Mohon tunggu...
Eni Saeni Djudira (Enisa)
Eni Saeni Djudira (Enisa) Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Berbagi informasi sehat untuk Indonesia lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Terbitkan Aturan Pelarangan Kantong Plastik, Kepala Daerah Cari Gampangnya

30 Januari 2020   14:31 Diperbarui: 30 Januari 2020   14:30 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masalah sampah plastik tak mampu tertangani dengan baik, pemerintah daerah bikin aturan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Pelarangan itu berpijak dari persoalan sampah plastik yang "menggunung" dan mencemari lingkungan dan bagaimana solusinya mengurangi jumlah sampah plastik tersebut.

Jurus pelarangan pun menjadi salah satu cara yang dianggap paling jitu oleh para kepala daerah. Hingga kini ada tujuh pemerintah daerah yang sudah menerbitkan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai atau single use plastic.

Ketujuh daerah itu adalah  Banjarmasin, Balikpapan, Denpasar, Bogor, Bekasi, Semarang dan DKI Jakarta. Mereka mengeluarkan peraturan larangan melalui peraturan gubernur (Pergub) atau peraturan wali kota (Perwali).

Willy Tandyo, Pembina  Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) menyatakan bahwa  baik Perwali maupun Pergub tersebut  tidak berhasil melihat problem sampah plastik di wilayah masing masing secara komprehensif.  Bahkan terkesan mencari alternatif tergampang.

Mereka tidak melihat   dampak negative lain yg akan timbul, baik terhadap ekonomi masyarakat bawah maupun dampak kesehatan bagi masyarakat.

Willy mencontohkan, ketika sedotan plastik menjadi ancaman, mereka  membuat  pengganti sedotan plastik dengan sedotan berbahan kertas atau kayu. Menurut dia, dengan menggunakan sedotan kertas ataupun bamboo justru menimbulkan bahaya zat kimia, sehingga  dulu kita menciptakan sedotan plastic untuk mengatasi bahaya tsb.

Willy menjelaskan, bambu dan kertas perlu di kelantang atau diberi pemutih dan pemati kuman. Dalam proses ini kemungkinan kebocoran bahan kimia berbahaya terbawa oleh sedotan kertas dan bambu.

Belum lagi jejang karbon (carbon footprint) dalam  pembuatan kertas jauh lebih besar dari pada plastik. Ini terntu akan memperparah pemanasan global (global warming) yang saat ini sudah semakin parah ini.

Problem sampah plastic  di Indonesia, lanjut Willy,  lebih banyak disebabkan tidak adanya atau mandulnya Waste management. Indonesia dengan populasi 250 juta orang, konsumsi  plastik per kapitanya  lebih sedikit dibanding negara Asia lainnya.

Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas), Indonesia mengkonsumsi plastik sebanyak  5,76 juta ton per tahun atau rata-rata per kapita 19,8 kg. Bandingkan dengan negara lain yang konsumsi per kapitanya lebih besar,  Korea 141 kg, Jerman 95,8 kg, Jepang 69,2 kg dan Vietnam 42,1 kg.

Meski negara-negara tersebut mengkonsumi plastiknya lebih banyak dari Indonesia, tapi mereka mampu mengelola sampahnya dengan baik sehingga lingkungannya terpelihara dengan asri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun