Â
Menjelang pemilu, Â issu lingkungan menjadi hal yang sangat menarik untuk dibicarakan, mengingat issu ini termasuk dalam visi misi pasangan calon presiden. Setiap manusia tinggal di atas bumi di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana terdapat interaksi dengan lingkungan baik biotik maupun abiotik. Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, Â ekploitasi terhadap sumber daya alam tidak terelakan, sehingga lambat laun terjadi degradasi lahan yang ujungnya mengakibatkan beberapa kejadian yang tidak dikehendaki dan merugikan seperti banjir dan tanah longsor, kekeringan, cuaca ektrim dan lain sebagainya.
Wikipedia menyebutkan degradasi lahan adalah proses di mana kondisi lingkungan biofisik berubah akibat aktivitas manusia terhadap suatu lahan. Perubahan kondisi lingkungan tersebut cenderung merusak dan tidak diinginkan. Degradasi lahan juga bisa diartikan penurunan produktifitas lhan itu sendiri baik secara fisik maupun kimia sehingga lahan menjadi kritis. Kondisi lahan kritis dapat mempengaruhi kondisi hidrologi  bahkan kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitarnya.
Oleh karena itu pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sangat intensif dalam upaya mengurangi lahan kritis yang ada baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan. Salah satu upaya mengurangi lahan kritis adalah melalui kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi Hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. RHL terbagi menjadi dua yaitu RHL secara vegetatif dan RHL secara sipil teknis berupa bangunan konservasi tanah dan air.Â
RHL secara vegetatif yaitu rehabilitasi lahan melalui penanaman pohon dan tanaman multi purpose trees species atau biasa di sebut MPTS, sedangkan secara sipil teknis yaitu melalui pembangunan bangunan konservasi tanah dan air seperti gully plug, dam penahan, guludan. teras rumput, rorak, embung dan lain-lain. Semua kegiatan RHL melibatkan masyarakat setempat dan stakholder lainya.
Kegitan RHL sudah sejak zaman orde baru dilakukan, akan tetapi masih saja terdapat lahan marginal dan lahan terdegradasi yang juga terus tejadi baik karena faktor alami maupun karena aktivitas manusia. Siaran pers Nomor: SP.446/HUMAS/PPIP/HMS.3/12/2023 menyebutkan bahwa  capaian kinerja Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di tahun 2023 mencapai 179 ribu ha dan khusus rehabilitasi mangrove mencapai 6.010 ha, baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan. Faktor yang menentukan keberhasilan RHL antara lain :
1. Jenis tanaman
kegiatan RHL mengedepankan partisipasi masyarakat sehingga masyarakat sendiri yang menentukan jenis tanaman yang diminati dan sesuai dengan tempat tumbuhnya, terkadang terdapat perbedaan keinginan antara masyarakat atau kelompok pengelola RHL dengan pendampingnya, oleh karena itu pembekalan tentang jenis tanaman yang cocok dengan suatu daerah tertentu wajib diberikan sebelum masyarakat menentukan jenis tanaman yang akan di tanam. Jenis tanaman juga wajib dipertimbangkan dengan tujuan RHL. M1isalkan tujuan RHL untuk memelihara sumber mata air atau kawasan lindung maka yang dipilih adalah tanaman konservasi. Jenis tanaman yang menghasilkan buah untuk saat ini sangat diminati, hal ini bisa di kolaborasikan dengan sistem agroforestry untuk daerah yang berdekatan dengan pemukiman dan area penggunaan lain.
2. Pendampingan
Pelaksanaan RHL bisa dilakukan oleh masyarakat langsung ataupun melalui kerjasama dengan instansi terkait lainya. Pendampingan oleh seseorang atau institusi yang tepat dan konsisten merupakan salah satu kunci sukses dalam pelaksanaan RHL karena tanpa pendampingan masyarakat tidak bisa berjalan sendiri. RHL yang dilaksanakan langsung oleh kelompok masyarakt, pendamping lapangan RHL ditunjuk oleh BPDAS dengan surat keputusan kepala balai sedangkan RHL dengan kerjasama pelaksanaan pendampingan dilaksanakan oleh instansi yang ditunjuk.  Secara garis besar tugas pendamping antara lain  1) meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi dan manfaat hutan lingkungan bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, 2) menggerakkan dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan dibidang kehutanan dan wilayahnya, 3) melakukan bimbingan teknis terhadap pemohonan izin, hak atau kegiatan pembangunan dibidang kehutanan, 4) melaksanakan bimbingan teknis kepada masyarakat tentang rencana kerja tahunan, rencana kerja usaha, rencana definitif kelompok dan rencana definitif kebutuhan kelompok kegiatan pembangunan dibidang kehutanan, 5) melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pembangunan dibidang kehutanan, 6) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan kegiatan pendampingan, dan 7) membuat laporan berkala secara manual dan/atau dalam jaringan (online) kepada instansi yang menetapkan sebagai pendamping.
Mengingat tugas pendamping yang sangat besar tersebut, maka diperlukan juga dukungan baik teknis maupun finansial bagi para pendamping, terkadang dilapangan terdapat kendala pendampingan yang kurang intensif dikarenakan lokasi yang cukup jauh. sehingga diperlukan upaya pendamping dari masyarakat lokal yang sudah mempunyai kapasitas cukup. Disinilah diperlukan kebijakan dalam memilih pendamping yang paling tepat agar RHL berjalan dengan lancar dan berhasil. Â
3. Kapasitas masyarakat pengelola RHL
Sertiap kelompok masyarakat memiliki kapasitas yang berbeda-beda, untuk hal berkaitan bercocok tanam sebagian besar anggota kelompok sudah menguasai akan tetapi untuk hal-hal terkait administrasi, hanya beberapa saja yang bisa. Kapasitas kelompok masyarakat bisa diketahui melalui partisipasi dalam kegiatan, Â semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat akan semain tinggi juga kapasitas yang dimiliki. Praktek di lapangan biasanya pertemuan, sosialisasi, pelatihan maupun pendampingan lainya hanya dihadiri oleh perwakilan pengurus kelompok saja, sehingga anggota kelompok lainya tidak dapat menerima informasi yang disampikan secara langsung. Agar kapasitas kelompok meningkat secara merata sangat diperlukan pertemuan bersama seluruh anggota kelompok. masyarakat yang aktif lambat laun akan memiliki kesadaran dan ilmu bidang kelestarian alam/hutan yang semakin baik. sehingga kedepanya akan mandiri dalam mengelola alam dan kelestaerinya tetap terjaga.
4. Waktu menanam
Adanya pergeseran musim penghujan dan kemarau sangat mempengaruhi ritme kegiatan RH, oleh karena itu masnyarakat pengelola harus bisa menyusun strategi waktu penanaman. untuk masyarakat jawa, ada sebagian yang mempunyai perhitunggan tanggal baik saatnya menanam (kearifan lokal). tanaman yang baru saja ditanam dilokasi harus beradaptasi dengan lingkungan dan sangat membutuhkan air.
5. Pembiayaan
Pembiayaan RHL diharapkan dapat berkelanjutan sehingga bisa  menyesuaikan kondisi cuaca dan iklim. pembiayaan RHL selama ini sebagian besar bergantung pada APBN dan APBD sehingga pelaksanaanya mengikuti perencanaan keuangan yang ada. pembiayaan RHL dilaksanakn multiyears dengan harapan ternjadi kesinambungan dengan waktu pemeliharaanya.
6. Tokoh penggerak
Tokoh penggerak disini adalah anggota masyarakat yang ditokohkan dan dijadikan panutan dalam masyarakat lebih luas, contoh ulama, ketua komunitas, sesepuh atau orang yang berpengaruh dalam suatu masyarakat. dengan adanya dukungan dan dorongan dari para tokoh maka pelaksanaan kegiatan akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu harus ada pendekataan khusus atau personal approach terutama saat pendampingan.
mungkin masih banyak lagi faktor penting yang belum terdeteksi, semoga kegiatan pemerintah khususnya untuk kelestarian dan keberlanjutan pembangunan lingkungan hidup yang baik dapat segera terwujud. Â Salam Lestari!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H