"Begitukah? Lalu kemana mas Ibay, mas Hans, Dorma, Acik......juga Bu Kades?" tanyaku heran.
"Warga baru sii banyak bund, tapi mereka hanya datang, melapor kalau bertempat tinggal di sini. Terkadang hanya pasang iklan di dinding pos ronda.....lalu ilang deeh. Mungkin dikiranya desa kita ini sama dengan desa lainnya. Tempat ngiklan doang," gerutu Icha panjang pendek.
Tak lama kudengar dentingan stang sepeda yang dipukul-pukul sebagai pengganti bel. Itu dia. Rambut kribonya yang makin panjang berkibar-kibar tertiup angin.
"Kang Kriboooo.......," Icha berseru girang.
Kang Inin tertawa-tawa sambil menggowes pedal sepedanya lebih kencang. Icha memekik kaget ketika Kang Inin tergesa-gesa meletakkan sepedanya. Tanpa bisa ditahan, sepeda itu ambruk. Kang Inin justru mendekatiku dan mencium punggung tanganku.
"Bund.......sudah lama yaa? Haduuuhh, kok enggak nelpon dulu. Tadi biar Inin bisa jemput di terminal.....," katanya. Senyum sumringahnya tak mampu menutupi kelelahan yang tergambar jelas di raut wajahnya.
"Nggak apa apa kang.....bund sengaja tidak memberi tahu kok. Biar jadi kejutan....," jawabku menenangkannya.
"Nyuhunkeun dihapunten bund....," serunya lagi.
"Haduuhhh kang. Roaming atuuh. Bund nggak mudheng artinya apa?" sahutku tertawa.
Icha tergelak-gelak. Kang Inin hanya nyengir salah tingkah.
=======