Perubahan fisik, psikis dan perubahan hormonal adalah hal yang biasa terjadi pada wanita pasca persalinan. Perubahan-perubahan tersebut bisa mempengaruhi emosi dan mentalnya; gejala seperti cemas, menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya diri, mudah tersinggung, dan merasa kurang menyayangi bayinya adalah sejumlah gejala yang biasa disebut baby blues syndrome.
Rentang waktu baby blues biasanya hingga 2 minggu bahkan sampai 3 minggu dan masa puncaknya 3-5 hari setelah melahirkan.Â
Masyarakat kita biasanya menganggap gangguan-gangguan seperti diatas merupakan hal yang wajar, efek dari kelelahan pasca melahirkan.Â
Namun jika tidak ditangani dengan tepat, baby blues syndrome dapat berkembang menjadi depresi pasca persalinan (postpartum depression), sehingga berpengaruh fatal kepada ibu, bayi serta lingkungan sekitarnya. Bahkan gejala yang lebih parah bisa menyebabkan bunuh diri atau menyakiti bayinya.
Menurut World Health Organization (WHO) angka kejadian baby blues di dunia pada ibu setelah melahirkan sekitar 70-80%, dimana sekitar 13% ibu yang mengalami baby blues berlanjut menjadi depresi postpartum.
Apa itu depresi postpartum dan apa bedanya dengan baby blues syndrome?
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa baby blues syndrome adalah perubahan emosi akibat adanya perubahan fisik dan hormonal pada ibu pasca persalinan.Â
Baby blues syndrome biasanya berlangsung antara 2 hingga 3 minggu pasca melahirkan. Perhatian serta dukungan dari suami dan keluarga berperan penting agar ibu bisa beradaptasi dan mampu melewati masa ini.
Jika dalam jangka waktu lebih dari 3 minggu gejala-gejala baby blues tidak kunjung membaik, maka keluarga wajib curiga dan waspada akan kemungkinan ibu masuk ke fase depresi postpartum.
Jadi jelas, beda antara baby blues syndrome dan depresi postpartum.
Apa saja gejala dari postpartum depression?
Berikut beberapa gejala yang dialami oleh ibu yang mengidap postpartum depression:
Sering menangis tanpa sebab yang jelas.
Selalu merasa lemas dan lelah.
Mengalami gangguan tidurÂ
Sulit berkonsentrasi.
Kehilangan minat pada hal-hal yang pernah disukai.
Nafsu makan menurun atau sebaliknya, meningkat.
Pesimis atau selalu bicara negatif.
Tidak mampu merawat diri sendiri.
Tidak ingat waktu.
Kehilangan selera humor.
Kesulitan merasakan ikatan batin dengan sang bayi.
Tidak merasa senang dengan kehadiran seorang bayi.
Memiliki pikiran buruk, seperti ingin menyakiti sang bayi atau bahkan ingin bunuh diri.
Lalu, apa yang bisa dilakukan jika kita melihat gejala-gejala di atas yang mengarah pada keadaan depresi postpartum?
Berkonsultasi dengan dokter ahli adalah alternatif yang bisa dilakukan. Namun keluarga sangatlah penting artinya bagi ibu yang mengalami depresi postpartum. Bentuk dukungan serta perhatian keluarga, terutama suami bisa membantu ibu melewati masa-masa ini.Â
Suami diharapkan berperan aktif membantu aktifitas ibu dan bayinya; membantu pekerjaan rumah dan menyiapkan kebutuhan bayi adalah yang mungkin bisa dilakukan. Selain itu, bentuk perhatian dan kasih sayang suami bisa memulihkan emosi dan mental ibu. Â