Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Kalau Tidak Tambah Muatan, Saya Makan Apa?

2 Maret 2022   07:54 Diperbarui: 2 Maret 2022   14:00 2051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi truk memuat banyak bawaan. (foto: Tribunnews)

Akibatnya, keuntungan yang diterima sopir semakin menipis. Belum lagi langkanya solar di Kalimantan, membuat waktu tempuh masih harus dipotong untuk urusan antre solar di SPBU. 

Karena alasan itulah, sopir berani menambah muatan melebihi dimensi kendaraan. Istilah kerannya Over Dimension Over Loading alias ODOL.

Saat barang yang diangkut lebih banyak, tentu saja uang yang dikantongi sopir lebih tebal. Bahkan ketika kena razia dan harus memberikan salam tempel ke oknum petugas nakal, Andre mengaku masih bisa dapat sisa penghasilan yang bisa dibawa pulang.

"Kalau tidak tambah muatan, saya makan apa? Pas-pasan saja, ongkosnya habis untuk operasional," bebernya.

Tentu, bukan seorang Andre saja yang melakukan hal ini. Hampir semua sopir truk melakukan hal yang sama. Masih lumayan jika yang diangkut adalah barang yang volumenya besar, tapi secara bobot tidak terlalu berat.

Persoalannya, di Kaltim ada banyak sekali yang muatannya memang berat. Sebut saja angkutan batu bara koridoran alias ilegal yang melintasi di jalan umum. 

Belum lagi truk pengangkut kelapa sawit yang kelebihan muatannya sungguh kelewatan. Tak heran jika aspal di Kalimantan sulit bertahan lama. Sungguh tidak sebanding antara kapasitas jalan dengan truk melebihi kapasitas yang banyak melintas.

Lalu kenapa ini bisa terjadi? Lagi-lagi, semua bermula dari tidak tegasnya implementasi peraturan di lapangan.  

UU No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan salah satunya jelas sudah mengatur ketetapan sanksi bagi truk yang ODOL atau kelebihan muatan. Bahkan, di hampir semua perlintasan jalan nasional, disiapkan pula jembatan timbang. Tapi apakah itu berfungsi?

Silakan cek di lapangan. Ada banyak jembatan timbang yang berubah jadi pajangan. Sebagian dibiarkan rusak. Ironisnya, jembatan timbang diduga hanya jadi lahan pungli bagi oknum petugas.    

Dampaknya, pemerintah terus membelanjakan uang negara cukup besar untuk memperbaiki jalan nasional. Belum lagi, risiko kecelakaan yang disebabkan kendaraan besar sarat muatan. Entah sudah berapa banyak truk yang tumbang karena tidak mampu menaklukkan tanjakan jalan trans Kalimantan.  

Lantas, dengan kondisi tersebut, bisakah pemerintah merealisasikan target zero ODOL pada  2023 nanti? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun