Saat ini, ada saja masyarakat yang merasa dirinya mengalami penyakit bipolar. Bipolar adalah salah satu jenis gangguan mental berhubungan dengan perubahan suasana hati secara mendadak. Perubahan suasana hati dialami penderita bipolar mencakup emosi tertinggi dan terendah.
Lantas benarkah penyakit mental ini tidak bisa diobati atau disembuhkan?
Sebelum membahas lebih lanjut, izinkan tulisan ini untuk mengulas persoalan ini dari persepsi berbeda. Tulisan ini membahas dari sisi hipnoterapi klinis.Â
Sebagai hipnoterapis klinis, kami tidak diperkenankan memberikan label atau diagnosa khusus seperti halnya dokter spesialis kejiwaan atau psikolog klinis. Hipnoterapis klinis hanya akan melihat keluhan klien dari sisi emosinya saja.
Mereka yang divonis bipolar, sudah barang tentu memiliki persoalan pada aspek emosi. Nah, emosi intens yang dirasakan klien inilah yang akan diatasi, dan dicari akar masalahnya.Â
Dalam perspektif ilmu pikiran yang dibahas di kelas Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology dijelaskan, bahwa di dalam diri setiap orang sejatinya ada bagian diri alias ego personality (EP).
Di setiap diri seseorang, terdapat banyak sekali EP. Nah, EP ini pula yang terkadang menjadi penyebab timbulnya masalah.Â
Di ruang terapi, hipnoterapis klinis tak jarang harus berurusan dengan EP. Ada yang cukup berurusan dengan satu EP, namun beberapa kali juga bersentuhan dengan beberapa EP secara simultan.
Beberapa EP yang aktif secara tidak terkontrol inilah, yang kemudian menyebabkan seseorang mengalami gangguan kepribadian. Untuk memahami apa itu EP, saya coba berikan ilustrasi seperti ini.Â
Ketika saya melakukan perjalanan ke Bogor misalnya, secara tidak langsung saya membahagiakan beberapa bagian diri saya. Di antara yang berbahagia atas perjalanan saya itu adalah EP yang suka wisata kuliner, EP yang gemar berpetualang, dan satu lagi dan paling utama adalah EP penulis.
Ketiga EP ini benar-benar merasa bahagia dan terpuaskan. Namun saya juga harus memberi tahu EP yang lain agar tidak melakukan sabotase atau menghalangi kebahagiaan dari ketiga EP yang sedang dominan tersebut.
Sebagai contoh, bagian diri yang suka kuliner saya manjakan dengan beberapa makanan yang memang jarang ada di Samarinda. Ada makanan toge goreng, soto mie, Â asinan bogor, bakso tahu, soto kuning, hingga sup durian, cendol dan beberapa makanan dan minuman lainnya.
Ketika EP wisata kuliner ini sedang aktif, maka saya pun meminta EP yang memegang kendali atas berat badan saya, untuk memaklumi sekaligus melakukan kontrol lebih ketat atas semua yang saya konsumsi.Â
Sehingga apa pun yang saya konsumsi ketika itu, akan habis hari itu juga melalui semua aktivitas saya. Tidak ada yang tertimbun menjadi lemak, dan tidak ada yang menjadi penyakit.
Ketika itu, saya benar-benar sudah lama tidak mengomsumsi bakso tahu yang memang dikenal nikmat. Saya sebenarnya ingin nambah satu porsi lagi.
Namun ternyata EP berat badan tidak setuju. Dia langsung memberikan kode atau sinyal berupa perasaan tidak nyaman. Saya pun memaklumi sinyal itu, sekaligus tetap berterima kasih sudah diberi kesempatan menyantap seporsi bakso tahu itu.
Alhasil, setelah kembali ke rumah dan beristirahat, keesokan harinya saya cek indikator kadar lemak, berat badan, dan indikator lainnya. Hasilnya, semuanya normal. Kadar lemak normal, lemak perut juga normal. Artinya, bagian diri yang memegang kendali atas berat badan, benar-benar bekerja dengan maksimal.
Demikian pula untuk EP yang suka berpetualang alias jalan-jalan. Meski kondisi fisik capek dan lelah selama perjalanan panjang dari Samarinda, namun EP yang suka jalan-jalan tetap meminta untuk dipuaskan.Â
Maka, begitu ada waktu luang, kaki terasa ringan untuk melangkah. Naik angkutan kota, mengelilingi Kebun Raya Bogor, hingga terdampar di stasiun yang sangat padat.
Bogor memang kota sejuta angkot, yang benar-benar penuh sesak dengan angkutan umum. Pagi harinya, sebelum bertolak kembali ke Samarinda, EP jalan-jalan masih meminta untuk masuk ke dalam areal Kebun Raya Bogor.Â
Saya pun berjalan-jalan mengelilingi areal yang bersebelahan dengan Istana Bogor, tempat tinggal Presiden Jokowi.Â
Tak sekadar jalan-jalan, EP yang suka ilmu pengetahuan juga terpuaskan dengan ilmu selama di Kebun Raya Bogor ini. Yang paling utama adalah EP penulis, sangat kegirangan ketika benar-benar bisa menuliskan pengalaman selama perjalanan.
Sering berkomunikasi dengan EP, adalah salah satu hal penting yang harus selalu dilakukan. Ini adalah cara yang tepat untuk memahami diri sendiri.Â
Ada yang bilang, lebih mudah menilai orang lain, ketimbang menilai diri sendiri. Namun dengan sering berkomunikasi dengan EP, maka Anda bisa memahami diri sendiri, lebih dari orang lain.
Bagaimana caranya berkomunikasi dengan EP? Anda cukup duduk tenang, pejamkan mata, tarik nafas yang panjang dan dalam sebanyak tiga kali. Setelah itu, silakan berbincang dengan bagian diri sendiri.Â
Tentukan ingin bicara dengan bagian diri yang mana. Setelah itu, dengarkan apa yang dia sampaikan. Pada tahap awal, mungkin akan sedikit kesulitan. Namun dengan rutin berlatih, maka akan semakin mudah 'ngobrol' dengan EP. Â Â
Dengan cara ini, maka tidak ada lagi yang namanya Bipolar, karena semua sudah mampu dikendalikan.
Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H