Mohon tunggu...
Endro S Efendi
Endro S Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Praktisi hipnoterapis klinis berbasis teknologi pikiran. Membantu klien pada aspek mental, emosi, dan pikiran. Aktif sebagai penulis, konten kreator, juga pembicara publik hingga tour leader Umroh Bareng Yuk. Blog pribadi www.endrosefendi.com. Youtube: @endrosefendi Instagram: @endrosefendi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Indonesia "Diserang" LGBT hingga Khilafah

5 April 2018   09:59 Diperbarui: 5 April 2018   10:16 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta PPRA 57 Lemhannas RI. dok pribadi

JAKARTA -- Implementasi nilai-nilai Pancasila guna meningkatkan kualitas pemimpin bangsa patut menjadi perhatian. Inilah yang menjadi salah satu fokus perhatian di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI. Karena itu pula, dalam Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57, Kamis (5/4) tadi ada kelas khusus diskusi panel, membahas implementasi nilai Pancasila dalam meningkatkan kualitas para pemimpin bangsa.

Ada tiga narasumber yang dihadirkan dalam diskusi panel tersebut, masing-masing anggota DPR RI Agun Gunanjar Sudarsa, Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Prof Azyumardi Azra, dan Tenaga Profesional Lemhannas RI Mayjen (purn) Hadi Suprapto. Diskusi panel ini dipandu moderator Marsda TNI Tri Budi Satriyo.

Agun Gunanjar Sudarsa menyampaikan, negara harus hadir dan partai politik harus kembali pada peranannya menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada rakyat. "Pancasila adalah rumah kita, semua penyelenggara negara dan warga  negara seharusnya mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan," bebernya.

Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler, namun bukan juga negara agama. "Tidak ada satu agama yang dijadikan dasar, namun tetap berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," ujarnya.

Dikatakannya, Indonesia masih mampu bertahan di era liberalisasi saat ini. "Sementara banyak negara lain yang tidak mampu membendung arus liberal," katanya. Ini karena Indonesia masih punya Pancasila yang mampu dipertahankan.

Dikatakan, sebagai contoh masuknya liberalisasi adalah masifnya serangan terorisme hingga LGBT. "Begitu juga serangan teknologi informasi. Caci maki sangat mudah dijumpai di media sosial," katanya. Karena itu, nilai Pancasila terutama nilai ketuhanan dan nilai keadilan harus diterapkan secara konsisten di rumah.

Para narasumber yang dihadirkan dalam diskusi panel. dok pribadi.
Para narasumber yang dihadirkan dalam diskusi panel. dok pribadi.
Sementara Prof Azyumardi menyampaikan, kondisi rakyat Indonesia saat ini semakin transaksional. "Akibatnya setiap calon pemimpin harus mencari investor politik. Ini yang menyebabkan banyak calon kena operasi tangkap tangan," bebernya.

Anggota DPR RI pun banyak kena tangkap, sehingga kondisi itu menurutnya sangat menyedihkan. "Jika kondisinya terus seperti ini, lama-lama orang ngga percaya dengan demokrasi. Demokrasi menjadi tidak efisien dan menghabiskan banyak uang. Demokasi juga tidak bisa memperbaiki kesejahteraan rakyat. Akibatnya ada usulan membuat negara khilafah. Meski ormas yang menuntut itu sudah dibubarkan, tapi tetap saja ada usulan agar Indonesia menjadi negara khilafah," bebernya.

Dikatakannya, kepercayaan kepada Ketuhanan yang Maha Esa meningkat. "Saat ini sudah ada kebangkitan agama. Tidak hanya di Indonesia. Di Amerika bahkan negara Eropa semangat beragama semakin meningkat. Lihat saja, pergi haji saja menunggu bertahun-tahun. Kemudian banyak memilih umrah dan banyak orang sampai tertipu travel umrah," bebernya.

Menurutnya, era zaman now, pemimpin harus memberikan harapan, tapi bukan harapan palsu. "Pemimpin jangan lagi menyembunyikan masalah dan fakta yang ada. Harus bisa memberikan alternatif pemecahannya, bukan memberikan bayangan yang mengerikan. Bukan malah membuat hoax yang misleading," sambungnya.

Sementara itu, Mayjen (Pur) Hadi Suprapto, tenaga profesional Lemhannas RI menyampaikan, Lemhannas didirikan Bung Karno menjelang sepuh untuk mempertahankan negara ini. "Kalau Indonesia dibiarkan, Indonesia akan bubar karena banyak suku dan bahasa. Maka didirikan Lemhannas agar tidak bubar," ujarnya.

Dikatakan, angkatan pertama Lemhannas adalah 20 Mei 1965 silam. Lemhannas kemudian menjadi sekolah geopolitik strategis dan sangat penting. "Kalau bangsa ini tidak mau bubar, pemimpinnya harus disiapkan dan harus belajar ideologi Pancasila yang sudah dipilih. Harus tahu konstitusi Undang Undang Negara Republik Indonesia 1945. Jangan lupakan undang undang yang asli dan yang sudah diamandemen. Di sana, semua sudah jelas pemimpin itu harus bagaimana," ulasnya.

Ia juga menyampaikan, ketahanan nasional atau geostrategi sudah dikembangkan secara ilmiah. "Jadi tidak semata-mata doktrin. Sistem nasional harus berdasarkan Pancasila," tegasnya.

Disampaikan pula, di era disruptif ini semua harus kreatif. "Menanam kentang di laut pun sudah bisa dilakukan, Indonesia perlu banyak mencari peluang baru," sambungnya. Terbukti, provinsi Sulsel menurutnya perekonomiannya sangat tumbuh, terutama di Morowali.

"Kelak Indonesia juga punya thorium yang bisa menerangi Indonesia ribuan tahun," tambahnya. Semua ini harus dikembangkan dengan tetap mengedepankan Pancasila. Indonesia tidak akan bubar, karena masih ada lebih 100 lembaga studi Pancasila. "Juga karena masih banyaknya kekuatan kearifan lokal yang menjadi kekuatan bangsa ini," bebernya.

Dalam diskusi panel tersebut juga berkembang tanya jawab yang membuat peserta PPRA 57 semakin bersemangat mengikuti pendidikan di tempat ini. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun