JAKARTA -- Implementasi nilai-nilai Pancasila guna meningkatkan kualitas pemimpin bangsa patut menjadi perhatian. Inilah yang menjadi salah satu fokus perhatian di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI. Karena itu pula, dalam Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57, Kamis (5/4) tadi ada kelas khusus diskusi panel, membahas implementasi nilai Pancasila dalam meningkatkan kualitas para pemimpin bangsa.
Ada tiga narasumber yang dihadirkan dalam diskusi panel tersebut, masing-masing anggota DPR RI Agun Gunanjar Sudarsa, Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Prof Azyumardi Azra, dan Tenaga Profesional Lemhannas RI Mayjen (purn) Hadi Suprapto. Diskusi panel ini dipandu moderator Marsda TNI Tri Budi Satriyo.
Agun Gunanjar Sudarsa menyampaikan, negara harus hadir dan partai politik harus kembali pada peranannya menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada rakyat. "Pancasila adalah rumah kita, semua penyelenggara negara dan warga  negara seharusnya mencerminkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan serta keadilan," bebernya.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler, namun bukan juga negara agama. "Tidak ada satu agama yang dijadikan dasar, namun tetap berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," ujarnya.
Dikatakannya, Indonesia masih mampu bertahan di era liberalisasi saat ini. "Sementara banyak negara lain yang tidak mampu membendung arus liberal," katanya. Ini karena Indonesia masih punya Pancasila yang mampu dipertahankan.
Dikatakan, sebagai contoh masuknya liberalisasi adalah masifnya serangan terorisme hingga LGBT. "Begitu juga serangan teknologi informasi. Caci maki sangat mudah dijumpai di media sosial," katanya. Karena itu, nilai Pancasila terutama nilai ketuhanan dan nilai keadilan harus diterapkan secara konsisten di rumah.
Anggota DPR RI pun banyak kena tangkap, sehingga kondisi itu menurutnya sangat menyedihkan. "Jika kondisinya terus seperti ini, lama-lama orang ngga percaya dengan demokrasi. Demokrasi menjadi tidak efisien dan menghabiskan banyak uang. Demokasi juga tidak bisa memperbaiki kesejahteraan rakyat. Akibatnya ada usulan membuat negara khilafah. Meski ormas yang menuntut itu sudah dibubarkan, tapi tetap saja ada usulan agar Indonesia menjadi negara khilafah," bebernya.
Dikatakannya, kepercayaan kepada Ketuhanan yang Maha Esa meningkat. "Saat ini sudah ada kebangkitan agama. Tidak hanya di Indonesia. Di Amerika bahkan negara Eropa semangat beragama semakin meningkat. Lihat saja, pergi haji saja menunggu bertahun-tahun. Kemudian banyak memilih umrah dan banyak orang sampai tertipu travel umrah," bebernya.
Menurutnya, era zaman now, pemimpin harus memberikan harapan, tapi bukan harapan palsu. "Pemimpin jangan lagi menyembunyikan masalah dan fakta yang ada. Harus bisa memberikan alternatif pemecahannya, bukan memberikan bayangan yang mengerikan. Bukan malah membuat hoax yang misleading," sambungnya.
Sementara itu, Mayjen (Pur) Hadi Suprapto, tenaga profesional Lemhannas RI menyampaikan, Lemhannas didirikan Bung Karno menjelang sepuh untuk mempertahankan negara ini. "Kalau Indonesia dibiarkan, Indonesia akan bubar karena banyak suku dan bahasa. Maka didirikan Lemhannas agar tidak bubar," ujarnya.