Setelah pria itu check in, akhirnya saya juga dilayani. Saya mendapatkan kamar di lantai atas. Tangganya lumayan curam. Harus mengangkat travel bag pula. Luar biasa. Tak ada layanan air minum, apalagi wifi.Â
Meski terlihat ada layanan internet milik Telkom, namun petugas yang berjaga mengatakan tidak tersedia wifi. Oh ya, ternyata ada bonus tambahan. Nyamuk yang seliweran.
Ya sudahlah, yang penting segera masuk kamar. Bobok. Waktu sudah hampir pukul 00.00 WIB. Tiba-tiba ada pemberitahuan masuk dari Traveloka, bahwa voucher untuk Red Planet Hotel terbit.
Coba deh. Kira-kira bagaimana perasaan yang muncul mendapati kenyataan itu. Rasanya kaya makan permen gula asam yang sudah mau basi. Â
Ini sama saja pacar yang diajak nikah, tapi tak kunjung memberikan jawaban. Tak jelas ditolak apa tidak. Begitu sudah nikah sama yang lain, baru mau menerima ajakan nikah. Ya percuma. Terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Tinggal diberi ayam sama bawang aja. Masa iya sudah sampai di Solo Baru harus balik lagi ke Red Planet. Sudah tengah malam pula.
Saya sangat yakin. Layanan Traveloka memang tidak selalu seperti ini. Namun, apa pun kendalanya, perusahaan jasa mau tidak mau memang harus seperti jam dinding.
Ketika jarum jam berjalan normal, tak akan pernah mendapatkan pujian. Tapi begitu tersendat sedikit saja, pasti akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
Secara pribadi, tidak hanya energi yang terkuras. Pulsa telepon seluler pun harus dikuras. Karena harus melakukan sambungan telepon berkali-kali dengan pihak Traveloka.
Entah berapa tagihannya nanti. Saya juga tidak tahu, entah berapa banyak stok kesabaran terpakai. Meski kesabaran saya bisa diisi ulang, tetap saja rasanya sangat kurang nyaman.
Saya menuliskan ini, tentu sebagai tanda cinta kepada Traveloka. Sebab layanan yang diberikan selama ini sudah banyak membantu aktivitas saya. Harapannya, layanan yang diberikan bisa semakin baik dan meningkat.
Bagi saya, kejadian itu benar-benar jadi bahan pembelajaran yang sangat luar biasa. Terutama untuk tetap tenang.