Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Harapan Anda di 2019 Ini?

18 Januari 2019   23:16 Diperbarui: 18 Januari 2019   23:24 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia memiliki salah satu perangkat keras (hardware) yang sangat luar biasa. Apalagi kalau bukan otak. Jumlah sel yang ada di otak ini bahkan terbanyak di antara makhluk lain, yakni 1 triliun sel. Wajar karena manusia adalah makhluk yang diciptakan paling sempurna. Sebagai contoh, lebah hanya punya 7 ribu sel. Itu pun mampu memproduksi madu yang sangat bermanfaat, dan tidak pernah lupa pulang. Bandingkan dengan manusia yang kadang-kadang lupa pulang, seperti Bang Toyib.

Sementara tikus, mempunyai 5 juta sel. Dengan jumlah sel sebanyak itu, tikus mampu memakan apa saja. Namun, karena jumlah sel manusia lebih banyak, ternyata tetap bisa mengalahkan tikus. Buktinya, kitab suci saja dimakan manusia, alias dikorupsi. Tikus sebenarnya ingin protes, kenapa koruptor digambarkan seperti dirinya. Sementara, serakus-rakusnya tikus, belum pernah memakan uang sampai miliaran rupiah.

Kembali ke masalah otak. Organ otak yang ada di kepala manusia sungguh merupakan sebuah anugerah dari Sang Pencipta yang tak ternilai harganya. Sistem kerja otak super canggih, mampu menciptakan apa saja sesuai keinginan manusia.

Hal-hal yang dulu dianggap tidak mungkin, nyatanya dari hasil imajinasi otak, hari ini sudah bisa diwujudkan dan diciptakan. Begitu pula apa saja yang dirancang hari ini, bukan tidak mungkin akan segera terwujud. Hanya waktu yang akan membuktikan dan bergantung seberapa nyaman untuk mewujudkannya. Kecuali analisa bahwa bumi itu datar, entah kelak akan terbukti atau tidak.

Sistem otak yang ada di dalam tubuh masing-masing memiliki program serba digital dan otomatis. Sementara tubuh masih analog dan manual. Perlu sinkronisasi antara otak dan tubuh, agar bisa menghasilkan apa yang diinginkan.

Sebagai contoh, saat sedang berada di rumah dan siap berangkat ke tempat kerja, siapa yang tiba lebih dulu di tempat kerja? Betul. Yang lebih dulu sampai ke tempat kerja adalah pikiran, yang merupakan hasil dari kerja otak. 

Begitu memutuskan berangkat kerja, maka pikiran langsung membuat data tentang jalan mana saja yang akan dilalui dan segera menyiapkan data tentang apa saja yang akan dikerjakan. Barulah kemudian, tubuh yang analog dan manual, mengikuti arahan dari pikiran tadi.

Begitu pula ketika bersiap untuk makan malam. Pikiran pasti lebih dahulu sampai di rumah makan yang dituju, termasuk sudah menentukan menu apa saja yang akan dipilih. Barulah tubuh merespons dan perlu sedikit waktu untuk sampai ke tempat tujuan.

Itu sebabnya, ketika bangun tidur, disarankan untuk tidak buru-buru beranjak dari ranjang. Duduk sejenak, lakukan sinkronisasi antara pikiran dan tubuh. Kalau tidak, biasanya kepala akan terasa pusing karena proses sinkronisasi dipaksa berjalan cepat.

Apa pun yang ingin dilakukan, selalu pikiran yang akan melakukannya lebih dahulu. Barulah kemudian tubuh mengikuti jalur yang sudah dibuat pikiran tadi. Kecuali bagi yang tidak punya otak, maka tubuh akan melakukan apa saja secara liar, karena tidak ada panduan yang jelas. Maaf, bercanda. Masa sih ada yang tidak punya otak?

Sementara bagi yang merasa punya otak encer, juga diingatkan untuk menghindari tidur miring. Takut otaknya meleleh keluar, karena saking encernya. Maaf, bagian ini juga bercanda.

Lalu, kalau semua yang dilakukan merupakan hasil dari 'perjalanan' pikiran, lantas kenapa tidak digunakan untuk merancang masa depan? Inilah yang jarang dilakukan. Sebagian orang terjebak dengan kalimat, "jalani saja apa adanya." Akibatnya, pikiran tidak dirangsang untuk membuat perjalanan masa depan yang nyaman dan menyenangkan. 

Pikiran tidak dibiasakan membuat peta masa depan sebagai panduan untuk menjalani hidup. Bukankah tidak sedikit impian yang sudah dirancang pada masa lalu, terbukti sudah terwujud di masa sekarang?

Berani bermimpi. Itulah yang kerap diucapkan para motivator dan inspirator di berbagai seminar dan buku. Begitu pula yang disampaikan para vibrator dengan kalimat-kalimatnya yang mengandung vibrasi positif. Termasuk sang provokator di tengah unjuk rasa.

Kalau mimpi saja tidak berani, maka sama saja tidak memperbolehkan pikiran pergi ke masa depan. Karena pikiran tidak dirangsang 'move on', maka jangan heran jika di dalam kehidupan, hasilnya juga akan begitu-begitu saja.

"Saya sudah merancang masa depan. Saya juga sudah punya daftar impian. Tapi kenapa tidak berhasil juga?" Di sinilah pentingnya sinkronisasi. Perbedaan sistem digital dan analog antara otak dan tubuh, memerlukan sinkronisasi yang pas. Saat memutuskan pergi ke sebuah rumah makan, kenapa bisa terwujud dengan mudah? Karena otak dan tubuh sudah sinkron, terasa nyaman dan tidak ada hambatan.

Untuk merancang masa depan, sinkronisasi pun bisa dilakukan dengan melakukan pengecekan perasaan. Misalnya ingin membeli mobil baru sekelas Toyota Alphard seharga Rp 1,6 miliar. Coba cek perasaan. 

Pejamkan mata, letakkan telapak tangan kanan ke dada sebelah kiri. Rasakan respons tubuh dan semua perasaan. Kalau terasa nyaman, ya sudah, tarik impian untuk memiliki mobil ini. Yakinlah, suatu ketika impian ini akan terwujud.

Tapi jika kemudian ada perasaan yang mengganjal atau tidak nyaman, ya ganti jenis mobilnya. Terus turunkan dan cari mobil yang lebih tepat harganya, sampai benar-benar terasa nyaman. Kalau perasaan sudah benar-benar nyaman, berarti sinkronisasi sudah jalan, dan tinggal menunggu waktu hal itu bisa terealisasi.

"Ini rasanya sudah nyaman. Mobilnya saya ganti dengan yang harga Rp 300-an juta." Ya, sudah. Itu artinya tubuh dan perasaan merasa lebih nyaman membeli mobil seharga itu. Kalau ini sudah terwujud, tinggal membuat impian baru lagi. Yang penting, sinkronisasi tetap harus dilakukan setiap kali ingin mencapai suatu impian.

Terus bagaimana jika tetap ingin memiliki mobil mewah tadi, tapi perasaan tetap tidak nyaman? Bereskan dulu rasa tidak nyamannya. Itulah yang disebut mental block, alias penjara mental. Perasaan tidak nyaman inilah yang umumnya menghambat seseorang mencapai sesuatu. 

Mental block ini bisa berasal dari emosi negatif, konflik masa lalu yang belum terselesaikan, trauma, dan berbagai masalah lain yang berhubungan dengan pikiran. Kalau perasaan tidak nyaman ini sudah dibereskan, maka jemputlah impian itu dengan mudah dan nyaman.

Di setiap pelatihan pengembangan diri, menulis impian adalah momen yang paling saya tunggu. Medianya bisa bermacam-macam. Ada yang dituliskan di kertas, kemudian diterbangkan menggunakan balon gas. Ada pula yang ditulis pada balon, kemudian balon itu ditiup sampai pecah.

Nah, dalam Camp Magnet Rezeki Angkatan 23 di Makassar, 21 -- 23 Desember 2018 tadi, saya bersama puluhan peserta lainnya dipandu membuat daftar impian. Impian itu dituliskan pada sekeping keramik lantai ukuran 30 x 30 centimeter.

Lantas, sebagai perwujudan untuk sinkronisasi antara tubuh dan pikiran, digunakan media lampu bohlam untuk memecahkan keramik tersebut. Sempat beberapa kali, justru bohlamnya yang pecah. Ya, masih ada perasaan khawatir dan belum pasrah. Namun, setelah dinetralisir dan benar-bena nyaman, maka dengan sekejap bohlam itu mampu memecahkan keramik lantai. Lantas, menjelang 2019 ini, sudahkah Anda membuat daftar impian? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun