Mohon tunggu...
Enggar Murdiasih
Enggar Murdiasih Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Ibu Rumah Tangga

penggemar fiksi, mencoba menuliskannya dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan di Bulan Oktober #4

17 Oktober 2013   13:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:25 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nayla....," ucap Radit pasrah. Ia terduduk di kursinya, tangannya meremas rambutnya yang sedikit gondrong. Rahangnya mengeras, mata coklatnay menyiratkan kelelahan yang teramat sangat.

Nayla duduk di seberang kursi Radit. Meskipun diam, tetapi Radit tahu bila perempuan itu  menunggu jawabannya.

"Kau ingat? Duluuu .... kau benci kebiasaanku merokok. Kau nggak suka bau tubuhku yang angit. Dan satu lagi, kau benci bau mulutku ...," desis Radit perlahan.

"Aku menghilang darimu kerena aku ingin sembuh. aku ingin menghentikan kebiasaan buruk itu, kebiasaan yang kau benci ... ." Nayla menatap bibir yang menggeletar itu dengan sedih. Ingin rasanya ia bangkit dan memeluk Radit saat itu juga.

"Nayla ..... ada cancer di paru-paruku. Itu kuketahui saat aku berobat ke Singapura. Dokter menyarankan aku untuk menjalani serangkaian pemeriksaan, mumpung anak sebarnya belum kemana-mana," sambungnya lagi.

Nayla membeku di kursinya. Ia tak tahu harus berkata apa.

"Semua kulakukan diam-diam tanpa sepengetahuanmu. Aku berharap, aku dinyatakan sudah sembuh saat melamarmu..... ."

"Tapi mas ..... ," sergah Nayla. Kibasan tangan Radit  menghentikan kata-kata Nayla.

"Aku serius dengan janjiku saat di Villa Papandayan, dulu. Aku akan menikahimu, menjadikanmu ratu dalam rumah tanggaku."

Nayla mematung di tempat duduknya. Air mata menggenang di pelupuknya.

"Nayla Kumala, maukah kau menikah denganku? Aku Raditya Harahap, pria tua pengidap cancer yang hobi merokok?" Radit bangkit, berlutut di samping Nayla dan mengangkat dagu perempuan itu perlahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun