Saya yakin, ini adalah hitungan yang sangat minim. Sebab sejatinya, setiap orang ada yang nafasnya hemat ada yang boros. Mungkin mereka yang mancung hidungnya tagihan oksigennya lebih banyak, karena lubang hidungnya lebih besar. Sementara bagi yang kurang mancing, bisa lebih hemat oksigen.
Jadi, biarlah dihitung paling sedikit satu tabung seminggu. Maka, dalam satu tahun harus membeli 52 tabung oksigen. Jika seperti saya yang sudah berusia 40 tahun, maka saya sudah menggunakan oksigen tak kurang dari 2.080 tabung. Jika dikalikan dengan harga oksigen seperti tagihan tadi, maka total yang harus saya bayar untuk urusan oksigen saja Rp 332,8 juta.
Sebuah angka yang tidak sedikit. Setara dengan harga rumah, atau hampir sama dengan satu unit mobil. Dengan data seperti itu, masihkah sebagai manusia tidak bersyukur atas oksigen yang melimpah dan gratis ini?
Sahabat semua yang dimuliakan Allah, selama masih bisa menghirup oksigen secara cuma-cuma, maka mari bersyukur dan menyampaikan terima kasih kepada Sang Maha Kuasa. Betapa kesehatan adalah anugerah yang sangat mahal harganya.
Mari menengok rumah sakit. Berapa banyak mereka yang bahkan untuk bernafas saja harus dibantu alat khusus. Lihat saudara kita yang bahkan untuk menikmati kegembiraan saja tidak mudah didapatkan.
Bersyukur, bersyukur dan bersyukur. Apa pun yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari saatnya ucapkan 'alhamdulillah', sebagai bentuk rasa syukur. Termasuk ketika calon presiden yang dipilih ternyata belum menang, tetap ucapkanlah alhamdulillah. Ini agar diri sendiri selalu bahagia.
Jika sudah bahagia, maka energi akan semakin maksimal. Jika energi sudah maksimal, rasakanlah rezeki akan datang berlimpah ruah dengan tidak disangka-sangka.
Demikianlah kenyataannya. (*) Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H