Sebagai contoh, bagian diri yang suka kuliner saya manjakan dengan beberapa makanan yang memang jarang ada di Samarinda. Ada makanan toge goreng, soto mie, Â asinan bogor, bakso tahu, soto kuning, hingga sup durian, cendol dan beberapa makanan dan minuman lainnya.
Ketika EP wisata kuliner ini sedang aktif, maka saya pun meminta EP yang memegang kendali atas berat badan saya, untuk memaklumi sekaligus melakukan kontrol lebih ketat atas semua yang saya konsumsi.Â
Sehingga apa pun yang saya konsumsi ketika itu, akan habis hari itu juga melalui semua aktivitas saya. Tidak ada yang tertimbun menjadi lemak, dan tidak ada yang menjadi penyakit.
Ketika itu, saya benar-benar sudah lama tidak mengomsumsi bakso tahu yang memang dikenal nikmat. Saya sebenarnya ingin nambah satu porsi lagi.
Namun ternyata EP berat badan tidak setuju. Dia langsung memberikan kode atau sinyal berupa perasaan tidak nyaman. Saya pun memaklumi sinyal itu, sekaligus tetap berterima kasih sudah diberi kesempatan menyantap seporsi bakso tahu itu.
Alhasil, setelah kembali ke rumah dan beristirahat, keesokan harinya saya cek indikator kadar lemak, berat badan, dan indikator lainnya. Hasilnya, semuanya normal. Kadar lemak normal, lemak perut juga normal. Artinya, bagian diri yang memegang kendali atas berat badan, benar-benar bekerja dengan maksimal.
Demikian pula untuk EP yang suka berpetualang alias jalan-jalan. Meski kondisi fisik capek dan lelah selama perjalanan panjang dari Samarinda, namun EP yang suka jalan-jalan tetap meminta untuk dipuaskan.Â
Maka, begitu ada waktu luang, kaki terasa ringan untuk melangkah. Naik angkutan kota, mengelilingi Kebun Raya Bogor, hingga terdampar di stasiun yang sangat padat.
Bogor memang kota sejuta angkot, yang benar-benar penuh sesak dengan angkutan umum. Pagi harinya, sebelum bertolak kembali ke Samarinda, EP jalan-jalan masih meminta untuk masuk ke dalam areal Kebun Raya Bogor.Â
Saya pun berjalan-jalan mengelilingi areal yang bersebelahan dengan Istana Bogor, tempat tinggal Presiden Jokowi.Â