Mohon tunggu...
Enggar Murdiasih
Enggar Murdiasih Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Ibu Rumah Tangga

penggemar fiksi, mencoba menuliskannya dengan hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

August, Sebuah Catatan yang Tertinggal

20 Desember 2014   17:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:53 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kupandangi kalender bulan Agustus. Beberapa angka di dalamnya ditandai dengan bulatan-bulatan. Merah, hijau, biru.....dan yang paling banyak warna hitam.

Aaah, Agustus. Bulan yang selalu kuanggap paling sibuk. Bulan dimana aku tak sengaja melihatmu, memandangimu, dan mengenalmu dalam ritual acara yang 'kocak'.

Alun alun di tengah kota menjadi saksi bisu perjumpaan kita, bertahun-tahun yang lalu. Kita berdiri tegak, berjajar dalam barisan yang rapi. Siap mengikuti acara demi acara. Aku ada di barisan Pertiwi, sementara kau berada di barisan Pandawa.

Ada yang membuatku tak bisa mengalihkan pandangan dari wajahmu. Selama komandan upacara belum meneriakkan aba-aba, aku masih saja terpesona oleh raut wajah yang tak biasa. Entahlah, aku tak bisa menjelaskannya dengan lebih detail. Hidung melengkung seperti burung betet, lesung pipi yang samar samar nampak dan sikap acuh tak acuhmu pada sekeliling begitu menarik perhatianku.

Upacara hampir selesai. Aku terlonjak kaget ketika seseorang meneriakkan namamu diantara gemuruh aubade di sisi kiri tempat upacara.

"Jadi.....namanya Agus...." gumamku. Aku seperti menemukan jalan untuk bisa lebih mengenalmu.

=======


Saat di parkiran, Dodi menarikku ke arahnya. Ia menyodorkan tangan Agus. Mau tak mau aku pun menyambut uluran tangan itu.

"Agus....." katamu. Ringan, tanpa basa basi.

" Dhenok....." sahutku. Gemuruh di dadaku seolah bisa meruntuhkan dunia. Mukaku memerah tiba-tiba.

Dodi mengajakku pulangbareng, sementara Agus mengikuti di belakang kami.

Ketika kami membelok ke gerbang sekolah, Agus juga berbelok ke gerbang sekolah di seberang jalan. "Oooh, dia sekolah di sana rupanya...." gumamku. Dodi berdehem-dehem jahil. Kucubit pinggangnya keras-keras hingga dia berteriak kesakitan.

"Rasain. Jahil siiih...." rungutku. Diam-diam kusimpan senyumku. Aku tak ingin ia mengetahui betapa senangnya rasa hatiku.

"Naksir yaa? Kusampaikan nanti....." bisik Dodi tepat di belakang telingaku.

"Dia masih free ....," sambungnya lagi. Kali ini sambil tergelak-gelak. Ia sigap berlari menjauh dariku, tak lupa sambil meleletkan lidahnya. Meledekku tentu saja.

=======


Senyumku mengembang tiba-tiba. Kenangan demi kenangan berkelebat di hadapanku.

Aku ingat kekonyolanku saat menyodorkan tangan memberinya selamat ulang tahun pada Agus. Menurutku, setiap orang yang bernama Agus pasti lahir di bulan Agustus.

"Selamat ulang tahun yaa....eeh tanggal berapa? Belum terlambat kan?" berondongku. Agus terperanjat. Ia sama sekali tak menduga bila aku menghadangnya di gerbang sekolahnya sepulang sekolah.

Matanya menyipit, samar samar bisa kulihat lesung di pipi kirinya. Senyumnya tertahan, apalagi saat dilihatnya aku yang kebingungan menyaksikan sikapnya.

Tanpa bisa ditahan, tawanya meledak. Bahunya berguncang-guncang. Aku masih berdiri tegak di hadapannya.

Agus menghentikan tawanya, ia memegang bahuku.

"Nok, aku tidak sedang berulang tahun......," bisiknya. Kontan mukaku memerah. Lalu dimana harus kusembunyikan mukaku yang sudah mirip kepiting rebus ini?

=====

Kini, bertahun-tahun telah lalu. Kutemukan seraut wajah yang begitu kukenal disocial media. Nama yang sama, wajah yang sama dan senyum yang tetap sama seperti dulu.

August, namamu tak menyiratkan bulan lahirmu. Dan itu kenangan yang tak terlupakan di catatanku yang tertinggal. Entah, dimana keberadaanmu sekarang.

=====%%%%%%%=====

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun