Rupa-rupanya, mood kita pun menular ke sekeliling. Ahaha. Aura saya emang lagi gak enak gegara buku bekas yang tidak jadi saya ambil. Itu buku bagus yang pernah direkomendasikan seseorang yang tidak saya kenal dalam tulisannya. Buku berjudul The God of Small thing karya Arundhati Roy. Satu lagi buku seorang traveller yang kelihatan sama menariknya. Ya ellah... baru mau baca buku itu sekarang? Itu mah buku zaman baheula, Er!
Mengapalah si mas tadi jual-jual mahal kalau toh akhirnya dia iyakan juga. Lagian dari tadi saya sudah memohon-mohon lama. Sambil membayangkan buku itu sudah ada di tangan. Tapi ya sudahlah. Nanti kalau sudah ada duit, beli buku yang sama. Kali ini saya tidak mampu membayar seharga yang diminta penjual dan sudah terlanjur berubah pikiran.
Namun, kejadian itu mempertemukan saya pada buku ini, buku ringan yang mengajak pembacanya mengingat lagi tentang fase kehidupan yang disebut dengan single, terutama bagi wanita.
Apakah Status Single Memang Aib?
Novel ini bisa dibilang sesuai judulnya. Bukan tentang tips en trik menjadi lajang berbahagia tapi cerita dengan subjek 'aku' akan realita hidupnya menghadapi masa single dengan tuntutan segera menikah.
Namun, walaupun isi sesuai judulnya, Jennifer Jhonson seakan hendak mengatakan secara tersirat, bahwa lepas dari single bukan berarti hidup sesuai harapan kita. Hidup juga tidak akan otomatis bahagia. *And they live happy forever and after. Bo'ong!
Jennifer Jhonson menceritakan aktivitas kesehariannya sebagai lajang yang diburu menikah. Jika pada usia yang semakin matang tak kunjung memiliki pasangan hidup. Usia yang semakin bertambah, sudah bekerja dan memiliki adik perempuan yang akan segera menikah, Hailey.
Jennifer Jhonson pun melakukan banyak hal untuk mengubah kehidupan singlenya. Melakukan diet, ikut online dating, mencari pendapat para sahabatnya tentang mencari pacar dan menerima setiap masukan orang terdekat, termasuk ibunya.
Berada di lingkungan dengan tuntutan seperti itu bisa mengubah pandangan akan kehidupan single. Masa single pun menjadi monster menakutkan atau cap memalukan dalam dirinya. Belum lagi pandangan 'aneh' dari orang sekitar jika seorang kakak perempuan belum menikah sementara adik perempuannya sibuk mempersiapkan pernikahannya. Tidak menutup kemungkinan pandangan ini akan mempengaruhi anak remaja (wanita) lainnya.
Rasanya, budaya kita cenderung menganut pemahaman sama. Ada kegelisahan ketika melihat wanita di sebuah keluarga sudah berumur dan bekerja tapi belum memiliki pasangan. Apalagi jika adik perempuan sudah memiliki calon suami sementara kakak perempuan belum ada tanda-tanda akan dilirik lawan jenisnya.
Jangan-jangan ada yang tidak beres sama kakak perempuannya. *Please janganlah beranggapan seperti itu. Saya berada di posisi yang sama walaupun adik perempuan saya belum ada tanda-tanda akan menikah dalam waktu dekat. :D