Mohon tunggu...
dedy riyadi
dedy riyadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya hanya ingin jadi terang dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Standar Allah Adalah Kasih

21 November 2011   04:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:24 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pikirkanlah kejadian-kejadian ini:

- Matahari selalu bersinar setiap pagi

- Kita bernafas sepanjang hari

Lalu di manakah Allah?

Daud melukiskan betapa baiknya Allah itu dengan sebuah perkataan: Apakah (itu) manusia? Sehingga Engkau (selalu) mengingatnya? Apakah (itu) anak manusia, sehingga Engkau (selalu) mengindahkannya? (Mazmur 8:4)

Ayub melukiskan betapa baiknya Allah itu dengan perkataan: Apakah gerangan manusia? Sehingga dia Engkau anggap agung, dan Engkau perhatikan. (Ayub 7:17)

Itulah kita manusia. Hampir setiap kali tidak melihat keberadaan Allah dalam hidup.

Allah dipandang apabila kita jatuh dalam masalah. Allah dianggap sebagai satu-satunya jalan dan jawaban.

Allah diingat hanya apabila kita mendapatkan anugerah. Hadiah. Atau kejadian yang menguntungkan kita semata.

Padahal:

- Allah-lah yang telah membuat matahari bersinar dan beredar.

- Allah-lah yang membuat kita hidup.

Jika demikian, pertanyaan pertama "Lalu di manakah Allah?"  sudah sangat pantas untuk kita ganti dengan pertanyaan: "Sudahkah kita bersyukur pada Allah setiap saat?"

Standar Allah dari awal sampai kini adalah Kasih. Dia habis-habisan mengasihi manusia. Padahal Manusia ada pada urutan ke-2 dari ciptaan-Nya:

Allah sebagai pencipta

Malaikat

Manusia

Hewan/Tumbuhan

Tetapi, Allah menganggap Manusia itu seperti istri-Nya. Mempelai-Nya.

Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam nama-Nya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi. Sebab seperti isteri yang ditinggalkan dan yang bersusah hati TUHAN memanggil engkau kembali; masakan isteri dari masa muda akan tetap ditolak? firman Allahmu. (Yesaya 54: 5-6)

Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu. (Yesaya 62:5)

Terlebih, karena Kasih-Nya akan manusia di dunia ini, maka Allah mengutus Kristus Yesus ke dalam dunia ini, supaya manusia beroleh hidup yang kekal.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. (Yohanes 3:16-18)

Jadi, menerima kehadiran Kristus Yesus itu berarti menerima pemberian Kasih (dari) Allah. Dan menolak Kristus Yesus berarti menolak Kasih Allah. Kok begitu? Ini serius? Ya. Bayangkan saja, Ibu atau Ayah Anda telah susah payah membelikan Anda sesuatu sebagai hadiah. Jika Anda menolak, betapa sakit hatinya mereka.

Lagi pula, menerima Kristus Yesus berarti menerima Allah sebagai bukan saja Bapa, tetapi sekaligus Mempelai Pria dan Suami kita. Dan menerima Kristus Yesus berarti mengaku bahwa kita adalah Anak-Anak-Nya. Itulah Kasih Allah yang sempurna.

Salam Menyambut Natal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun