Sementara total anggaran setelah penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) bersama KPU di 171 daerah Rp 11,9 Triliun. Untuk anggaran setelah penandatanganan NPHD dengan Bawaslu di 106 daerah sebesar Rp 2,9 Triliun. Total anggaran setelah penandatangan NPHD di empat daerah dengan TNI/Polri untuk pengamanan Rp 339,6 Miliar (angka sementara). Jika semua sudah ditandatangani bisa naik jadi Rp 20 Triliun.
Dengan dana sebesar itu, sangat disayangkan jika partisipasi masyarakat dalam Pilkada kurang maksimal. Sebagai warga negara yang memiliki hak pilih, saya tentu sangat berharap bisa ikut partisipasi dalam Pemilukada ini. Namun, karena sedang mengikuti Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57 di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Jakarta, mau tidak mau hak suara saya menguap lenyap begitu saja.
Kok bisa? Bukankah saat pencoblosan adalah libur nasional? Betul, 27 Juni 2018 sudah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Namun, libur yang hanya satu hari tidak memungkinkan bagi saya untuk menyalurkan hak suara ke Samarinda.Â
Ini bukan sekadar perlu ongkos pesawat, namun waktunya sangat tidak mungkin bisa melakukan perjalanan Jakarta ke Samarinda (PP) dalam satu hari. Kalau saja ada penerbangan langsung dari Jakarta -- Samarinda, tidak jadi soal. Masalahnya ini harus terbang dulu ke Balikpapan, ditambah perjalanan darat ke Samarinda. Benar-benar perlu waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk bisa menyalurkan hak suara.
Ini yang membuat saya terpaksa harus golput, tak bisa menyalurkan hak suara. Tak bisakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim menyiapkan tempat pemungutan suara (TPS) khusus di Kantor Perwakilan Kaltim di Jakarta.Â
Bukankah saat Pemilu, warga negara Indonesia di luar negeri bisa menyalurkan hak suara di kantor kedutaan. Maka, sangat mungkin warga Kaltim yang sedang di Jakarta bisa menyalurkan hak suara di kantor 'kedutaan' Kaltim alias kantor perwakilan yang ada di Jalan Kramat, Jakarta.
Saya yakin, ada banyak warga Kaltim yang sementara menetap di Jakarta. Misalnya para mahasiswa asal Kaltim yang sedang kuliah di Jakarta. Begitu juga para profesional atau pegawai yang bertugas di Jakarta. Sebab, sangat tidak efisien jika harus pulang ke Kaltim hanya untuk menyalurkan suaranya. Namun, sayang sekali jika hak suara mereka tidak diakomodasi.
Saya yakin, ada banyak warga Kaltim di kota besar lain seperti Surabaya, Bandung, Jogjakarta, hingga Makassar. Maka, keberadaan mereka tak ada salahnya diakomodir. Di mana ada kantor perwakilan Kaltim, sepatutnya ada TPS khusus. Bisa juga TPS khusus itu ditempatkan di asrama mahasiswa asal Kaltim di beberapa kota tersebut. Â
"Berapa dendanya kalau tidak memberikan suara?" tanya Wapres.
"Dendanya 100 dolar pak," jawab Justin. "Wah, lebih enak di Indonesia dong, kalau datang bisa dikasih 100 ribu," gurau Wapres menyindir soal politik uang.