Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jelajah Tiga Museum, Kekayaan Bangsa dan Semangat Nasionalisme Pendahulu

18 Agustus 2017   18:07 Diperbarui: 19 Agustus 2017   07:23 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Perumusan Naskah Proklamasi I Dokumentasi pribadi

Mengujungi tempat-tempat bersejarah seperti museum di kota Jakarta sudah menjadi keinginan hati sejak lama. Selagi masih tinggal di Jakarta, kesempatan ini harus saya gunakan, begitulah pikiran saya.

Sudah beberapa kali mengajak teman (atau pernah diajak) tetapi sampai saat ini belum kesampaian juga. Padahal bisa dikatakan jaraknya sangat terjangkau menggunakan moda transportasi umum. Pernah waktu itu, saking pengennya, akhirnya saya berkunjung ke Museum Gajah sendirian. Kurang kerjaan kali ya :D

Terus, ke museum ngapain saja?

Melihat, mengamati, membayangkan, merasakan, ..., dan mengagumi. Ada banyak hal yang bisa didapatkan dari kunjungan ke museum. Sekalipun bukan penikmat sejarah seperti saya, museum juga tempat berdiam diri, mungkin jadi dapat inspirasi. Misalkan ketika kami berkujung ke Museum Gajah, saya malah bertanya pada diri sendiri, "gimana kalau saya ikut belajar mencanting sehari?" Sepertinya akan saya coba suatu saat nanti.

Tapi bagaimana pun sebagai warga negara Indonesia, kita semestinya mengetahui sejarah bangsa kita. Bagaimana kita bisa mencintai sesuatu yang tidak kita kenal? Pengenalan yang benar akan sejarah adalah pondasi mencintai bangsa.

Maka ketika Clickompasiana mengajak Clickpakers napak tilas ke museum bersejarah, saya segera mendaftarkan diri tak ingin melewatkan kesempatan bagus ini---walaupun sebenarnya belum tentu diterima, hehee. Dan hanya beberapa hari kemudian ada email masuk menjadi peserta.

Jadilah pagi itu, tepatnya di hari Minggu saya bergegas berangkat dari Stasiun Kebayoran menuju titik kumpul, Stasiun Gondangdia. Setiba disana sudah hadir ibu Muthia, menunggu kedatangan peserta, sekaligus memandu perjalanan kami sepanjang hari.

Setelah semuanya berkumpul, kami mulai melangkahkah kaki menuju Museum Kebangkitan Nasional. Museum pertama yang kami kunjungi. Semua peserta ada enam orang yaitu Ibu Muthia, Mba Syifa, Mas Yogi, Mba Ika dan Fani. Tidak jauh dari Stasiun Gondangdia, berdiri Museum Kebangkitan Nasional di Jl. Abdulrahman Saleh. Sambil mengobrol sepanjang perjalanan kami sudah tiba saja dengan jalan kaki. Pagi itu pun suasana masih segar.

Berpose Sebentar di Tugu Tani I Dokumentasi: Ibu Muthia
Berpose Sebentar di Tugu Tani I Dokumentasi: Ibu Muthia
Museum Kebangkitan Nasional, Tumbuhnya Benih-benih Semangat Juang Para Pemuda Bangsa

Museum ini menyajikan informasi dan koleksi benda-benda bersejarah yang berkaitan sekolah kedokteran dan sejarah kebangkitan nasional. Dulunya merupakan sekolah STOVIA atau Sekolah Dokter Bumi Putera. Mereka berasal dari berbagai suku, bahasa, dan agama.

Di sinilah titik awal kebangkitan nasional. Atas dasar kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat, mahasiswa di sekolah STOVIA membentuk organisasi Boedi Oetomo. Sejak itu pembentukan organisasi kepemudaan di daerah terbentuk seperti Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Borneo, Jong Minahasa, Timoress, Verbond, dan lain-lain. Alhasil, perlawanan terhadap penjajah bukan lagi bersifat daerah tetapi nasional.

img20170813110150-5996c8da4869323498314222.jpg
img20170813110150-5996c8da4869323498314222.jpg
Sekolah ini dikemudian hari dipakai menjadi Sekolah Asisten Apoteker dan Sekolah Menengah Atas. Oleh pemerintah DKI Jakarta museum ini selesai dipugar pada 20 Mei 1973.

Waktu kami berkujung suasana sekolah kedokterannya masih kental sekali. Tidak terbayang bagaimana mahasiswa belajar di sekolah kedokteran dengan peraturan yang sangat ketat. Selain pintar,mereka pasti kuat. 

Bayangkan ukuran peralatan kedokteran jaman dahulu amat sangat besar! Pada saat memasuki kamar asrama, ada koper jadul di bawah setiap tempat tidur.  Mengingatkan saya pada sebuah koper lama milik kakek. 

Suasana kelas kentara sekali akan keutamaan kaum adam dalam memperoleh pendidikan. Namun di museum ini pula saya bertemu Ibu Dewi Sartika, perempuan pelopor pendidikan. Juga Ibu Kartini,  perempuan yang mendedikasikan dirinya mengabdi mempertahankan hak-hak perempuan.

Patung Suasana kelas Sekolah Dokter Bumi Putera I Dokumentasi pribadi
Patung Suasana kelas Sekolah Dokter Bumi Putera I Dokumentasi pribadi
Perumusan Naskah Proklamasi

Jika museum sebelumnya berbentuk sekolah, Museum Perumusan Naskah Proklamasi bentuknya rumah berlantai dua. Ada  ruang tamu, ruang makan, kamar mandi yang luas lengkap dengan kloset duduk, wastafel, bathup. Masih ada bekas cerobong asap untuk mengeluarkan asap dari dapur---kalau saya tidak salah.

Museum bergaya arsitektur Eropa (Art Deco) ini berdekatan dengan Taman Suropati. Dapat dijangkau menggunakan bus transjakarta Pulo Gadung-Grogol, Kampung Melayu-Grogol, dan Bus PPD 23 Kampung Melayu-Grogol. Kami kesana menggunakan kendaraan roda empat yang dipesan secara online.

Disinilah para proklamator merumuskan naskah proklamasi yang memerdekakan bangsa Indonesia. Saat itu rumah ini dihuni oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda, Kepala Kantor Penghubung antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat Jepang.

Maeda memberikan ijin rumahnya dipakai oleh para proklamator merumuskan naskah proklamasi. Tepat pada dini hari pukul 03.00 WIB naskah proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr, Ahmad Soebardjo.

Ruang Perumusan Naskah Proklamasi I Dokumentasi pribadi
Ruang Perumusan Naskah Proklamasi I Dokumentasi pribadi
Kami bisa menyaksikan langsung empat tempat penting dalam rumah Laksamana Maeda ini untaian naskah proklamasi hingga sah. 

Ruang pertemuan, tempat Laksamada Tadashi Maeda menerima Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad di rumahnya pada pukul 22.00 WIB.

Ruang perumusan, naskah proklamasi dirumuskan pada dini hari pukul 03.00 WIB. Tampak seperti ruang makan.

Ruang pengetikan, dimana Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi atas permintaan Ir. Soekarno.

Ruang pengesahan, tempat naskah proklamasi ditandatangai oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta disaksikan sekitar 40-50 orang.

Menurut cerita, sebelum merumuskan naskah proklamasi, mereka terlebih dahulu makan nasi goreng buatan Asisten Maeda, orang Jepang. Makanan khas nusantara yang lezat dan mudah penyajiannya.

Pada hari kami berkunjung, ada kelompok berseragam hijau dan abu-abu sedang mengikuti latihan. berasal dari berbagai organisasi seperti Ambarawa, Empat Lima dari berbagai kota. Tepat sehari sebelum perayaan kemerdekaan nasional akan mengikuti napak tilas ke Tugu Proklamasi.

Sayangnya, pada saat mereka kembali menggelar latihan, kami akan berpindah ke Museum Gajah.

Bapak Sayuti Melik sedang mengetik naskah proklamasi I Dokumentasi pribadi
Bapak Sayuti Melik sedang mengetik naskah proklamasi I Dokumentasi pribadi
Museum Gajah

Masih bersemangat menjelajah, kami sudah tiba di Museum Gajah. Kerap juga disebut dengan Museum Nasional. Museum berlantai empat berisi tentang warisan budaya bangsa dan ada aneka ragam.

Ada empat lantai dengan tema berbeda, manusia dan lingkungan; Ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi; organisasi sosial dan pola pemukiman; khasanah emas dan keramik. Tinggal pilih berminat kemana. Tetapi kami peserta Clickompasiana begitu antusias mengunjungi semuanya.

Nah, di museum ini selain menemukan koleksi sejarah dan peradabannya ada juga beragam koleksi budaya, dan kehidupan sosial. Pada lantai empat misalnya banyak kekayaan bangsa berkilauan dan kuning-kuning (logam mulia, berlian, permata). Lumayanlah memuaskan mata :D

Saya bertemu Pak Rohmi, ahli membatik. Beberapa kain baik yang sudah selesai dicanting dipajang. Terkesan akan keuletannya sedang membatik sempat berbincang dengan beliau. Beliau mengajar mencanting di museum bagi pengunjung yang tertarik. Boleh dicoba, nih!

Dulu saya dan teman-teman sekolah hanya membaca sejarah di buku dan mendengarkan penjelasan dari guru. Rangkaian cerita dan visualisasi dalam museum memberi gambaran nyata jelas lebih mudah dipahami. Pantesan saja ada banyak orang datang ke museum, orang lokal juga mancanegara. Beruntungnya memiliki kesempatan ke museum. Nah, jika ke Jakarta kunjungan ke museum sepertinya rencana bagus jika dimasukkan dalam daftar kunjungan.

Kita sedang menunggu bus tingkat pariwisata I Dokumentasi pribadi
Kita sedang menunggu bus tingkat pariwisata I Dokumentasi pribadi
Kamu hendak ke tiga museum simak jadwal berikut:

Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Selasa-Kamis, Sabtu, Minggu pukul 08.00-16.00 WIB) dan Jumat (08.00-11.30 WIB, 13.00-16.00 WIB)

Museum Nasional Selasa-Kamis, Jumat (08.30-16.00 WIB) , Sabtu dan Minggu (08.30-17.00)

Museum Kebangkitan Nasional (Selasa-Minggu pukul 08.00-16.00 WIB)

Ketiga museum ini tutup setiap Senin dan libur nasional.

Tepat berseberangan dengan Museum Nasional, ada halte bus pariwisata singkat sesuai jurusan masing-masing. Bus tingkat ini beroperasi setiap hari dengan jadwal tertentu juga. Setiap Senin sampai Sabtu beroperasi pukul 09.00- 17.00WIB dengan delapan belas armada. Setiap Minggu beroperasi setelah Car Free Day. Tersedia delapan belas armada, membawa penumpang berkeliling melewati tempat-tempat penting menuju tempat-tempat bersejarah di kota Jakarta. Sst.. Bayarnya gratis lho. Ada pula lima armada hari khusus Sabtu, beroperasi hingga pukul 23.00 WIB.

Kalau tidak, menyeberang saja berjalan kaki ke Tugu Monas yang berwarna-warni itu pada malam hari. Kalau Clickpakers sore itu memilih naik bus tingkat ke Juanda. Disanalah kami mengucapkan salam perpisahan. Jiahh... kayak gak akan ketemu saja dalam waktu lama.

Baiklah, sekian dulu kisah saya kunjungan ke museum bersama Clickpakers. Selamat hari kemerdekaan dan semangat mengisi kemerdekaan buat kita semua ;)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun