Topik ini bukan sesuatu yang menarik jika dibicarakan tetapi kita perlu tahu bagaimana kondisi udara di sekitar. Kita menghirup udara setiap saat.
Menurut laporan BCC news, pada tahun 2016, WHO (World Health Organization) memasukkan Jakarta dalam sepuluh kota dengan pencemaran udara terburuk di Asia Tenggara. Kondisi udara Jakarta melebihi ambang batas 4,5 kali lipat dari yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 45 g/m3. Level sangat mengkwatirkan.
Sejak tahun 2010 saja, Survei BI sudah menyatakan Jakarta merupakan kota termacet total dengan berbagai dampak yang timbul, terutama kesehatan penduduk di Jakarta akibat polusi udara.
Kendaraan bermotor salah satu sumber terbesar emisi udara. Pembakaran bahan bakar akan menghasilkan emisi NOx, SOx, partikulat matter dan emisi berbahaya lainnya seperti timbal dan benzena. Dalam jangka lama, udara terpolusi yang kita hirup akan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti asma, pneumonia, gangguan paru obstruktif kronik, jantung, dan kanker.
Walaupun kita mengenakan masker, masker tidak bisa melindungi 100%. PM2,5 (partikulat matter berukuran hingga 2,5 mikron) bisa masuk ke dalam tubuh. Â
Dalam hati ini timbul pertanyaan, bagaimana dengan warga yang sedang beraktivitas di luar ruangan? Terutama kelompok rentan, ada anak-anak dan ibu hamil serta masyarakat di dalam angkutan non-AC dan di atas kendaraan roda dua yang juga terjebak dalam kemacetan.
Â
Konsep Ridesharing Salah Satu Solusi Mengurangi Kemacetan,
Kemacetan sudah terbukti bermuara pada kesehatan dan psikologis warga. Riset Budi Haryanto pada tahun 2010 menunjukkan sekitar 57,8% penyakit penduduk Jakarta terkait dengan pencemaran udara dengan biaya penanggulangan dua kali lipat dari dana APBN. Sebenarnya kita rugi, bukan?
Jika kemacetan terus meningkat dalam lima tahun ke depan Jakarta akan semakin merugi, bahkan lumpuh total seperti kondisi dalam video berikut: