggal di beberapa tempat kos, ada satu kos yang paling berkesan bagi saya. Kos ini pula yang menjadi standar saya mencari tempat kos pada saat itu.

Tempat kos ini bukan kos mewah tetapi juga bukan kos 'murah' di jaman saya tinggal disana. Walaupun mungkin ketika baru dibangun tempat kos tersebut bisa jadi salah satu kos primadona di antara kos-kos yang lain di lingkungan tersebut.

Cukup lama saya tinggal disana. Bukan juga tidak pernah merencanakan pindah. Dalam pencarian tempat kos lain waktu itu, berat hati ini harus pindah. Tinggal di kos tersebut rasanya ada sebentuk kepedulian dari bapak kos. Bukan cuma saya yang merasakan hal itu, teman-teman yang lain juga hal yang sama. Padahal kami tidak pernah bertemu dengan bapak pemilik kos. Aneh, kan?

Loh, gak pernah ketemu bapak kos kok dibilang peduli? Memang aneh betul! 

Nanti saya jelaskan. Saya hendak bertanya terlebih dahulu. Kalau kamu punya sebidang tanah kosong untuk investasi kos-kosan, anggaplah kamu ingin berinvestasi, lokasi tersebut strategis dan budjet kamu lumayan cukup. Hanya perlu berhemat sedikit dalam beberapa bulan---yang ini sengaja ditambahkan biar agak dramatis tis gitu. Kamu mau mendirikan kos yang seperti apa? 

Kalau bapak kos ini, pertimbangannya sangat matang. Dia memikirkan segala aspek. Secara keseluruhan, desain kos tersebut setidaknya memikirkan aspek kenyamanan dan kualitas dalam ruang.

Desain kos dan kamar memikirkan introduksi udara luar. Kamar dilengkapi jendela dengan perangkap nyamuk dan ventilasi (zaman itu kos ber-AC tidak sesemarak sekarang). Kamar kos yang bisa menampung meja belajar, kursi, tempat tidur, lemari pakaian yang cukup besar, dan meja rias.

Dalam bangunan, terdapat pula ruang terbuka di antara dapur seukuran dua kamar single dan ruang terbuka satu lagi seukuran satu kamar double. Ruang terbuka ini berfungsi sebagai area pemandangan luar kamar dan jemuran. Sekaligus membuat cahaya matahari bisa mencapai semua kamar dan meningkatkan sirkulasi udara. Soal kebisingan, kos tersebut 'sistem tertutup' dari luar tetapi di dalam terdapat area terbuka, kebisingan dihalau oleh pintu utama dan tembok belakang.

Bagian ini juga saya paling kagum. Seakan bapak kos itu sudah buat semacam proyeksi masa depan. "Kira-kira anak-anak kos gue nanti bakal ngapaian aja ya di kos-an yang gue bangun ini? Gue, maunya antara anak kos harus bisa dekat." Disampaikanlah semuanya itu kepada arsiteknya.

Jadi, disediakanlah area dapur luas dengan dinding kaca di antara area terbuka. Dapur ini dapat dipergunakan untuk bermacam aktivitas: masak, makan siang, kerjain pe-er, diskusi, atau beraktivitas apa yang mereka suka. Bila kos diperuntukkan untuk anak cewek, dapur harus dipikirkan.

Rasa-rasanya tidak ada area yang tidak punya fungsi dan tanpa pertimbangan. Kamar mandi saja benar-benar dipikirkan bagaimana supaya air tidak tergenang. Posisi kamarpun dipikirkan sehingga semua kamar bisa mendapatkan cahaya yang cukup. Seakan dia juga sudah pernah merasakan tinggal jauh dari rumah. Entahlah, saya ini hanya menebak-nebak menurut pandangan saya pribadi. Kenal saja tidak. Kos ini sudah berpindah tangan ke orang lain.

Simbiosis mutualisme antara pemilik kos dan anak kos. 

Semua orang pasti membutuhkan tempat yang nyaman. Menurut saya, kebutuhan anak kos ialah sebuah tempat yang menawarkan ruang yang homey. Tempat kos seperti ini cocok sekali untuk mahasiswa yang waktu antara di kampus dan di kos terbilang masih seimbang. Demikian para karyawan tidak selalu nongkrong setiap akhir minggu.

Kembali ke pertanyaan saya tadi, yang juga itu pertanyaan bagi saya sendiri. Sebelum tinggal di tempat tersebut, saya mungkin akan berpikir memanfaatkan semua area untuk kamar dan kamar. Tampaknya lumayan tiga kamar untuk sekian tahun kos berdiri, apalagi strategisu begitu. Belum terpikirkan mendirikan ruang kamar dalam area terbuka tersebut. Ya pertimbangan seperti itu sah-sah saja.

Tetapi bapak kos ini punya pandangan berbeda, kenyamanan penghuni seakan menjadi pertimbangan utama. Kesehatan dan produktivitas anak kos penting baginya. Walaupun tidak ada hubungan antara kesehatan atau produktivitas anak kos terhadapnya. Berbeda dengan kenyamanan dan kesehatan sebuah kantor yang banyak berbanding lurus dengan produktivitas karyawan dan profit perusahaan.

Pada jangka panjang, selain baik untuk anak kosnya, baik juga bagi dirinya. Banyak keuntungan yang diperoleh bapak kos---walaupun anggapan saya bukan itu tujuan utamanya. Dengan menyediakan tempat yang memikirkan kualitas kenyamanan dalam ruang seperti itu:

Satu, pemakaian energi listrik lebih efisien.

Anak kos tidak perlu menyalakan lampu di siang hari. Biaya listrik per bulan akan lebih hemat dibandingkan kamar yang bergantung pada lampu. Yee, anak kos gue kan punya token sendiri, jadi terserah mereka mau nyalain lampu sepanjang hari, yang bayar mereka juga. Please, gak gitu juga Ferguso! Bapak kos menyediakan fasilitas yang mana penghuninya tidak harus selain menghabiskan energi listrik juga tidak menguras kantong mereka.

Dua, konsumsi air lebih hemat. Fitur air seperti shower yang disediakan bisa menghemat air dibandingkan dengan menyediakan mandi pakai gayung. Nah, gak bisa buat token air juga, kan? Kloset, dalam hal ini, kloset kami belum di-upgrade menjadi kloset dengan volume gelontor yang lebih rendah. Mungkin waktu itu kloset dual flush masih belum tersedia.

Tiga, selalu diminati. Dengan kualitas kenyaman seperti itu, kos tersebut jarang kosong. Beberapa teman kos yang sempat saya temui bahkan ada yang sudah tinggal disana selama 10 tahun, 5 tahun, 3 tahun. Ada pula yang kembali setelah menyelesaikan magangnya, jika beruntung mendapatkan kamar yang kosong.

Nah, seperti yang saya jelaskan dan tuliskan di atas, desainnyalah yang memancarkan kepeduliannya. Kembali lagi, setiap orang punya selera masing-masing, menarik menurut saya belum tentu menarik menurut orang lain. Tapi saya merasa berterimakasih kepada pemilik kos itu.

Sesederhana itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun