Simbiosis mutualisme antara pemilik kos dan anak kos.Â
Semua orang pasti membutuhkan tempat yang nyaman. Menurut saya, kebutuhan anak kos ialah sebuah tempat yang menawarkan ruang yang homey. Tempat kos seperti ini cocok sekali untuk mahasiswa yang waktu antara di kampus dan di kos terbilang masih seimbang. Demikian para karyawan tidak selalu nongkrong setiap akhir minggu.
Kembali ke pertanyaan saya tadi, yang juga itu pertanyaan bagi saya sendiri. Sebelum tinggal di tempat tersebut, saya mungkin akan berpikir memanfaatkan semua area untuk kamar dan kamar. Tampaknya lumayan tiga kamar untuk sekian tahun kos berdiri, apalagi strategisu begitu. Belum terpikirkan mendirikan ruang kamar dalam area terbuka tersebut. Ya pertimbangan seperti itu sah-sah saja.
Tetapi bapak kos ini punya pandangan berbeda, kenyamanan penghuni seakan menjadi pertimbangan utama. Kesehatan dan produktivitas anak kos penting baginya. Walaupun tidak ada hubungan antara kesehatan atau produktivitas anak kos terhadapnya. Berbeda dengan kenyamanan dan kesehatan sebuah kantor yang banyak berbanding lurus dengan produktivitas karyawan dan profit perusahaan.
Pada jangka panjang, selain baik untuk anak kosnya, baik juga bagi dirinya. Banyak keuntungan yang diperoleh bapak kos---walaupun anggapan saya bukan itu tujuan utamanya. Dengan menyediakan tempat yang memikirkan kualitas kenyamanan dalam ruang seperti itu:
Satu, pemakaian energi listrik lebih efisien.
Anak kos tidak perlu menyalakan lampu di siang hari. Biaya listrik per bulan akan lebih hemat dibandingkan kamar yang bergantung pada lampu. Yee, anak kos gue kan punya token sendiri, jadi terserah mereka mau nyalain lampu sepanjang hari, yang bayar mereka juga. Please, gak gitu juga Ferguso! Bapak kos menyediakan fasilitas yang mana penghuninya tidak harus selain menghabiskan energi listrik juga tidak menguras kantong mereka.
Dua, konsumsi air lebih hemat. Fitur air seperti shower yang disediakan bisa menghemat air dibandingkan dengan menyediakan mandi pakai gayung. Nah, gak bisa buat token air juga, kan? Kloset, dalam hal ini, kloset kami belum di-upgrade menjadi kloset dengan volume gelontor yang lebih rendah. Mungkin waktu itu kloset dual flush masih belum tersedia.
Tiga, selalu diminati. Dengan kualitas kenyaman seperti itu, kos tersebut jarang kosong. Beberapa teman kos yang sempat saya temui bahkan ada yang sudah tinggal disana selama 10 tahun, 5 tahun, 3 tahun. Ada pula yang kembali setelah menyelesaikan magangnya, jika beruntung mendapatkan kamar yang kosong.
Nah, seperti yang saya jelaskan dan tuliskan di atas, desainnyalah yang memancarkan kepeduliannya. Kembali lagi, setiap orang punya selera masing-masing, menarik menurut saya belum tentu menarik menurut orang lain. Tapi saya merasa berterimakasih kepada pemilik kos itu.
Sesederhana itu.