Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Juni, Layang-layang, dan Museumnya

25 Mei 2019   15:40 Diperbarui: 28 Mei 2019   18:10 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Layang-layang (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sebentar lagi bulan Juni, sudah pasti musim panas dan panen padi akan dimulai. Anak-anak mendengar percakapan orangtuanya, sawah mana yang akan disabit duluan. Sabit besok dikeluarkan untuk diasah. Lumbung padi juga harus dibersihkan.

Anak kecil sekalipun tidak mengerti tanggal dan musim hujan jatuh di bulan berapa tetapi mereka tahu kalau panen akan ada layang-layang. Yeayy!

Musim layang-layang bagi banyak kalangan identik dengan musim panas. Juni pada umumnya masih musim panas. Bagi beberapa daerah bulan Juni identik dengan masa panen padi yang ditanam pada Januari lalu atau tiga bulan lalu. Tapi saya tidak hendak bernostalgia tentang masa panen yang musimnya akan datang bulan depan lho.

Layang-layang menurut sejarahnya, sudah ada sejak berabad-abad tahun lalu. Layang-layang sering dipakai dalam perayaan, sebagai penentu musim dan berbagai hal lainnya. Wright bersaudara pun menggunakan layang-layang untuk percobaan sebelum berhasil menerbangkan pesawat. Tidak heran layang-layang sudah jadi bagian dari budaya.

Layang-layang dibuat dari daun-Dokumentasi pribadi
Layang-layang dibuat dari daun-Dokumentasi pribadi
Sampai sekarang, beberapa daerah masih menggelar festival layang-layang seperti daerah Bali, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, dan Kalimantan. Sedangkan di daerah tertentu seperti di tanah kelahiran saya, Tapanuli bermain layang-layang hanya dilakukan kelompok anak. Festival layang-layang pernah dilakukan tetapi masih di daerah Kabanjahe. Kalau tidak salah tepatnya di Berastagi.

Tidak banyak informasi yang menyatakan asal-usul layang-layang sebenarnya. Sejak mural layang-layang ditemukan di Muna, China bukanlah lagi asal usul layang-layang pertama kali. Tentang layang-layang ini, museum layang-layang menyediakan informasi tentang layang-layang dan sejarahnya.

Layang-layang sebelah kanan merupakan layang-layang dari Sumatera-Dokumentasi pribadi
Layang-layang sebelah kanan merupakan layang-layang dari Sumatera-Dokumentasi pribadi
Koleksi layang-layang dari berbagai asal ada di Museum Layang-Layang, lho!

Saya baru tahu ternyata ada museum layang-layang melalui tulisan Kompasianer. Satu-satunya museum layang-layang di Nusantara! Setelah saya cari di Google lokasinya ternyata tak terlalu jauh dari tempat tinggal saya. Jadilah saya membuat rencana berkunjung ke museum layang-layang.

Berlokasi di daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan, museum layang-layang ini tidak seperti museum pada umumnya. Museum ini milik pribadi yang dulunya merupakan kediaman ibu Endang. Sekarang dikelola beberapa staf. Nuansa kediaman dengan tradisi Jawa pribadi dilengkapi joglo dan tanaman di sekitarnya membuat museum terasa lebih luas dan segar.

Kunjungan saya hari itu, dipandu oleh Bapak Dayat salah seorang pemandu. Menurut informasi dari beliau, museum ini dibentuk berawal dari kecintaan Ibu Endang pada bidang seni. 

Sebelum menjadi museum layang-layang, museum ini merupakan kediaman pribadi yang dialihfungsikan menjadi galeri layang-layang pada tahun 80-an. Kemudian pada tahun 2003 resmi menjadi museum layang-layang.

Setelah mendengarkan audiovisual tentang layang-layang, beliau mempersilahkan kami melihat-lihat koleksi layang-layang di ruang khusus dan menjelaskan asal-usul layang-layang yang dipajang di ruangan itu.

Museum layang-layang memiliki ragam koleksi layang-layang yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara maupun Mancanegara. Baik dari bentuk dan ukurannya yang beragam.

Ada layang-layang sekecil kupu-kupu. Ini jenis layang-layang terkecil yang ada di sana. Layang-layang ini diterbangkan menggunakan benang pakaian. Kebayang gimana layang-layang berukuran 2 cm terbang?

Layang-layang dari dedaunan. Dulunya dimainkan masyarakat sambil memancing. Ujung tali layang-layang berisi umpan dimasukkan ke dalam air sedangkan ujung yang lain layangan yang sedang terbang. Unik bukan?
Layang-layang dari dedaunan. Dulunya dimainkan masyarakat sambil memancing. Ujung tali layang-layang berisi umpan dimasukkan ke dalam air sedangkan ujung yang lain layangan yang sedang terbang. Unik bukan?
Semua layang-layang yang dipajang di ruang layang-layang menurut penjelasan Bapak Dayat merupakan koleksi berasal dari berbagai kegiatan festival dari tahun ke tahun. Pengunjung pun bisa melihat berbagai bentuk layang-layang dari corak warna, ukuran dan bahan. Semuanya seperti mewakili budaya asal layang-layang.

Dari audiovisual, kelihatannya layang-layang diadakan di daerah pantai. Bali terkenal masih kental dengan kegiatan festival layang-layang. Layang-layang yang dinaikkan sangat besar oleh puluhan bapak-bapak, puluhan orang menarik tali, puluhan orang yang lain memegang ekor.

Selain menyaksikan layang-layang, pengunjung rupanya dapat melakukan berbagai kegiatan budaya disini. Museum layang-layang menyediakan kegiatan membuat keramik, membatik, melukis layang-layang, melukis payung, T-shirt, wayang dan lampion yang harganya menyesuaikan jenis kegiatan yang dipilih pengunjung.

Layang-layang jenis ikan-Dokumentasi pribadi
Layang-layang jenis ikan-Dokumentasi pribadi
Sore itu, selain saya ada juga kelompok keluarga yang berkunjung bersama anak-anaknya. Salah satu dari mereka sempat mengajak bergabung bersama tetapi karena saya menunggu teman jadilah kami terpisah dengan mereka.

Museum layang-layang bisa menjadi tempat menarik untuk dikunjungi khususnya bagi anak-anak. Ruang audiovisual terdapat berbagai lukisan layang-layang dan kenang-kenangan yang berasal dari berbagi sekolah.

Museum layang-layang dapat dikunjungi setiap hari mulai pukul 09.00 WIB sampai 16.00 WIB, kecuali pada saat Libur Nasional. Dengan biaya pendaftaran sebesar 15K pengunjung berikut kegiatan yang dilakukan: audiovisual, tour ke museum layang-layang dan membuat layang-layang.

Setelah tour, saya ikutan membuat layang-layang sendiri yang kerangkanya sudah disediakan oleh pihak museum. Biasanya pengunjung tinggal menempel kertas dengan kerangka dan melukisnya sesuai selera masing-masing.

Selesai kunjungan saya pulang membawa layang-layang menuju halte MRT Fatmawati. Transportasi umum yang saya ketahui yang paling dekat dengan museum ini bisa melalui terminal Lebak Bulus dan Stasiun MRT. Ada sih bus feeder bus TransJakarta tujuan Pondok Labu, cuma gak terlalu paham naik TJ turunnya dimana. 

Kira-kira sekian pengalaman saya. Happy weekend yaa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun