Dikatakan, angkatan pertama Lemhannas adalah 20 Mei 1965 silam. Lemhannas kemudian menjadi sekolah geopolitik strategis dan sangat penting. "Kalau bangsa ini tidak mau bubar, pemimpinnya harus disiapkan dan harus belajar ideologi Pancasila yang sudah dipilih. Harus tahu konstitusi Undang Undang Negara Republik Indonesia 1945. Jangan lupakan undang undang yang asli dan yang sudah diamandemen. Di sana, semua sudah jelas pemimpin itu harus bagaimana," ulasnya.
Ia juga menyampaikan, ketahanan nasional atau geostrategi sudah dikembangkan secara ilmiah. "Jadi tidak semata-mata doktrin. Sistem nasional harus berdasarkan Pancasila," tegasnya.
Disampaikan pula, di era disruptif ini semua harus kreatif. "Menanam kentang di laut pun sudah bisa dilakukan, Indonesia perlu banyak mencari peluang baru," sambungnya. Terbukti, provinsi Sulsel menurutnya perekonomiannya sangat tumbuh, terutama di Morowali.
"Kelak Indonesia juga punya thorium yang bisa menerangi Indonesia ribuan tahun," tambahnya. Semua ini harus dikembangkan dengan tetap mengedepankan Pancasila. Indonesia tidak akan bubar, karena masih ada lebih 100 lembaga studi Pancasila. "Juga karena masih banyaknya kekuatan kearifan lokal yang menjadi kekuatan bangsa ini," bebernya.
Dalam diskusi panel tersebut juga berkembang tanya jawab yang membuat peserta PPRA 57 semakin bersemangat mengikuti pendidikan di tempat ini. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H