"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (Qs. At -- Taubah:18)
Petikan ayat suci Alquran di atas menjadi pembuka pada profil Masjid Namira yang diterima media ini dari petugas masjid. Boleh jadi, kalam Allah itu pula yang melatarbelakangi pendirian masjid ini oleh pasangan suami-istri H Helmy Riza dan Ibu Hj Eny Yuli Arifah.
Lalu, kenapa diberi nama Masjid Namira? Apakah nama tersebut diambil dari Masjid Namira di Kota Arafah, Arab Saudi? Ternyata, nama masjid yang terletak di Jalan Raya Mantup Kilometer 5 Desa Jotosanur Kecamatan Tikung -- Lamongan itu diambil dari nama salah seorang putri pasangan H Helmy Riza dan Ibu Hj Eny Yuli Arifah yang bernama Hj Ghassani Namira Mirza.
Sejak Ramadan 2017 tadi, nama Masjid Namira ini memang cukup viral di belantara maya. Sistem pengelolaan masjid yang dinilai sangat profesional, layak dijadikan panutan.
Didorong rasa penasaran itu pula, media ini pun tergerak melihat langsung keberadaan masjid ini. Meski hujan mengguyur sepanjang perjalanan dari Surabaya, Jumat (21/7) tadi, tak menyurutkan niat untuk terus mengendarai motor menuju tempat ini. Sempat sesekali singgah karena hujan sangat deras, namun perjalanan kembali dilanjutkan ketika hujan mulai rintik.
Jarak dari pusat kota Surabaya menuju Masjid Namira ini sekitar 50 kilometer, atau hampir dua jam perjalanan dengan kecepatan rata-rata 40 kilometer per jam. Maklum, kondisi ruas jalan sangat padat, beberapa kali laju motor tersendat bahkan sempat macet.
Keberadaan aplikasi peta digital yang tertanam di telepon pintar memang sangat membantu. Meski baru pertama kali menuju lokasi ini, namun dijamin tanpa sesat. Cukup ketik nama Masjid Namira, seketika ada beberapa rute yang ditawarkan. Tentu media ini memilih rute terpendek. Ternyata, jalur yang dilalui adalah jalan desa yang kanan-kirinya terhampar sawah luas. Jika melintasi jalanan tersebut malam hari, dijamin sepi dan gelap gulita.
Mengambil posisi awal dari kawasan Jalan Raya Darmo Surabaya, media ini menyusuri ruas jalan ke arah barat, hingga ke kawasan Banyu Urip, Tandes, Benowo, Kepatihan, Ngembung, serta memotong di Jalan Raya Sarirejo, dan tembus ke Jalan Raya Mantup.
Begitu menyusuri Jalan Raya Mantup, Lamongan, menara Masjid Namira sudah terlihat dari kejauhan. Masjid itu dikelilingi hamparan sawah. Sekilas, keberadaan menara masjid itu mirip menara pengontrol lalulintas udara di sebuah bandara. Pada bagian puncak menara, terdapat lafaz Allah.
Dari pinggir jalan, memasuki komplek masjid ini, langsung terlihat pos pengaman dengan areal luas. Di sebelah kiri tampak bangunan masjid lama yang hingga kini masih tetap digunakan untuk berbagai aktivitas lainnya. Seperti dipinjam untuk resepsi pernikahan, atau untuk pengajian hingga menggelar aneka kegiatan lainnya. Di sebelah kanan, terdapat Warung Namira yang menyediakan makanan dan minuman, guna melayani jamaah yang membutuhkan.
Bangunan masjid yang baru, lokasinya sekitar 300 meter dari bangunan lama, ke arah belakang. Salah satu yang membuat masjid dengan dominasi material marmer dan kaca tebal ini sangat istimewa dibandingkan masjid lain di Indonesia adalah keberadaan kiswah kakbah. Bekas kain penutup kakbah asli itu sengaja didatangkan dari Masjidil Haram. Kiswah itu terpasang di dinding mihrab imam, tampak kokoh dilindungi kaca tebal. Sementara potongan kiswah berukuran kecil lainnya terbingkai rapi dan dipajang di dinding masjid. Masing-masing tiga di sebelah kiri dan kanan mihrab.
Jika umumnya langit-langit masjid terdapat setengah lingkaran mengikuti kubah, di masjid ini langit-langitnya rata. Pada bagian langit-langit masjid inilah terdapat lafaz Allah. Â Â
Begitu memasuki ruang salat utama masjid ini, jamaah dimanjakan dengan dinginnya suhu ruangan serta empuk dan lembutnya karpet masjid ini. Bagi yang pernah salat di Masjid Nabawi Madinah, seketika akan terasa seperti kembali ke masjid yang menyimpan tubuh Rasulullah itu. Tak terasa air mata pun mengalir ketika media ini menunaikan salat tahiyatul masjid, mengagumi keberadaan masjid ini.
Awalnya, bangunan lama masjid ini berdiri di atas lahan 0,9 hektare dengan luas bangunan 1.100 meter persegi. Dengan luasan itu, masjid hanya mampu menampung 500 jamaah. Sementara dengan tambahan bangunan baru, sekitar 300 meter dari bangunan lama, kini kapasitasnya diklaim mampu menampung 2.500 jamaah. Saat ini, secara total komplek Masjid Namira memiliki lahan seluas 2,7 hektare dengan luas bangunan 2.750 meter persegi.
Setelah diperluas, bangunan baru masjid ini akhirnya mulai digunakan 2 Oktober 2016. Bangunan baru itu pertama kalinya digunakan untuk salat tarawih pada momen Ramadan 2017 tadi.Â
Kenapa diperluas? Salah satu petugas masjid yang mewanti-wanti untuk tidak perlu disebutkan namanya menyampaikan, jumlah jamaah yang terus membeludak menjadikan pihak yayasan terdorong membangunan masjid lebih besar. Tak lupa, areal parkir juga diperluas. Sebab pengalaman sebelumnya, banyak kendaraan kesulitan parkir ketika masjid masih menggunakan bangunan lama, sejak beroperasi 1 Juni 2013 silam.Â
Tidak diketahui dengan jelas berapa dana yang diperlukan untuk membangunan masjid ini. Baik bangunan lama maupun baru. Belum lagi biaya untuk membayar gaji petugas kebersihan dan perawatan masjid. Biaya lain yang tidak kalah besarnya adalah membeli dan mendatangkan kiswah kakbah tersebut. Termasuk secara rutin takmir masjid ini harus mengeluarkan dana untuk mendatangkan parfum langsung dari Arab Saudi, yang aromanya memang khas untuk kiswah kakbah.
Namun konon, biaya perawatan masjid ini setiap bulan sekitar Rp 200 juta. Ini jika mengacu pada jumlah petugas hingga untuk keperluan membayar rekening listrik dan untuk kebutuhan air bersih. Imam di masjid ini sengaja dipilih para penghafal Alquran yang memiliki gaya bacaan seperti hafiz dari Arab Saudi.
Harapannya, mereka yang belum berkesempatan umrah atau haji, bisa ikut merasakannya. Sementara bagi yang sudah pernah pergi ke Tanah Haram tersebut, bisa meluapkan kerinduannya di masjid ini.
Untuk urusan kebersihan, terlihat peralatan yang dimiliki sangat lengkap. Termasuk mobil penyedot debu hingga tangga hidrolik yang bisa membantu mengangkat petugas untuk membersihkan bagian atas bangunan masjid.
Keberadaan masjid ini juga seolah menyatu dengan alam. Selain karena dikelilingi sawah, di areal masjid pun tampak asri dengan taman yang nyaman dipandang mata. Di sepanjang jalan masuk juga banyak pot yang di atasnya terdapat pohon bonsai.
Bahkan di depan selasar yang menghubungkan bangunan utama menuju ruang wudhu, terdapat pohon bonsai setinggi dua meter dengan bentuk sangat artistik. Tak heran jika lokasi ini juga kerap menjadi latar untuk berswafoto. Beberapa kursi ayunan juga bisa digunakan untuk bersantai, menikmati suasana.
Tak jauh dari pohon bonsai ini, juga terdapat taman dilengkapi kolam ikan. Puluhan ekor ikan koi di kolam ini tak urung menjadi hiburan tersendiri bagi jamaah. Suara gemericik air kolam pun menjadikan suasana masjid ini semakin teduh dan nyaman. Tampak beberapa anak-anak ditemani ibunya, antusias memperhatikan ikan-ikan di kolam tersebut.
Sebuah layar monitor sengaja dipasang di dinding ruang wudhu. Semua informasi tentang kegiatan masjid secara bergantian ditampilkan di layar monitor ini. Persis papan informasi yang biasanya terdapat pada hotel berbintang.
Tak jauh dari tempat wudhu ini juga terdapat kulkas berisi penuh air mineral dalam kemasan gelas. "Kami sediakan untuk Anda" begitu kalimat yang tertulis di depan pintu lemari es tersebut. Air mineral gratis itu tak pernah kosong untuk memudahkan jamaah yang membutuhkan air minum dingin.
Saat memasuki ruang wudhu, ternyata pengaturan tempat wudhu ini juga sama dengan nuansa khas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Masjid ini juga sangat ramah kepada pengunjung difabel. Beberapa jalur khusus untuk kursi roda tersedia di akses masuk masjid. Bahkan beberapa kursi roda pun disiapkan bagi yang membutuhkan. Termasuk disiapkan beberapa kursi bagi jamaah yang tidak mampu salat dengan berdiri. Semua fasilitas itu bisa dimanfaatkan secara cuma-cuma.
Selanjutnya di sebelah kantor, terdapat loket penitipan barang, sekaligus tempat untuk peminjaman sarung atau mukena. Tak ketinggalan, sebuah mesin absensi sidik jari elektronik juga tersedia. Namun jangan dikira mesin tersebut untuk absensi para petugas masjid. Mesin sidik jari itu untuk merekam data anak-anak yang mengikuti program salat berjamaah.
Masjid ini memang menggiatkan Gerakan Anak Cinta Masjid melalui Program Aku Cinta Masjid. Program ini untuk merangsang anak agar rajin salat berjamaah. Setiap anak yang salat berjamaah, akan mendapatkan satu poin. Khusus salat subuh berjamaah nilainya dua poin.
Bagi yang berhasil mengumpulkan 90 poin setiap bulan, peserta akan mendapatkan beasiswa Rp 100 ribu per bulan. Tak hanya itu, 10 peserta dengan poin terbanyak setiap bulan, akan mendapatkan tambahan beasiswa lagi masing-masing Rp 100 ribu.
Untuk mencatat poin itulah, masjid ini sengaja menggunakan mesin sidik jari. Sehingga setiap peserta akan mudah terlihat tingkat kehadirannya dalam salat berjamaah. Petugas masjid pun tak perlu susah payah mendata anak yang salat setiap saat, karena semua data terekam di mesin tersebut.
Periode Mei 2017 tadi misalnya, tercatat ada 102 anak yang ikut program ini. Hasilnya, pengumpul poin terbanyak diraih Rijal Abbad Fakhrillah yang mengoleksi 178 poin. Anak tersebut berhak atas beasiswa Rp 200 ribu yang sudah diterima pada awal Juni 2017 tadi.
Tercatat ada 10 nama yang masing-masing mendapatkan beasiswa Rp 200 ribu karena mendapat poin terbanyak. Ada pula 14 anak yang poinnya di atas 90 dan berhak atas beasiswa Rp 100 ribu. Sementara untuk peserta yang mendapat poin 30 hingga kurang dari 90 poin, tetap mendapat beasiswa masing-masing Rp 50 ribu.
Dalam struktur pengurus masjid ini tertulis H Helmy Riza sebagai ketua yayasan. Sementara untuk ketua takmir adalah H Waras Wibisono SPd dibantu tiga orang wakil ketua, masing-masing H Sutarjo, Drs Abdul Jalil MA, dan H Ahrian Saifi ST. Selain itu ada dua bendahara dan dua sekretaris.
Kepengurusan masjid juga memiliki tiga bidang. Pertama Bidang Idarah yang di bawahnya terdapat Seksi Perencanaan, Seksi Administrasi, dan Seksi Dokumentasi. Selanjutnya ada Bidang Imaroh yang membawahkan Seksi Peribadatan, Seksi Pendidikan, Dakwah, Sosial Kemasyarakatan, Majelis Taklim, Perpustakaan, Remaja Masjid, dan Pemberdayaan Wanita. Terakhir ada Bidang Rikyah yang di bawahnya terdapat Seksi Keamanan, Seksi Pemeliharaan Bangunan, Lingkungan Hidup, serta Peralatan dan Perlengkapan.
Masjid ini memiliki visi yakni menjadi pusat penyatuan umat dalam ibadah, dakwah, pendidikan dan manajemen menuju masyarakat madani. Sementara misinya adalah mengembangkan ibadah dan dakwah, mengembangkan pendidikan akhlakul karimah, mengembangkan manajemen masjid, dan mengembangkan fasilitas dan sarana prasarana. Sementara motto masjid adalah ikhlas dalam melayani umat dan profesional.
Apakah tertarik mengelola masjid di lingkungan Anda seperti Masjid Namira? (*)
Data Masjid Namira
Tahun Berdiri: 01 Juni 2013
Luas Tanah: Lama -- 0.9 hectare, Baru -- 2.7 hectare
Status Tanah: SHM
Luas Bangunan: Lama -- 1.100 m2, Baru -- 2.750m2
Daya Tampung: 2.500 Jamaah
Jumlah Pengurus: Takmir 36 Orang, Pegawai 25 Orang
Jumlah Imam: 1 imam tetap, Khotib 27
Alamat: Jalan Raya Mantup Lamongan km. 5 Telp. (0322)317888, 317999 Jotosanur, Tikung - Lamongan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H