Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengemudi Taksi yang Berisi

26 Februari 2019   16:53 Diperbarui: 28 Februari 2019   13:59 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arif Subekti (kanan) dan penulis.

"Bro, besok jadi kah mau diantar ke bandara? Jam berapa?" Demikian pesan masuk melalui whatsapp. Namanya tertulis jelas, Arif Subekti. Dia adalah sahabat saya sejak SD dan SMP di Surabaya. Tentu saja, saya sangat gembira mendapati dia bersedia mengantar ke bandara. Sebab sebelumnya, pernah janjian hal yang sama, tapi gagal, karena dia harus mengantar tamunya ke arah Bogor, sehingga waktunya kurang pas.

"Malam ini aku ke hotelmu dulu bro, kita ketemuan," sambungnya. Untuk bisa jumpa, sepanjang perjalanan menuju tempat saya menginap di kawasan Blok M, dia rela menolak tamu yang ingin menggunakan jasanya.

Jadilah kami jumpa di sebuah hotel di kawasan Panglima Polim, Blok M, Jakarta. Resto hotel sudah tutup. Terpaksa kami ngobrol tanpa ditemani minuman. Namun obrolan mengalir santai, tak ubahnya dua sahabat yang lama tak jumpa.

Terakhir, saya bertemu hampir 10 tahun silam, sehari setelah ayahnya tutup usia. Saya sempat diantar ke makam ayahnya untuk ikut menggantungkan doa untuk almarhum. Gara-gara mencari rumahnya di kawasan Bojongsari, Depok itulah, saya jadi tahu Masjid Dian Al Mahri, alias masjid kubah emas di kawasan Depok itu.

Ingin rasanya berlama-lama, namun saya paham dia harus mencari tamu untuk mobilnya. Obrolan berlanjut ketika saya diantar ke Bandara Soekarno Hatta, keesokan harinya. Cara membawa mobilnya sangat nyaman. Kami pun sempat mampir di sebuah warung untuk sarapan, sebelum melintasi jalur tol menuju bandara.

Izinkan saya menyebut sahabat satu ini sebagai pengemudi berlian. Dia jelas bukan pengemudi biasa. Dia adalah satu di antara beberapa pengemudi berlian yang dimiliki Blue Bird.

Pria kelahiran 21 November 1978 ini memiliki kemampuan bahasa Inggris yang cukup mumpuni. Selain mengantongi ijazah sarjana hukum, juga mengantongi sertifikat ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Meski lahir di Jakarta, masa pendidikannya banyak dihabiskan di Surabaya karena mengikuti orang tuanya ketika itu. Dari mulai di SDN Dukuh Kupang III/490 Surabaya, disusul SMP 33 Surabaya, dan SMA Trimurti Surabaya. Pernah kuliah di Manajemen di STIESIA Surabaya dan disusul kuliah Psikologi di Universitas Putra Bangsa. Namun pada akhirnya lulusnya di jurusan hukum Universitas Putra Bangsa Surabaya.

Meski memiliki latar belakang pendidikan sarjana, namun Arif sempat mengenang sulitnya masuk menjadi pengemudi burung biru itu. Dia harus melalui rangkaian tes cukup rumit itu. Bahkan pernah satu kali tidak lulus hanya gara-gara sempat melampirkan ijazah sarjana hukum dan sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3).

Dia baru dinyatakan lulus, ketika ijazah yang dilampirkan hanya lembaran bukti lulus SLTA. Tak masalah. Baginya yang penting bisa kembali bekerja, untuk menafkahi istri dan empat anaknya.

Lantas kenapa saya menyebutnya pengemudi berlian? Ya, namanya berlian tetaplah berlian. Berada di mana saja, dia akan bersinar dan menjadi berlian sesungguhnya. Secara kapasitas, dia memang berlian.

Pernah menjadi General Affair di Lion Air. Pernah juga menjadi manajer pemasaran dan komunikasi. Juga pernah menjadi manajer di perusahaan. Baik PT Gandum Mas Kencana dan PT Mucoindo Prakasa di Tangerang.

Namun, badai krisis di tempatnya bekerja, membuatnya mau tidak mau ikut dirumahkan. Tapi berlian satu ini tidak putus asa. Dia tetap bergerak. Bekerja. Pilihan cepat, bekerja menjadi pengemudi Taksiku.

Ketika itu, perusahaan taksi berwarna kuning itu masih moncer. Perusahaan sedang bagus-bagusnya. Namun tidak lama. Saat taksi daring bermunculan, perusahaan itu kolaps, tutup. Maka dia pindah haluan ke burung biru.

Sebuah pilihan yang tidak mudah. Bahkan bagi orang lain, boleh jadi pilihannya kurang tepat. Tapi baginya, hidup adalah kenyataan yang harus dijalaninya dengan yakin dan bersungguh-sungguh. Maka, saat berada di balik kemudi mobil bernomor lambung LL 2066 itu, dia tetap optimistis bisa meraih yang terbaik.

dokpri
dokpri
Sebagai pengemudi, energinya tetap maksimal. Setiap tamu yang dibawa oleh mobilnya, sekaligus dijadikan gurunya. Guru dengan berbagai latar belakang berbeda. Dengan begitu dia bisa belajar setiap saat, setiap hari, kapan saja, di rute mana saja.

"Alhamdulillah, saya selalu berusaha melakukan yang terbaik," sebut alumnus Universitas Putra Bangsa Surabaya, yang kini almamaternya pun sudah 'almarhum', karena sudah diambil alih oleh universitas lain.

Bagi saya pribadi, Arif bukan sekadar sahabat ketika di SD atau SMP. Dia adalah guru saya terhadap banyak hal. Saya bisa belajar komputer di rumahnya. Pun bisa membaca banyak majalah dan buku pengetahuan dari perpustakaan miliknya. Tak kalah pentingnya, saya belajar kesederhanaan dari keluarganya yang luar biasa.

Berkat kebersahajaannya itu pula, kini Arif sedang dipersiapkan menjadi trainer alias pelatih bagi pengemudi Blue Bird lainnya. Saat ini, sembari rutin mengantarkan tamu, dia sedang menjalani training for trainer (TFT) di lembaga pendidikan milik Blue Bird.

Selesai menjalani pelatihan itu, dialah nantinya yang akan membimbing dan memberikan pelatihan kepada pengemudi baru di perusahaan ini.

Tak terasa, obrolan harus terhenti. Terminal 2E sudah ada di sisi kiri. Saya harus melanjutkan perjalanan dengan Batik Air menuju Samarinda. Tentu kami sama-sama berharap, bisa bertemu lagi di lain waktu.

Baru saja saya beranjak turun, tiba-tiba ada seorang ibu membawa kopernya, segera merangsek masuk ke taksi yang dikemudikan Arif. "Maaf bu, saya tidak boleh menerima penumpang di sini," ujar Arif.

"Saya salah bandara mas. Saya buru-buru. Antarkan saya ke Bandara Halim (Perdana Kusuma)," ibu itu ngotot. Petugas bandara pun sempat mencegat. Tapi sang penumpang lebih galak, dengan alasan buru-buru. Jadilah sang petugas mengalah, dan membiarkan pengemudi berlian itu segera tancap gas mengantarkan penumpangnya.

"Selamat ya bro, kamu sudah dikejar rezeki. Dipaksa mendapat rezeki dari ibu itu. Semoga selamat sampai tujuan," begitu pesan pendek yang saya kirimkan. Hampir 40 menit berikutnya baru saya mendapat balasan.

"Alhamdulillah, sudah sampai bro. Ibu itu masih bisa ngejar pesawatnya. Lumayan, jurus pembalap keluar," ujarnya melalui pesan suara, disertai tertawanya yang khas.

Saya pun harus boarding, menyudahi obrolan itu. Semoga pengemudi berlian itu, tetap mengilap di mana saja dia berada. Demikianlah kenyataannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun