Sahila Hisyam mudah sekali tergoda dengan sosok pria dewasa. Namun tentu saja Sahila Hisyam yang dimaksud di sini bukanlah artis yang akan dilamar oleh artis Vicky Prasetyo yang kerap muncul secara kontroversi tersebut. Sahila Hisyam hanyalah nama samaran. Kebetulan wanita ini wajahnya memang sangat cantik, mirip aktris Okay Bos di Trans 7 itu. Â Â
Saat datang ke tempat praktik, wanita yang bekerja di sebuah perusahaan swasta ini benar-benar galau. Sahila mengaku perasaannya tak bisa dikendalikan. Entah apa sebabnya, bayangan pria yang dikenalnya saat pelatihan di luar kota beberapa waktu lalu, selalu muncul di pikirannya.
"Saya sadar, saya punya suami, punya anak. Tapi kenapa, bayangan itu selalu muncul begitu saja," sebut wanita 43 tahun ini serius.
Tak ingin memendam perasaan bersalah yang terlalu lama, Sahila pun mencoba melepas beban tersebut melalui sesi hipnoterapi. "Sebenarnya untuk datang ke sini saja, rasanya malu sekali. Tapi mau bagaimana lagi?" ungkap wanita yang punya jabatan cukup strategis di perusahaannya itu.
Sahila mengakui, di awal-awal bekerja di perusahaan itu, juga sempat merasa nyaman dengan mantan atasannya. Meski terpaut jauh hingga 20 tahun, namun nyatanya dia sempat menjalin hubungan, meski hanya sebatas teman dekat. "Paling sebatas saling kirim pesan, tidak pernah lebih dari itu," sambungnya.Â
Selain itu, ia juga ingat, beberapa kali memiliki perasaan suka dengan pria yang jauh lebih dewasa dengan dirinya. "Tapi hanya saya pendam. Orangnya tidak tahu kalau saya punya perasaan suka," imbuhnya.
Usai menceritakan semua masa lalu berkaitan dengan masalah yang ingin diatasi, klien diberikan penjelasan secara lengkap dan detail tentang hipnoterapi. Ini dilakukan agar klien memahami alur yang akan ia jalani selama proses terapi.
Setelah memahami prosesnya, klien dibimbing mengalami relaksasi pikiran yang dalam dan menyenangkan. Begitu sudah masuk pada kedalaman yang presisi, proses pencarian akar masalah pun dilakukan lebih mudah.
Ternyata, klien mengalami regresi alias mundur ke usia 13 tahun, ketika masih duduk di bangku SMP. Ketika itu, Sahila baru saja potong rambut. Saat sehabis mandi sore hari, dia keluar rumah bermaksud ingin bermain. Begitu di luar rumah, tepat di halaman, tetangga sebelah rumahnya memberikan pujian padanya.
"Wah, rambut baru ya Sahila? Cantik sekali," sebut Sahila menirukan suara om Bambang yang memujinya. Om Bambang adalah pemilik rumah tepat di sebelah rumahnya. Usianya hampir sama dengan usia ayahnya Sahila.
"Waktu dipuji seperti itu, rasanya senang sekali. Ada perasaan aneh. Tapi senang," tutur Sahila. Rupanya, Sahila sama sekali tidak pernah mendapatkan pujian dari ayahnya. Sementara, pujian merupakan salah satu bahasa cinta yang dibutuhkan oleh Sahila.
Proses restrukturisasi pun dilakukan. Hasilnya klir dan nyaman. Namun, saat proses terapi akan diakhiri, ternyata ada bagian diri Sahila yang menyampaikan ada perasaan tidak nyaman.
"Ada yang bilang, saya tidak boleh jatuh hati sama orang yang lebih tua," tutur Sahila, menyampaikan apa yang muncul dari dalam dirinya.
Proses terapi pun kembali dilanjutkan, untuk mencari akar masalah terkait perasaan suka terhadap pria yang lebih dewasa. Ternyata, saat duduk di bangku SLTA, ayah Sahila wafat. Inilah yang menyebabkan Sahila membutuhkan sosok ayah. Akibatnya, Sahila selalu merasa nyaman setiap kali ada pria dewasa yang memberikan perhatian. Baginya, itu sebagai pengganti kasih sayang dari ayahnya.
Kembali, restrukturisasi dilakukan. Semua emosi dan perasaan tidak nyaman dinetralisir. Hasilnya, klien merasa nyaman dan lega. Sebelum dibawa naik dari kondisi relaksasi, kembali dilakukan evaluasi ulang. Hasilnya, tetap nyaman dan tidak lagi ada masalah.
Usai proses terapi yang memakan waktu lebih 2 jam, klien akhirnya dibimbing naik dari kondisi relaksasi. Wajahnya tampak cerah dengan mata berkaca-kaca. Meski tampak kelelahan akibat proses terapi yang menguras energi, namun senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
"Ternyata itu ya penyebabnya? Pantesan. Walaupun ada yang suka juga dengan saya, tapi karena usianya lebih muda, saya merasa biasa saja," bebernya selepas proses terapi.
Ia pun menyadari, selama ini kurang mendapatkan pujian dari orang tua, dan orang-orang terdekatnya. "Makanya kadang saya merasa sudah berbuat maksimal, tapi ya tetap saja kurang dianggap," tuturnya.
Namun, kini Sahila mengaku sebagai pribadi yang baru dan berbeda. "Keluarga tetap yang utama," pungkasnya.
Demikianlah kenyataannya. (*)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H