Memperoleh juara adalah dambaan semua peserta setiap perlombaan. Berbagai strategi akan dicari dan dipilih untuk meraih tujuan tersebut. Karena tidak ada prestasi tanpa melakukan sebuah usaha.
Hari ini, saya tidak henti-hentinya bersyukur kepada Allah, karena saya bisa mengenal para kompasianer, seperti mbak Anis Hidayatie, Daeng Khrisna Pabichara, Uda Zaldy Chan, Mas Syahrul Chelsky, Bapak Santoso Mahargono, Bapak Katedrarajawen, mbak Lilik Fatimah dan lain-lain. Lantaran belajar dari karya-karya mereka, saya bisa mengantarkan siswa memperoleh juara I lomba cipta puisi.
Bersyukur juga bisa menjadi salah satu siswa kelas menulis KP (Khrisna Pabichara) yang diadakan oleh Kompasianer Penulis Berbalas (KPB). Dari pembelajaran Daeng di kelas tersebut saya bisa mengadopsi cara Daeng Khrisna memberi materi kepada peserta.
Berkat puisi-puisi para penyair kompasiana tersebut saya mulai belajar menulis puisi, saya bisa menabung kosakata untuk merangkai bait-bait puisi. Bersama mereka saya bisa berdiskusi bagaimana menulis puisi, meskipun belum bisa dikatakan bernas.
Bahkan ilmu ini tidak hanya untuk saya, tetapi untuk siswa saya juga. Beberpa hari yang lalu, ada intruksi dari sekolah untuk membimbing siswa mengikuti lomba cipta puisi. Alhamdulillah, siswa saya memperoleh juara I, dan inilah cara saya membimbing siswa.
Memahami pilihan tema yang ada di juknis
Sebelum menulis puisi, langkah awal yaitu memahami pilihan tema dari penyelenggara perlombaan. Pada perlombaan yang kami ikuti tersebut, ada empat pilihan tema, yaitu kebudayaan, alam, pandemi, kepahlawanan, dan revolusi.
Untuk memudahkan menuangkan gagasan siswa, saya mengarahkan memilih tema yang pernah dialaminya. Misalnya kalau kebudayaan, pernah mengikuti kegiatan kebudayaan. Bila alam, pernah melihat atau mengalamai peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar. Pandemi, apa yang siswa dan keluarga rasakan saat musibah ini datang. Jika memilih kepahlawanan, berarti ada tokoh yang sangat diidolakan, sedangkan untuk tema revolusi, siswa punya pandangan atau bahkan pernah mengadakan suatu perubahan.
Nah, ternyata dari arahan tersebut, siswa memilih pandemi. Selain peristiwa ini sedang hangat, anak mengalami sendiri saat sekarang dan harapan yang diinginkan.
Membuat alur atau jalan cerita
Alur adalah rangkaian yang direka dan dijalin sedemikian rupa sehingga bisa menggerakan jalan cerita, dari awal, tengah, hingga mencapai klimaks dan akhir cerita berupa pesan atau harapan yang ingin disampaikan penulis. Meski puisi itu berupa rangkaian kata-kata yang indah dan bermakna konotatif, namun tetap harus mengandung jalan cerita yang bisa dipahami pembaca.
Karena pilihan tema siswa saya tadi pandemi, maka saya arahkan siswa membuat jalan cerita dalam tiga sketsa. Alur ini saya pelajari dari karya puisi uda Zaldy dan Daeng Khrisna. Skesta pertama, menceritakan tentang bagaiaman suasana hati penulis ketika mendapat berita pandemi, yang akhirnya mengubah semua bentuk kebiasaan sehari-hari. Bagaimana perasaan penulis menghadapi musibah ini.
Sketsa kedua, menceritakan bagaimana perasaan penulis ketika harus belajar di rumah. Harus belajar dengan gawai. Berpisah dengan teman-temanya, sekolahnya dan guru-gurunya yang selalu mendampinginya.
Sketsa ketiga, mengisahkan kerinduan pada guru-gurunya, sahabat-sahabatnya, dan kangennya penulis pada kelasnya, juga tempat-temapat di sekolah yang berkesan. Diakhir puisi penulis juga menuliskan doa dan harapan agar pandemi segera berakhir.
Menuangkan gagasan dengan bahasa sehari-hari
Dari tiga sketsa tersebut, siswa sudah mempunyai gambaran yang akan diceritakan. Langkah berikutnya adalah menuangkan semua gagasan siswa tersebut dengan menggunakan bahasa sehari-hari, bahasa siswa. Pada bagian ini, siswa dibebaskan mengeluarkan semua unek-uneknya tanpa ada batasan bentuk maupun bahasa.
Mendata diksi sebanyak-banyaknya
Hal yang paling sulit menurut saya dalam menulis puisi adalah memilih diksi yang indah dan sesuai dengan makna. Jalan satu-satunya untuk mengatasi kesulitan ini jelas dengan banyak membaca puisi karya orang lain.
Karena puisi yang dilombakan ini tema yang dipilih ini pandemi, maka saya mengarahkan siswa untuk membaca puisi yang berhubungan dengan perasaan saat pandemi, antara lain kesedihan, khawatir, rindu, kegelisahan, ketakutan, harapan dan doa.Â
Siswa mendata sebanyak-banyaknya kata-kata indah yang diperoleh dari hasil membacanya. Bahkan saya anjurkan mendata minimal 50 kata. Karena semakin banyak tabungan diksi, akan semakin mudah marangkai puisi.
Menentukan tipografi atau bentuk puisi
Langkah berikutnya, menentukan bentuk atau tipografi puisi. Bila dalam persyaratan lomba sudah ditentukan, ya tinggal mengikuti saja. Namun bila tidak ada, guru bisa mengarahkan siswa untuk memilih tipografi yang tepat.
Tipografi atau bentuk puisi adalah susunan baris-baris atau bait-bait dalam suatu puisi. Pada bimbingan langkah ini saya menggunakan model pembelajaran di kelas menulis KP. Yaitu menggunakan tipografi satu bait empat baris, dan dalam satu baris ada  tiga kata.
Mengubah gagasan dengan diksi dan rima yang sesuai
Setelah semua gagasan siswa tercurahkan dalam tulisan, tabungan diksi sudah melimpah dan bentuk sudah dipilih, kini saatnya membongkar gagasan, diganti dengan diksi yang dipilih dan dimasukkan ke dalam rumah tipografi yang sudah disiapkan.
Pada langkah ini, gagasan siswa yang sudah ditulis dalam bahasa sehari-hari tadi, diubah menjadi diksi dan rima yang sesuai dengan makna. Misalnya, gagasan siswa yang sudah ditulis sebagai berikut,
Aku merasa sedih karena datangnya musibah pandemi ini. Banyak orang yang menderita, ketakutan, bingung karena intruksi dari pemerintah tidak boleh bertegur sapa dengan leluasa. Harus berdiam diri di rumah, terkadang bisa membuat orang merasa tertekan.
Setiap hari hatiku selalu gelisah, khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada diriku dan keluargaku bahkan terjadi hal buruk di negeri ini.
Selanjutnya siswa sudah mempunyai data diksi sebagai berikut,
Kalbu, terdayuh, luruh, tegur, tertekan, resah, galau, gamang, gelabah, sawala, tergamang, genta, harsa, hidu, janardana, lacuna, gundah, daksa, balut.
Dari gagasan sederhana tadi, dipilih diksi yang sesuai dengan makna. Agar lebih indah, maka disesuaikan juga dengan rima. Maka jadilah dua gagasan tadi menjadi bait-bait puisi seperti berikut,
Aku terdayuh penuh luruh
Melihat orang-orang tertekan
Tegur sapa tak dilakukan
Berjauhan menjadi kebiasaan
Jantungku berdegup kencang
Diri ini menjadi gamang
Pada dunia yang gundah
Ribuan hati berbalut resah
Demikian pengalaman saya dalam membimbing siswa mengikuti lomba cipta puisi. Tidak ada yang tidak bisa bila kita mau belajar, membaca dan membaca. Semoga tulisan receh ini bermanfaat khususnya bagi bapak dan ibu guru. Amin.
Blitar, 15 Januari 2021
Enik Rusmiati
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H