Beberapa waktu lalu, seorang pria, usia 45 tahun, datang ke tempat praktik saya. Sebelumnya, klien ini sudah hampir dua minggu membuat janji untuk konsultasi sekaligus terapi. Jika biasanya klien sudah menceritakan masalahnya saat membuat janji terapi, lain halnya dengan pria ini.
“Nanti saja pak, saat ketemu langsung baru saya sampaikan,” ujarnya.
Ternyata benar saja, perlu waktu hampir 1 jam bagi saya, mendengarkan semua keluhan dan masalah yang ia sampaikan. Ibarat gunung merapi, pagi itu semua keluh kesahnya diledakkan tanpa sisa.
“Saya merasa malu, merasa kotor,” ujarnya. Lalu, apa masalahnya?
Pria ini ternyata berprofesi sebagai seorang guru. Sebagai salah satu guru di sebuah sekolah di Kaltim, ia merasa perilakunya tidak patut dicontoh.
“Setiap kali saya melihat murid yang bodinya seksi, saya sulit menahan diri. Terkadang saya sampai (maaf) onani di kamar mandi sekolah,” tuturnya.
Beruntung, dia tidak sampai melakukan hal-hal yang mengarah ke pelecehan seksual. Namun, dia merasa pikiran liarnya sulit dikendalikan.
“Kalau sudah begitu, kadang saya jadi sulit konsentrasi mengajar,” imbuhnya.
Apakah pria ini belum menikah? Sudah. Klien ini sudah menikah. Bahkan sudah punya lebih dari satu anak dari hasil pernikahan dengan istrinya. Bahkan dia mengakui, istrinya juga cantik dan sangat baik. Namun entah kenapa, dia mengaku sulit mengendalikan pikirannya yang selalu berfantasi saat melihat siswinya sendiri.
Berikutnya, sang guru ini akan merasa sangat senang jika salah satu siswi yang dikaguminya, menumpang motornya. “Kalau ada siswi yang menumpang, rasanya deg-degan,” katanya.
Ia sadar betul, apa yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan dan tidak patut dilakukan oleh seorang pendidik. “Selama ini, tidak ada yang tahu dengan perilaku saya ini. Sebagai seorang panutan, saya merasa sangat malu,” sambungnya.