Jika kamu pernah memecahkan bohlam secara sengaja atau pecah sendiri karena penanganan yang kurang tepat, sebaiknya mulai sekarang jangan deh. Pasalnya pecahan bohlam selain dapat melukai diri sendiri, lampu hemat energi memiliki kandungan merkuri.
Sampai saat ini, penggunaan lampu hemat energi bisa kita katakan masih menjadi primadona. Jenis lampu yang sebenarnya bernama Fluorescent Lamp terdiri atas CFL atau LFL. Jika dibandingkan dengan lampu pijar dan LED, dari banyak hal lampu hemat energi ini memang lebih lebih ekonomis dan disukai oleh masyarakat.
Bandingkan dengan lampu pijar, cahaya yang dihasilkan lebih terang dan energi listrik yang dikonsumsi lebih hemat. Sedangkan kalau dibandingkan dengan lampu LED, lampu CFL lebih murah dari segi harga.Â
Walaupun dari segi investasi, menggunakan lampu LED sebenarnya lebih hemat dan tidak berbahaya karena tidak mengandung merkuri, membayarkan dimuka terlalu mahal menjadi pertimbangan utama konsumen. Sayangnya, di balik itu semua, lampu hemat energi mengandung merkuri.
Merkuri dan Bahayanya
Seperti kita ketahui, merkuri merupakan logam berat yang sangat berbahaya. Dalam bahasa sederhananya, merkuri dalam lampu hemat energi berfungsi untuk mengkonversi energi menjadi cahaya. Cahaya muncul karena terjadi proses eksitasi elektron di dalam lampu karena energi yang berasal dari arus listrik.
"The mercury is used to convert electrical energy to radiant energy in the ultraviolet range, which is then re-radiated in the visible spectrum by the phosphor powder (Aucott et al., 2003)."
Sampai sekarang penggunaan merkuri pada banyak sektor sudah dilarang. Sedangkan beberapa sektor lain masih dibatasi sebelum benar-benar menghentikan penggunaannya. Â Lampu hemat energi misalnya masih dibutuhkan oleh masyarakat.
Tentang kandungan merkuri dalam lampu hemat energi. Saat ini diperkirakan jumlah rata-rata merkuri dalam lampu hemat energi sekitar 5 mg.Â
Jumlah yang jauh dibandingkan kandungan sebelum dibatasi, yang berada di belasan mg. Uni Eropa membatasi merkuri pada lampu hemat energi maksimal hingga 5 mg.
Mengapa merujuk ke Uni Eropa? Karena mereka salah satu yang concern dengan bahan berbahaya. Bahkan sekarang pasar mereka menerima lampu dengan kandungan merkuri maksimal sekitar 2 mg.
Memang lampu ini masih sangat digandrungi oleh masyarakat, selain hemat energi, harganya masih relatif lebih murah jika dibandingkan dengan lampu LED.Â
Sangat disayangkan, merkuri sangat berbahaya bagi lingkungan (manusia, tanaman, hewan, dst). Dampaknya merkuri pada tubuh pun tidak dapat dilihat dalam waktu yang singkat. Â Oleh karena itu, ketika lampu sudah tidak berfungsi lagi, sebaiknya ditangani dengan hati-hati.
Bagaimana jika lampu terlanjur pecah?
Merkuri dalam lampu terdapat dalam bentuk uap dan bubuk. Sehingga ketika lampu pecah, sengaja atau tanpa sengaja, merkuri dengan mudah akan menyebar ke mana-mana. Keadaan seperti ini merkuri bisa terhirup atau termakan.
Jika lampu pecah, bukalah ruangan agar udara masuk sebebas-bebasnya. Bersihkan pecahan merkuri dan masukkan ke dalam wadah tertutup.Â
Dan buang ke tempat sampah atau dikubur ke dalam tanah. Membakar sampah lampu bukanlah pilihan yang baik. Merkuri akan lebih mudah menguap dalam suhu panas.
Mengutip dari sebuah artikel disini,
"It was found that between 17% and 40% of the mercury in broken low-mercury fluorescent bulbs is released to the air during the two-week period immediately following breakage, with higher temperatures contributing to higher release rates. One-third of the mercury release occurs during the first 8 hours after breakage. Many fluorescent bulbs contain more mercury than the low-mercury bulbs tested; a typical bulb discarded in 2003 might release between 3 and 8 mg of elemental mercury vapors over two weeks".
dan artikel disini,
"It has been estimated that 1.2--6.8% of the total mercury in fluorescent lamps could be released into the air after breakage." Â
***
Artikel ini dibuat karena rasa penasaran seseorang yang berencana memecahkan lampu hemat energi ingin melihat bagian dalamnya. Tak lama setelah itu, lampu di ruangan meledak. Jadilah artikel ingat-ingatan ini :)
Sumber bacaan:
- Hu Y, Cheng H, Mercury risk from fluorescent lamps in China: Current status and future perspective, Environ Int (2012)
- Civelekoglu, Gokhan, Characterisation of waste fluorescent lamps to investigate their potential
recovery in Turkey, International Journal of Global Warming (May 2014) - https://www.state.nj.us/dep/dsr/research/mercury-bulbs.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H