Beberapa waktu lalu, untuk kesekian kalinya, salah satu dokter umum di Samarinda, merefer pasiennya ke saya. “Secara medis sudah dicek. Hasil pemeriksaan menunjukkan, tidak ada apa apa di kepalanya. Pasien ini juga mengalami cemas yang berlebihan,” sebut sang dokter, memberikan informasi awal.
Dari hasil pemeriksaan itulah, dokter ini yakin jika pasiennya mengalami psikosomatis, sakit yang disebabkan oleh pikiran atau psikis.
Berhubung klien ini punya jadwal harus ke luar kota, maka saya pun menyanggupi untuk melakukan penanganan.
Keesokan harinya, sesuai waktu yang sudah disepakati, saya pun bertemu dengan klien ini. Seorang wanita muda, yang memiliki usaha cukup sukses di salah satu daerah di Kaltim. Didampingi ibunya, klien ini merasa tidak ada masalah apa-apa, kecuali merasa sakit di bagian kepalanya.
Dia pun menunjukkan bukti pemeriksaan medis lengkap, dari salah satu rumah sakit ternama di Singapura. Hasilnya memang tidak ditemukan kejanggalan apa pun dari sisi medis.
Itu sebabnya, dokter menyampaikan kepadanya, bahwa ini terkait soal pikiran. Namun klien ini yakin, tidak ada masalah apa pun yang sedang ia hadapi.
“Saya tidak ada masalah kok pak, semua baik-baik saja,” ujarnya meyakinkan. Wanita ini pun mengaku merasa tidak nyaman jika dia dianggap memiliki gangguan pikiran.
Selain itu, dia juga merasa kurang nyaman ketika mendengar kata hipnoterapi. Penyebabnya, apalagi kalau bukan karena tayangan hipnotis di televisi yang ada selama ini. Namun, karena ingin mengikuti saran dokter, dia pun mencoba untuk menjalaninya.
Untuk menghilangkan rasa tidak nyamannya itu, sesuai protokol lembaga Adi W. Gunawan Institute (AWGI), saya memberikan penjelasan secara utuh, apa itu hipnoterapi dan apa saja yang akan dijalani selama proses terapi. Hal ini sudah menjadi standar para hipnoterapis AWGI, yakni klien menjalani hipnoterapi bukan karena paksaan, namun ada keinginan sendiri dari klien. Usai menerima penjelasan, akhirnya wanita ini bersedia menjalani sesi hipnoterapi.
Tak membutuhkan waktu lama untuk bisa membawa wanita ini mengalami relaksasi pikiran yang dalam dan menyenangkan. Saat sudah berada di kedalaman pikiran yang tepat untuk terapi, proses hipnoanalisis pun dilakukan.
Ternyata terungkap, klien ini pernah punya masalah dengan kekasihnya, dua tahun lalu. Dia dibohongi oleh pacarnya. Sang pacar mengatakan pergi ke suatu tempat. Namun ternyata, bukan pergi ke tempat itu, melainkan untuk melakukan aktivitas lain yang berbeda. Inilah yang memicu emosi klien, hingga akhirnya menyebabkan psikosomatis.
Dengan teknik tertentu, emosi klien ini dikuras sampai habis, sampai merasa netral. Hasilnya, klien pun merasa langsung nyaman. Sakit di kepalanya pun langsung hilang.
“Kok bisa ya pak? Ternyata itu ya penyebabnya?” tanya klien keheranan, usai sesi hipnoterapi tersebut. Dia tidak menyangka, kejadian di masa lalu itulah yang menjadi pemicu sakit di kepalanya.
“Padahal saya sudah melupakan kejadian itu. Ternyata emosinya masih ada ya,” ujarnya lagi.
Kenyataan seperti inilah yang kerap muncul di ruang praktik hipnoterapi. Masalah yang dianggap sudah selesai, nyatanya dianggap belum tuntas oleh pikiran bawah sadar. Karena itu, proses penuntasan masalah tidak bisa hanya dilakukan oleh pikiran sadar. Proses rekonsiliasi lebih tuntas dan efektif jika dilakukan pada pikiran bawah sadar.
Demikianlah kenyataannya. (*)
Artikel lain bisa disimak di www.endrosefendi.com
#HipnoterapiKlinis #Hipnoterapis #Hipnoterapi #Transformasi #LetsLearn #AWGI #AHKI #SeriSuksesTerapi #SayaAWGI #MindTechnology #TeknologiPikiran #HidupYangLebihBaik #Sehat #Bahagia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H