Mohon tunggu...
Erni Pakpahan
Erni Pakpahan Mohon Tunggu... Administrasi - Wanita dan Karyawan Swasta

Terima kasih sudah berkunjung!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Teknologi Mikroorganisme: Air Kotor Demi Air Bersih yang Kita Peroleh

13 Desember 2016   18:00 Diperbarui: 13 Desember 2016   18:07 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengubah air kotor menjadi air bersih selama ini sekedar teori yang membuat saya selalu penasaran. Satu setengah tahun lalu, saya masih pakai air gunung dan hujan untuk kebutuhan sehari-hari.  Saya baru yakin setelah mengikuti kunjungan di Instalansi Pengolahan Air (IPA) Cilandak Rabu lalu. Air yang saya gunakan sekarang rupanya berasal dari kali kotor dengan warna coklat dan berbagai jenis sampah. Belum lagi zat-zat tak kasat mata melebihi ambang batas terkandung di dalamnya seperti amonium, detergent, mangan juga ion lain. 

Sebelum berangkat menggunakan bus menuju IPA Cilandak, Ibu Meyritha Maryanie selaku Corporate Communication & Social Responsibilities Division Head  terlebih dahulu membekali kami tentang PT. PAM LYONNAISE JAYA (PALYJA) Bagian Barat Jakarta di PALYJA Penjompongan I. Pengenalan teknologi mikroorganisme alami ini ternyata kunjungan ketiga rangkaian acara kompasiana.

Pemilik saham pengolahan air dengan total jaringan distribusi 5.400 km ini adalah Suez 51% dan Astrael Nusantara 49% memiliki total investasi Rp 2.089 trilyun. Selain menggunakan pusat monitor tersentral dan terkomputerisasi pertama di Indonesia, penerapan teknologi menggunakan mikroorganisme alami di PALYJA merupakan teknologi pengolahan air pertama diterapkan di Indonesia dan Asia Tenggara.  

Kunjungan Instalansi Pengolahan Air Cilandak

Bersama kurang lebih 20 kompasianer sekitar pukul 11.30 WIB kami pun berangkat. Setiba di lokasi, Pak Aan (nama akrab)-Safety Driving mempertemukan kompasianer dengan Bapak Alfi Sugianto-Plant Utilitas.

Lokasi IPA Cilandak berkapasitas 400 lps (liter per detik) terletak di wilayah dataran lebih rendah dibandingkan dengan bangunan lain di sekitarnya. Tidak mengherankan IPA Cilandak kerap mendapat hadiah banjir. Beberapa dinding bangunan diramaikan cat warna kuning berupa meteran. Angka-angka nongol disana sebagai pertanda ketinggian banjir yang pernah terjadi.

“Setiap tahun banjir meninggi dengan angka tertinggi 4,2 m, terjadi pada Agustus 2016.” tambah  Pak Alfi, saat beliau memberikan keterangan keselamatan diri.

Kami diharapkan mengikuti uraiannya selama berada di kawasan kunjungan sebab resiko kebakaran dan kebocoran gas mungkin saja terjadi. Kecelakaan dari peralatan yang dioperasikan selama 24 jam dan ledakan terutama dari gas klorin.

Tak lama kemudian, kami bertemu Bapak Rizky Darmadi-Cilandak WTP Section Headyang berubah status menjadi “Tour Guide” Kompasianer dalam kunjungan IPA Cilandak hari itu. Beliau menjelaskan proses pengolahan air baku dan mengindahkan semua pertanyaan antusias kami selama kunjungan.

IPA Cilandak memiliki dua sistem pengolahan air kami jelajahi satu per satu. Unit Plant Lama terdiri dari Plant lama 1 dan 2 memiliki kapasitas produksi masing-masing 100 lps dan Unit Plant UCD 720 (Unit Compact Degreemont) berkapasitas produksi 200 lps.

Alur Singkat Pengolahan Air Baku di IPA Cilandak

Sistem pengolahan pada dua unit tersebut pada prinsipnya sama. Perbedaannya terletak pada jumlah unit dan jenis tabung filter. Berikut rangkaian pengolahan air di IPA Cilandak:

1. Berawal dari Kali Krukut

Gerbang pertama pengolahan air IPA Cilandak berada di batas Kali Krukut dan pintu intake air baku. Air baku yang berhulu di Bogor ini dibelokkan sebagian sehingga mengalir ke kolam pra sedimentasi. Terbalik dari pikiran saya, Kali Krukut terlihat berwarna coklat pekat. Gundukan berbagai jenis sampah di sisi kolam dengan aroma khas menjadi bukti betapa tercemarnya sungai oleh sampah. Sekali tiga hari sampah ini akan diangkut oleh pihak ketiga.

IPA Cilandak memiliki kesusahan tersendiri di setiap musim. Pada musim hujan kuantias sampah masyarakat akan meningkat, sementara di musim kemarau konsentrasi polutan zat kimia dalam air malah meningkat.

Kejadian pada tahun 2015, kandungan amonia air baku jauh di batas standar kadar amonia pengolahan air bersih. Kandungan amonia berdasarkan standar Keputusan Gubernur No.582 tahun 1995 seharusnya 1 mg/L. Dalam kasus ini mencapai angka 7 mg/L berasal dari buangan domestik rumah tangga.

“Semakin tinggi tingkat polutant maka chemichal cost akan semakin tinggi.” ungkap Rizky Darmadi. Hal ini dipengaruhi semakin banyak bahan kimia yang dibutuhkan untuk mengolah air. Belum lagi harga bahan kimia begitu mahal. Masalah lain yang harus dihadapi PT. PALYJA dengan empat instalansi pengolahan air.

kolam-prasedimentasi-1-dan-2-584fd637b192731a1649b422.jpg
kolam-prasedimentasi-1-dan-2-584fd637b192731a1649b422.jpg
2. Penerapan Teknologi Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR)

Tahap berikutnya dilanjut dengan mengalirkan air baku dari kolam pra sedimentasi ke kolam teknologi MBBR diterapkan. Mikroorganisme alami sedang diberdayakan di dalam media bio ball dengan penyangga kerangkeng berbentuk kotak supaya media bio ball tidak terbawa arus pada saat banjir. Selain resiko ledakan gas klorin, kebakaran, dan gempa, IPA Cilandak harus menghadapi situasi banjir yang sering berkunjung.

Air terlihat bergelembung di wilayah kerangkeng untuk memenuhi oksigen terlarut hingga 5 mg/L supaya mikroorganisme bertahan hidup. Bakteri ini diharapkan dapat mengurangi kadar amonium, detergent, dan mangan. Teknologi mikroorganisme alami ini sebelumnya telah berhasil dilakukan di IPA Taman Kota dan  Instalansi Pengambilan Air Baku Banjir Kanal.

 Pada saat ini, analisa menunjukkan 33% kadar amonium dan mangan berkurang setelah air baku diolah menggunakan teknologi MBBR.” jelas Rizky Darmadi.

3. Proses Aerasi

Tidak ada perbedaan warna air antara kolam pra sedimentasi dan kolam penerapan teknologi MBBR. Warna berubah hitam pada proses aerasi karena dicampur dengan karbon aktif. Fokus utama dalam tahap ini adalah mengurangi kadar Fe (besi) dan Mn (Mangan). Nah, kemudian dialirkan ke Plant Lama 1, Plant Lama 2 yang berdiri pada tahun 1997 dan Plant UCD 720 tahun 2000.Kami harus menaiki tangga karena pengolahan selanjutnya bertempat di bangunan lebih tinggi, salah satunya untuk menghindari jika banjir meluap.

img20161207140736-584fd6545dafbdab0c87532c.jpg
img20161207140736-584fd6545dafbdab0c87532c.jpg
4. Tahap pengadukan  cepat dan lambat (mixing)

Pada proses ini sebenarnya tidak jauh berbeda. Pengadukan air pada pencampuran koagulan  disebut koagulasi berkecepatan 20 rpm. Lalu menurun menjadi 15 rpm di tahap floakuasi supaya flok-flok yang terbentuk dalam tahap kloaguasi menyatu membentuk flok besar.

5. Tahap sedimentasi lumpur

Flok ukuran lebih besar yang terbentuk akan mengendap pada tahap ini.  

6. Tahap penyaringan.

Air bersih dari polutan yang tersisa disaring terlebih dahulu sebelum dilakukan injeksi klorin. Kedua unit plant ini memiliki tangki berbeda, unit Plant Lama memiliki 6 unit penyaringan air bersih jenis tangkitabung terbukasedangkan plant UCD 720 terdiri atas 3 unit penyaringan air bersih jenistangki berbentuk kapsul dengan tekanan tinggi 3 bar.

img20161207141506-584fd3e809b0bd2114146089.jpg
img20161207141506-584fd3e809b0bd2114146089.jpg

7. Injeksi klorin

Untuk mematikan mikroorganisme dalam air. Ya, termasuk bakteri alami dalam teknologi MBBR.

8. Penampungan (Reservoir)

Air hasil penyaringan dari unit Plant Lama dialirkan ke reservoir 1 berkapasitas 1000 m3 dan Air dari plant UCD 720 dialirkan ke reservoir 2 dengan volume kapasitas yang sama. Kedua reservoir ini dihubungkan oleh jaringan pipa. Air ini didistribusikan sekitar 33.000 m3 setiap 24 jam.

Perbedaan lain pada kedua plant ini terdapat pada jumlah masing-masing unit. Plant Lama menggunakan 2 unit tahap pengadukan, dan 2 unit tahap pengendapan. Sedangkan Plant UCD 720 mengunakan 3 unit tahap pengadukan serta 1 unit tahap pengendapan.

Yuk Kenalan Lebih Detail Tentang Investasi dan Inovasi Teknologi MBBR di PT. PALYJA

Serius! Teknologi MBBR sebenarnya teknologi pengolahan air limbah. Kebayang, kan betapa buruknya kualitas air baku di Jakarta.

Menerapkan teknologi mikroorganisme alami di PT. PALYJA dapat meningkatkan kapasitas total produksi air bersih dari 8.800 lps menjadi 9.200 lps untuk mensuplai wilayah Jakarta Barat dan Utara.

Inilah alasan mengapa Teknologi MBBR kemudian diadopsi dalam pengolahan air bersih di PT. PALYJA. Dalam persoalan ini, kualitas air baku Kali Krukut sudah melampaui air limbah sehingga IPA Cilandak pun turut menerapkan teknologi MBBR untuk mengurangi kadar amonium, detergen dan mangan. Teknologi ini mampu menghilangkan 87% Amonia dan diharapkan hasil aplikasi teknologi MBBR dapat menurunkan konsentrasi amonia hingga mencapai 70% dengan kadar amonia dalam air baku mencapai 3 mg/L.

Mikroorganisme alami menjadi pemeran utama dalam teknologi ini. Bakteri alami dalam air akan berkembang dalam dua minggu setelah medium disediakan. Mereka tinggal dan berkembang dengan syarat, oksigen harus tersedia sekitar 5 mg/L tetapi jika salinitas air tinggi bakteri ini tidak dapat hidup.

IPA Cilandak menggunakan media bentuk bio ball sedangkan media IPA Taman Kota berbentuk honey comb.Media terbuat dari material plastik jenis HDPE dengan luasan kontak area 500 m2/m3.

“Sejak awal tahun 2016 IPA Cilandak telah mengujicoba penerapan teknologi MBBR.” terang pak Rizky lagi.

IPA Cilandak yang berstatus telah memenuhi ISO 9001, ISO 14025, dan EHS (Enviromental, Health, dan Safety) menghasilkan air layak minum sesuai dengan Permenkes tetapi dalam proses distribusi air melalui pipa-pipa dengan status sudah berumur maka air ini diperuntukkan sebagai air bersih kepada masyarakat.

img20161207141639-584fd66d597b61fc5e13e11c.jpg
img20161207141639-584fd66d597b61fc5e13e11c.jpg
Upaya Kita Sebagai Masyarakat Pengguna Air

Perlu kita ingat, air tawar di Indonesia tersebar tidak merata. Sebanyak 70% dari seluruh air terdapat di Kalimantan dan Papua dengan total populasi di kedua pulau tersebut hanya 13%. Sementara penduduk Indonesia terpusat di Pulau Jawa terutama Jakarta. Ditambah perubahan iklim global saat ini sangat mempengaruhi terhadap ketersediaan air. Jakarta salah satu kota dengan defisit air.

Sesuai dengan penjelasan Ibu Meyritha berdasarkan hasil studi PAM Jaya untuk penduduk Jakarta defisit air 9.100 liter/detik dari kebutuhan air 26.000 liter/detik dengan kebutuhan satu orang 100 L/hari. Air baku di wilayah Jakarta saja mendapatkan pasokan 94,3% dengan jumlah pasokan air dari Jakarta sendiri 5,7%. Tak harus mengalami krisis kekurangan air supaya kita menjaga air. PT. PALYJA telah bekerja keras berinvestasi dan berinovasi demi air bersih yang kita pakai. Disinilah peran kita dituntut agar menjaga kebersihan badan air sekaligus berupaya menggunakan air secara efektif dan efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun