"Selamat Hari Guru Bu, terima kasih atas motivasi dan bimbingan ibu selama ini,"
Demikian salah satu ucapan dari siswa saya pada hari guru kemarin. Siswa ini 25 tahun lalu pernah bersama-sama belajar di sebuah sekolah kecil, dengan pemikiran yang sederhana, namun sarat dengan semangat yang tinggi untuk menggapai cita-cita. Anak ini sekarang sudah bekerja, berumah tangga, tinggal di pulau Kalimantan.
Menerima ucapan dari siswa saya tadi, jadi teringat dengan guru saya semasa di SD dulu. Ibu guru Surati namanya, beliau selalu mengajar dengan penuh kasih sayang. Tak pernah sekali pun saya mendengar beliau berbicara keras kepada siswanya. Tutur katanya lembut, bila berbicara selalu dihiasi dengan senyuman.
Ingin sekali saya menemuinya. Selama menjadi guru, saya banyak belajar dan meneladani beliau, bagaimana cara menghadapi peserta didik. Karena buat saya, dalam pembelajaran itu yang paling utama bukan hanya hasil atau nilai-nilai yang akan kita tulis dalam rapor.Â
Namun bagaimana proses pembelajaran itu bisa membentuk karakter bagi anak. Nilai bisa diisi oleh siapa pun, bahkan mesin komputer pun bisa melakukan itu, tapi karakter harus melalui sebuah proses pembelajaran yang terus menerus.
Karakter anak tersebut akan bisa terbentuk bila guru mampu mendidik dan membimbing siswa dengan hati yang sabar, tulus dan penuh kelembutan. Saya sendiri pun masih proses belajar untuk menjadi guru yang baik bagi peserta didik. Berusaha menjadi sosok yang menginspirasi bagi mereka dan senantiasa memberi ketenangan.
Menurut Erwin Widiasworo, S.Pd. dalam bukunya Rahasia Menjadi Guru Idola mengemukakan bila ingin menjdi guru yang diidolakan siswa, hindari sikap berikut bila berada di sekolah.
Berteriak keras saat siswa ribut
Ketika seseorang marah, sebagian orang, baik itu disengaja atau tidak akan berteriak. Hal itu terjadi karena ketika marah hatinya sudah tertutup oleh kebenaran, dan dikuasai oleh hawa nafsu.
Tidak bisa dimungkiri bahwa menghadapi siswa dalam satu kelas yang beraneka ragam sifat dan keinginannya, pada suatu waktu tertentu pasti pernah terjadi ketegangan dengan temanya. Kalau hanya berisik itu sih biasa, kadang adu jotos dan umpatan-umpatan yang tidak pantas didengar dilontarkan mereka.
Menghadapi peristiwa ini, guru jangan ikutan berteriak keras untuk menghentikan kejadian ini. Atau bahkan dengan ikutan marah-marah. Bila ini dilakukan oleh guru, bukan penyelesaian yang didapat, sudah bisa dipastikan akan semakin gaduh. Dalam menghadapi keributan ini, guru harus bisa menjadi penyejuk di tengah gurun sahara bagi para siswa ini.
Membentak siswa
Bila masalah itu bisa diselesaikan dengan senyuman, kenapa harus marah? Ya, apapun bentuknya sebuah kemarahan dan bentakan tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi dengan bentakan, ini akan sangat membekas di memori anak. Bentakan yang diterima anak dari gurunya akan menambah luka di hati anak.
Karena terkadang siswa itu tidak paham bahwa apa yang dilakukan itu sebuah kesalahan. Jadi yang dibutuhkan bukan bentakan, namun penjelasan atau alasan mengapa suatu hal itu tidak boleh dilakukan.
Mengatakan, "Saya yang Berkuasa di kelas ini"
Kelas bukan tempat untuk berkuasa seorang guru, namun rumah kedua bagi anak. Kelas bukan tempat guru untuk menjadi zionis. Namun diharapkan kelas bisa menjadi tempat tumbuh kembang kepribadian siswa secara optimal
Untuk itu, rasa saling memiliki, menghormati dan saling memberi harus ditanamkan oleh guru. Bila guru salah, tidak perlu menaikkan harga dirinya, dan mencari pembenaran. Segeralah mengakui kesalahan dan meminta maaf. Sebaliknya, bila ada siswa yang bersalah harus ditunjukkan bagaimana cara meminta maaf dan ihlas memaafkan.
Berdebat dengan siswa
Saya pernah mendapat tantangan dari siswa, "Bu kalua saya bisa mengalahkan ibu dalam berdebat, saya mendapat hadiah apa?"
Menanggapi tantangan tersebut, saya hanya tersenyum, saya katakan bahwa orang hebat adalah orang yang bisa menaklukan hawa nafsunya bukan mengalahkan orang lain dalam berdebat. Bahwa ilmu itu bukan untuk diperdebatkan, tapi untuk diamalkan. Siapa pun yang bisa menerapkan ilmu yang diperoleh dari gurunya, dialah pemenangnya.
Peserta didik itu bukan lawan dalam berdebat, tapi anak yang perlu bimbingan dengan kasih sayang. Berdebat dengan siswa akan banyak membuahkan kerugian. Guru menjadi kurang dihormati oleh siswa, sehingga waktu belajar akan terbuang sia-sia hanya karena perdebatan yang tidak bermanfaat.
Sok berwibawa dengan pasang muka seram
Kewibawaan guru itu bukan dari postur tubuh dan raut wajah, namun dari tindakan, gagasan dan perilaku sehari-hari. Ingat, guru itu sosok teladan bagi siswa. Semua gerak-gerik, ucapan dan tindakan akan menjadi sorotan bagi siswa. Jadi tidak perlu pasang raut muka seram di depan siswa, karena itu justru akan menimbulkan bahan candaan anak.
Kewibawaan guru akan tercermin bila perilakunya baik. Apa yang diucapkannya berdasarkan data dan fakta. Dalam menyampaikan gagasan dan nasihat penuh dengan kebenaran ilmu pengetahuan.
Menghina dan merendahkan siswa
Dilihat dari sudut manapun, posisi siswa tetap di bawah seorang guru. Namun bukan berati guru bebas menghina dan merendahkan siswa. Justru sanjungan dan pujian yang disampaikn kepada anak inilah yang akan dijadikan motivasi.
Penghinaan guru kepada siswa itu akan terus terekam dan teringat sepanjang masa. Apalagi bila hinaan itu berhubungan dengan keadaan fisik anak. Maka, bisa jadi sakit hatinya akan terbawa sampai dia sudah berkeluarga dan bekerja nanti.
Bersikap sinis
Guru yang ramah, senyumnya manis, kata-katanya lembut pasti kehadirannya akan selalu dirindukan siswa. Sebaliknya guru yang tatapan matanya sinis, sikapnya cuek, acuh tak acuh ini pasti siswa selalu berharap semoga guru seperti ini berhalangan hadir di kelasnya. Siapapun pasti tidak ingin berhadapan dengan orang mempunyai sikap kurang menghargai dan menghormati orang lain.
Sikap sinis seorang guru ini akan berbuah buruk bagi dirinya sendiri. Apalagi bila sedang mengajar di dalam kelas, guru yang judes dan tidak ramah tentu akan membuat siswa tidak nyaman dan tidak betah berlama-lama belajar dengan guru tersebut.
Memberi cap negatif
Seburuk-buruknya seseorang pasti tidak ingin mendapat penilaian negatif. Apalagi penilaian seorang guru kepada siswa. Jangan sekali-kali memberi penilaian negatif kepada siswa, karena itu adalah doa. Ridanya guru adalah ridanya Tuhan.
Cap negatif dari seorang guru ini akan mematahkan semangat siswa. Karena sudah mendapatkan cap negatif, hal ini akan menyebabkan malas mengerjakan apa pun, pikirnya percuma melakukan hal baik, karena tetap akan terlihat buruk oleh gurunya.
Menggunakan kekerasan fisik
Tugas seorang guru adalah mendidik dan mengajar, bukan memberi hukuman fisik. Sakit sakit akibat hukuman fisik ini akan menimbulkan dendam yang berkepanjangan bagi siswa. Mungkin bagi guru sudah selesai, namun belum tentu siswa bisa ihlas menerima perlakuan itu dengan memaafkan. Bahkan kekerasan fisik saat ini sudah masuk ke ranah hukum.
Melebarkan permasalahan ke tempat lain
Tidak sedikit guru yang ngrumpi membicarakan keburukan siswa di tempat lain. Bila hal ini di dengar siswa pasti akan menjadikannya malu, dampaknya pasti sakit hati kepada gurunya. Seorang guru seharusnya bisa menutupi keburukan siswa, bahkan harus bisa mengubahnya menjadi pribadi yang lebih baik
Membandingkan dengan siswa lain
Setiap siswa itu mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kewajiban guru mengembangkan kelebihan siswa sebagai potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berbudi, serta meminimalkan kelemahannya agar tidak menjadi penghalang dalam mencapai mimpinya.
Seorang guru harus terus memotivasi, menghargai setiap kelebihan siswa yang homogen. Membanding-bandingkan kemampuan siswa satu dengan yang lainnya, justru akan memupuk kebencian antar teman.
Itulah sifat-sifat yang harus dihindari guru bila berada di sekolah. Memang menjadi guru di era saat ini, selain harus bisa adaptasi dengan kondisi zaman juga harus pandai mengatur hati dengan baik. Bila guru bisa menghindari perilaku tersebut, pasti akan selalu dirindukan siswa sampai kapanpun.
Blitar, 27 November 2022
Enik Rusmiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H