Yan Nurindra yang wafat pada 30 Agustus 2016 lalu adalah tokoh yang babat alas, menerobos hutan lebat, angker, dan membuka lahan agar murid-muridnya, dapat menggunakan lahan untuk membangun rumah dengan aman dan nyaman. Hingga saat berpulang, Yan Nurindra memiliki lebih dari 24.000 alumni. "Saya salah satu di antaranya," katanya.
Lantas bagaimana perkembangan hipnoterapi di Tanah Air saat ini? Adi menyampaikan, sejak Yan Nurindra berpulang, greget pelatihan hipnosis dan hipnoterapi menurun drastis.
"Belum ada satu pun alumni beliau yang bisa mengganti posisinya, baik sebagai trainer andal maupun sebagai tokoh disegani dan mampu menyatukan banyak kalangan dan kepentingan dalam dunia hipnosis dan hipnoterapi," bebernya.
Menurut Adi, pergerakan dan perkembangan hipnosis dan hipnoterapi di Indonesia pasti akan menjadi lambat karena tidak ada lagi tokoh mumpuni yang mampu menggerakkan dunia pelatihan hipnosis seperti Yan Nurindra.
"Ini saya bicara dalam konteks pelatihan yang berlangsung singkat, dua atau tiga hari. Namun untuk pelatihan yang dilakukan trainer dengan kekhususan tersendiri, yang mengajarkan materi hipnoterapi klinis selama 10 hari pelatihan, ini akan terus jalan karena segmentasi pasar dan peminatnya beda," urainya.
Maka, agar hipnoterapi semakin diterima masyarakat, para praktisi di bidang ini perlu lebih serius mengembangkan diri, belajar, mengasah kemampuan mereka, dan menaikkan standar lebih tinggi. "Apa yang telah Pak Yan Nurindra bangun dan berikan pada murid-muridnya perlu dilestarikan dan terus dikembangkan," pungkasnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H